Renungan hari ini:
“AMPUNILAH DAN KAMU AKAN DIAMPUNI”
Lukas 6:37 (TB2) "Janganlah kamu menghakimi, dan kamu pun tidak akan dihakimi. Janganlah menghukum, dan kamu pun tidak akan dihukum. Ampunilah dan kamu akan diampuni"
Luke 6:37 (NET) “Do not judge, and you will not be judged; do not condemn, and you will not be condemned; forgive, and you will be forgiven"
Hidup ini penuh dengan lika-liku. Terkadang kita menyakiti dan disakiti. Jika kita disakiti, maka segeralah mengampuni agar kita juga diampuni. Dalam konsep pengampunan yang Tuhan bagikan, hari ini kita akan diingatkan kembali tentang sudut pandang yang sangat banyak tentang apa itu pengampunan. Nas hari Ini merupakan bagian ayat yang harus kita selidiki dan pahami dengan utuh. Kita tidak bisa mempunyai pengertian yang cuma satu bagian tanpa melihat keseluruhan dari Kitab Suci. Memahami hal ini mesti melihat kerangka yang utuh bahwa keadilan, penghakiman dan kekudusan Tuhan tidak boleh diabaikan. Maka kita tidak bisa menganggap penghakiman sebagai sesuatu yang tidak boleh dilakukan karena ini adalah perintah dari ayat 37.
Kita mesti melihat ayat 37 dengan kesatuan bagian yang lain dan tidak ada bagian dalam kitab suci yang mengijinkan kita meremehkan keadilan Tuhan dan penghakiman Tuhan. Itu sebabnya menghakimi itu wajib dikerjakan, memberikan penghakiman itu harus. Tetapi Tuhan Yesus mengingatkan penghakiman mesti dikerjakan dengan 2 hal, yaitu:
Pertama dengan pola atau prinsip yang mutlak dan benar. Kalau kita tidak punya prinsip yang mutlak dan benar, kita tidak boleh menjadi hakim. Kalau kita tidak tahu batasan mana benar, mana salah, kita tidak boleh memutuskan perkara seseorang itu benar atau salah. Kalau kita sendiri sangat kabur tentang mana kehendak Tuhan dan mana yang Tuhan benci, maka kita tidak boleh menjadi hakim dalam perkara siapa pun. Inilah hal pertama, Tuhan Yesus mengingatkan untuk memiliki penghakiman yang benar, jangan berdasarkan apa yang kelihatan oleh matamu sendiri, ini dikatakan di dalam Injil Yohanes.
Kedua, selain kita memiliki prinsip atau konsep tentang mana yang benar dan mana yang salah, mana yang tepat mana yang tidak, kita harus mengetahui yang kedua, yaitu penghakiman diberikan setelah sebelumnya sudah ada peringatan dan belas kasihan. Tuhan menghakimi pada zaman akhir nanti, setelah sebelumnya Dia memberikan peringatan dan belas kasihan. Waktu peringatan dan belas kasihan-Nya ditolak, maka manusia harus masuk dalam penghakiman. Tuhan tidak membiarkan manusia tanpa pilihan dan tanpa kesempatan. Tuhan tidak pernah biarkan manusia tanpa ada kemungkinan untuk keluar dari keberdosaannya. Setelah kemungkinan ini pun manusia tolak, maka penghakiman harus datang, setelah seruan pertobatan pun ditolak maka penghakiman pun harus datang. Jadi penghakiman mutlak harus ada. Dan kita pun harus menghakimi dengan standar yang benar dan dengan keseimbangan kasih, anugerah dan peringatan. Tetapi yang dimaksudkan di dalam ayat 37 adalah penghakiman itu harus dilihat dari sisi yang lain lagi. Maka sekarang kita masuk dalam ayat 37, penghakiman dikerjakan bukan dengan “saya menjadikan diri saya standar”, tapi “saya menjadikan Firman Tuhan sebagai standar”. Tapi itu belum cukup karena ayat 37 mengatakan “jangan menghakimi, jangan menghukum, ampunilah”, ini berarti Tuhan menuntut kita tidak selalu menempatkan diri kita sebagai orang yang menghakimi atau orang yang sedang kena kesulitan karena kejahatan orang lain.
Kita mesti memikirkan sudut pandang yang lain yaitu kita pun bisa dalam keadaan perlu anugerah, perlu pengampunan. Ini hal pertama yang Tuhan ajarkan, kekuatan mengampuni itu datang dari pengertian bahwa kita bisa dalam posisi perlu anugerah. Waktu orang datang kepada kita dan mengatakan “ampuni saya”, kita ingat kali ini dia yang datang kepada kita, tapi nanti ada waktu di mana kita yang perlu mengemis-ngemis minta ampun kepada orang lain. Ini hal pertama yang Tuhan ajarkan dalam ayat 37. Dan ini hanya mungkin kalau kita mempunyai kejelasan tentang kesalahan orang “saya tahu orang itu bersalah dan saya tahu saya sudah dirugikan. Tapi sebelum saya memberikan penghakiman apa pun saya mesti pikir pernahkah saya pun dalam keadaan perlu belas kasihan. Itu sebabnya Tuhan Yesus pernah memberikan contoh tentang satu orang yang pernah pinjam uang sama raja. Dia tidak ingat waktu keadaan dia sedang mengemis-ngemis memohon untuk mendapatkan pengampunan. Maka Tuhan mengingatkan kepada kita dalam usaha mengampuni bagaimana kita mempunyai kekuatan mengampuni adalah merenungkan hal ini “saya berada dalam posisi perlu belas kasihan”. Apakah ada orang di sini yang belum mengerti ada dalam posisi minta belas kasihan? Karena tidak mungkin kita tidak pernah mengalami ini, kita pasti pernah mengalaminya waktu datang kepada Tuhan. Waktu datang kepada Tuhan dengan penuh dosa, kita mengatakan “Tuhan, ampuni dosa saya”. Di dalam Mazmur dikatakan “jika Engkau mengingat-ingat dosaku ya Tuhan, aku pasti binasa. Jika Tuhan timpakan kepadaku apa yang layak karena dosa saya, saya pasti binasa”. Jadi ini adalah permohonan belas kasihan, Saudara datang kepada Tuhan dengan mengemis, dengan minta mohon Tuhan ampuni. Orang kalau sudah berdosa kemudian datang, tidak mungkin berani mengucapkan kalimat-kalimat terlalu tinggi kepada Tuhan, dia akan rendahkan diri kemudian mengatakan “Tuhan, ampuni saya orang berdosa ini”.
Maka hal yang Tuhan bagikan untuk kita mempunyai kemampuan untuk mengampuni adalah kita mengambil posisi orang yang bersalah, bukan ambil posisi orang yang sedang berhak memberikan penghakiman apa pun. Ini pengertian yang di kandung di dalam kalimat “jangan menghakimi”. Maksud menghakimi adalah jangan terus pikir menentukan nasib orang, sekali-kali pikir bahwa dirimu pun bisa dalam posisi mendapatkan atau memohonkan belas kasihan dari orang lain. Karena itu, hindarilah menghakimi tetapi bukalah sikap yang mudah mengampuni orang lain. (rsnh)
Selamat berakhir pekan dan besok kita beribadah kepada TUHAN