Sabtu, 12 Desember 2020

KOTBAH MINGGU ADVENT III Minggu, 13 Desember 2020 “HIDUP TAK BERCACAT PADA KEDATANGAN TUHAN” (1Tesalonika 5:16-24 )

 KOTBAH MINGGU ADVENT III

Minggu, 13 Desember 2020

 

HIDUP TAK BERCACAT PADA KEDATANGAN TUHAN

Kotbah: 1Tesalonika 5:16-24   Bacaan: Mazmur 126:1-6




 

 

Saat ini kita memasuki Minggu Adent III. Dalam Minggu ini kita akan merenungkan tema “Hidup tak Bercacat pada Kedatangan TUHAN”. Tema ini hendak mengajak kita agar hidup kita kudus saat menanti Yesus datang kali kedua ke dunia ini. Pengudusan diri manusia tidak bisa datang dari dalam diri manusia itu sendiri, sebab manusia tidak mampu menguduskan dirinya sendiri. Pengudusan yang benar datang dari ALLAH saja. ALLAH-lah yang bertindak menguduskan kita dari segala dosa dan kejahatan kita. Pengudusan yang dimaksud dalam Kitab Suci berkenaan secara keseluruhan—roh, jiwa, dan tubuh. Inilah makna yang benar dari penyucian secara keseluruhan. Paulus berdoa supaya jemaat Tesalonika dapat menikmati berkat yang luar biasa ini. “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1Tes. 5:23).

 

Intinya adalah hidup tak bercacat sama artinya dengan hidup kudus di hadapan TUHAN. Pertanyaan kita adalah apakah arti hidup kudus itu? Ada beberapa arti dari hidup kudus atau tak bercacat, yakni:

 

Pertama, hidup tak bercacat adalah penurutan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang suka memberontak itu dikalahkan, dan suara Yesus membangkitkan sebuah kehidupan baru, yang melingkupi manusia secara keseluruhan. Orang-orang yang benar-benar dikuduskan tidak akan menjadikan pendapat mereka sendiri sebagai standar untuk menentukan yang benar dan salah. Mereka tidak menjadi fanatik atau merasa diri sendiri benar; tetapi mereka cemburu terhadap dirinya sendiri, selalu waspada, agar jangan sampai ada janji yang terlewatkan dari mereka, sehingga mereka harus mematuhi syarat-syarat sebagai dasar dari janji itu. 

 

Kedua, hidup tak bercacat yang dimaksud dalam Alkitab bukan berasal dari emosi yang kuat. Di sinilah banyak orang dituntun kepada kesalahan. Mereka menjadikan perasaan sebagai patokan mereka. Ketika mereka merasa gembira atau bahagia, mereka berkata bahwa mereka dikuduskan. Perasaan gembira atau tidak adanya sukacita bukanlah suatu bukti bahwa orang itu dikuduskan atau tidak. Tidak ada yang namanya pengudusan secara instan. Pengudusan sejati adalah pekerjaan sehari-hari, selalu berlanjut sepanjang kehidupan itu masih ada. Orang-orang yang bergumul dengan pencobaan setiap harinya, berusaha untuk mengalahkan kecenderungan mereka sendiri untuk berdosa, dan selalu mencari kesucian dalam hati dan kehidupan, tidak menjadi sombong oleh karena pengudusan itu. Mereka selalu lapar dan haus akan kebenaran. Dosa tampak di hadapan mereka sebagai hal yang sungguh-sungguh berdosa.

 

Ketiga, hidup tak bercacat tidak kurang dari kematian terhadap diri sendiri setiap hari dan penurutan kepada kehendak Tuhan setiap hari. Karena itu, pengudusan ALLAH yang kita terima harus dibalas dengan mematikan segala keinginan dan kemauan dosa dan kejahatan dalam diri kita setiap hari. 

 

Jika demikian adanya hidup kita di hadapan TUHAN bahwa hidup kita hidup tak bercacat lalu bagaimana kita menjaga agar hidup tak bercacat? Ada beberapa cara agar hidup kita tidak bercacat di hadapan TUHAN, yakni:

 

Pertama, bersukacitalah senantiasa (ay. 16). Sukacita adalah sebuah keyakinan yang teguh dalam hati bahwa Tuhan memegang kendali atas setiap detil kehidupan kita. Sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu pasti mendatangkan kebaikan, dan sebuah pilihan untuk memuji Tuhan dalam segala situasi. Berkat dan masalah itu seperti dua sisi mata uang, yang tidak mungkin terpisahkan satu dengan yang lainnya dalam hidup kita. Itu sebabnya sukacita kita tidak bisa didasarkan pada situasi kondisi yang kita alami. Sukacita kita harus didasarkan kepada iman terhadap janji Tuhan sehingga oleh pertolongan Roh Kudus kita bisa bersukacita senantiasa. Itulah kuasa yang diberikan oleh Tuhan menjadi hak kita anak-anak Tuhan. Hari ini, mintalah Roh Kudus memenuhi hidup Anda dengan sukacita yang sejati dari Tuhan. Bukan sukacita yang tergantung situasi atau kondisi, tetapi sukacita dalam segala keadaan, maka hidup Anda akan mengalami kemenangan demi kemenangan yang luar biasa dari Tuhan!

 

Kedua, tetaplah berdoa (ay. 17). Doa sebenarnya adalah sebuah percakapan antara seorang anak Allah dengan sang Bapa. Memang itu menunjukkan adanya hubungan antara kedua pihak. Hubungan yang baik membawa banyak percakapan, dan banyaknya percakapan seharusnya menunjukkan hubungan yang sehat. Walaupun demikian hubungan dalam hal ini adalah berbeda dengan hubungan antar manusia. Doa adalah komunikasi antara manusia dan sang Pencipta.Doa yang baik adalah doa yang disertai dengan rasa hormat, syukur, jujur, rendah hati dan berserah kepada Tuhan. Doa bukanlah sekedar “omong-omong”, “omong kosong” atau “nodong” seperti yang sering kita lakukan kepada teman dekat kita. Doa adalah sebuah kesempatan untuk manusia agar bisa mengutarakan isi hatinya dan mendengarkan pendapat Allah tentang hal itu. Doa adalah sebuah komunikasi dua arah yang perlu dilakukan setiap saat dan sesering mungkin. Setiap kali kita berdoa, kesulitan kita adalah dalam hal mendengar suara Tuhan. Kita bisa dan cenderung mendengar suara kita sendiri dan suara-suara lain yang mempengaruhi hati dan pikiran kita sehingga sukar untuk bisa mendengar suaraNya. Tetapi dalam setiap doa kita sebenarnya Tuhan selalu mendengar dan menjawab apa yang kita sampaikan karena Ia adalah Bapa yang baik. Ia senang jika kita mau menghampiri tahta-Nya.

 

Ketiga, mengucap syukurlah (ay. 18). Bicara mengenai mengucap syukur adalah hal yang gampang-gampang susah. Gampang jika kita mengucap syukur pada saat kita bahagia. Ketika kita mendapat promosi jabatan, membeli barang baru, segala sesuatunya berjalan sesuai harapan tentunya mengucap syukur bukanlah perkara sukar. Menjadi sulit ketika kita mengalami banyak masalah, pergumulan hidup yang begitu berat, kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan kita alami. Ketika hati kita bahagia, ketika hati kita sedih, mengucap syukurlah dalam segala hal.


Mengapa kita perlu mengucap syukur ?

1.  Karena Mengucap Syukur Adalah Kehendak Allah Mengucap syukur bukan kehendak teman kita, bukan kehendak pendeta, namun kehendak Allah didalam Kristus Yesus. Tuhan mau kita sebagai Anak Tuhan untuk mengucap syukur dalam segala hal. Ketika kita mengucap syukur, kita melakukan kehendak Allah.

2.  Mengucap Syukur Adalah Kunci Kebahagiaan. Kekayaan tidak dapat memberi kita kebahagiaan, begitu pula dengan jabatan, kepandaian, kekuatan kita. Jika uang menjadi tolak ukur kebahagiaan, Adolf Merckle tidak akan menabrakan dirinya di kereta, jika ketenaran dapat menjamin kebahagiaan, tentunya para selebritis tidak ada yang depresi. Kunci kebahagiaan adalah selama kita mensyukuri hidup ini. Ketika kita mengucap syukur, kita membuka diri untuk bahagia.

3.  Menjadi Pribadi yang Positif. Orang yang mengucap syukur dalam segala hal adalah orang yang senantiasa membangun dirinya ke arah yang lebih baik. Melihat segala sesuatu pada sisi yang benar, setiap kejadian yang ada entah baik atau buruk tidak melemahkan dia, namun selalu berdampak positif.

 

Keempat, jangan padamkan Roh (ay. 19). Tuhan mau agar roh kita menyala-nyala senantiasa. Dan jika kita senantiasa disadarkan dan diingatkan bahwa dalam diri kita ada Roh Kudus, maka kita tidak akan sembarangan dalam berpikir, berkata, dan bertindak. Kita tidak akan sembarangan dalam berbicara (Yak. 3:6-11), melainkan kita akan mengeluarkan kata-kata pujian, kata-kata positif, kata-kata yang membangun dan menguatkan, kata-kata yang menghibur dan memberi semangat.

 

Kelima, ujilah segala sesuatu (ay. 21). Pengujian adalah sebuah tindakan yang perlu dilakukan untuk mengarahkan kita kepada keyakinan akan keaslian atau kepalsuan atas suatu, dan atas sebuah pernyataan maupun suatu pengajaran. Sama seperti seorang ahli yang perlu menguji kemurnian sebuah logam emas melalui cara dipanaskan hingga terlihat kemurniannya. Lewat sebuah pengujian, maka barulah kita benar-benar mengetahui keasliannya. Begitu pula ketika kita diperhadapkan dengan seseorang dengan segala nubuatan, ajaran dan pemikirannya. 

 

Rasul Paulus merasa perlu menuliskan suratnya kepada jemaat di Tesalonika yang hidup di tengah-tengah berkembangnya berbagai ragam pengajaran, khususnya dari kaum gnostik yang memiliki pemahaman yang sangat bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh rasul Paulus sebelumnya, khususnya tentang hari Tuhan dan lain-lain. Maka dari sini, lahirlah surat kepada jemaat Tesalonika ini untuk meluruskan mereka dari segala kebingungan dan kegelisahan. Satu kalimat tegas yang ditulis kepada jemaat Tesalonika adalah agar mereka selalu menguji segala sesuatu terlebih dahulu.

 

Tuhan memeringatkan kita agar menguji terlebih dahulu segala sesuatu yang ditawarkan kepada kita. Pengetahuan dan kemampuan yang kita miliki seharusnya membuat kita cakap untuk menguji segala sesuatu terlebih dahulu. Namun sayangnya, seringkali banyak umat Tuhan yang masih begitu mudah terkagum-kagum akan sesuatu hal, yang dilihatnya hanya baru dari sisi luarnya saja, tanpa mengujinya terlebih dahulu. Dan hal pengujian ini bukan ditujukan hanya pada pengajaran-pengajaran rohani semata-mata, namun pada setiap aspek kehidupan. Jelilah dalam segala sesuatu! 

 

Keenam, jauhlah diri dari segala kejahatan (ay. 22). Selain yang baik, di dunia ini juga banyak KEJAHATAN. Kejahatan tidak mungkin hilang dari dunia ini. Namun kita harus punya sikap terhadap kejahatan itu. Dalam bahasa Inggris disebutkan "Abstain from every form of evil", artinya tidak memilih dari segala bentuk kejahatan. Bisa saja kita berada di tengah dunia yang jahat namun kita tidak melakukan kejahatan. Sama seperti ikan di laut. Setiap hari berada dalam air asin namun tubuhnya tidak terasa asin. Kita berada di tengah SERIGALA namun sikap kita menjadi DOMBA.

 

Jauhilah Kejahatan! Kita semua adalah anak-anak Allah yang dipanggil dan ditetapkan berbuah yang baik (Yoh 16:15) atau anak-anak terang (Ef. 5:8). Kita adalah ranting-ranting yang tumbuh dari pokok pohon anggur yang benar, yaitu Yesus Kristus. Anak-anak Tuhan harus menghasilkan buah yang terbaik dan harus kuat melawan kejahatan. Anak-anak Tuhan mengalahkan kejahatan bukan dengan kekerasan atau perlawanan dengan senjata namun mengalahkan kejahatan dengan perbuatan baik. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! Karena itu, berjuanglah terus untuk hidup tidak bercacat di hadapan TUHAN. (rsnh)

 

Selamat Merayakan Advent III!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...