Renungan hari ini:
“NUBUAT DAN TEGURAN BAGI ORANG YANG MEMBANGKANG ALLAH”
Yesaya 29:16 (TB2) Semua kamu putarbalikkan! Dapatkah tukang periuk dianggap sama seperti tanah liat? Dapatkah yang dibuat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"? Dapatkah yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"?
Isaiah 29:16 (NET) Your thinking is perverse! Should the potter be regarded as clay? Should the thing made say about its maker, “He didn’t make me”? Or should the pottery say about the potter, “He doesn’t understand”?
Nas hari ini merupakan bagian dari nubuat dan teguran yang disampaikan oleh nabi Yesaya terhadap kaum yang membangkang terhadap Allah dan menganggap diri mereka lebih tinggi daripada Pencipta. Ayat ini mengecam sikap sombong dan pemberontakan manusia terhadap Allah, dengan menggunakan perbandingan tukang periuk dan tanah liat. Dalam budaya kuno, tukang periuk adalah seorang pengrajin yang membentuk dan menciptakan sesuatu dari tanah liat. Perbandingan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bahwa manusia seharusnya tidak sombong dan menganggap diri mereka lebih tinggi daripada Pencipta. Sebagaimana tanah liat tidak memiliki hak untuk mempertanyakan tukang periuk yang membentuknya, demikian pula manusia seharusnya merendahkan diri di hadapan Allah sebagai Pencipta.
Ayat ini mengandung pesan teologis tentang ketaatan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Pesan ini menunjukkan bahwa manusia seharusnya mengakui ketergantungannya kepada Allah, tidak sombong, dan menghormati peran-Nya sebagai Pencipta. Ini adalah bagian dari serangkaian pesan nabi Yesaya yang menyerukan pertobatan dan ketaatan kepada umat Israel pada masanya.
Apa yang perlu direnungkan dari nas hari ini? Nas hari ini mengandung serangkaian pertanyaan retoris yang mengajak orang untuk merenung dan mempertimbangkan kedudukan dan hubungan antara manusia dengan Pencipta, Allah. Beberapa hal yang dapat direnungkan dari pernyataan ini adalah:
Pertama, ketidakpatutan manusia untuk membangkang Allah. Pernyataan ini menyoroti ketidakpatutan manusia untuk membantah atau meragukan peran Allah sebagai Pencipta. Analogi tukang periuk dan tanah liat menekankan bahwa manusia seharusnya tidak sombong atau membangkang terhadap Allah, melainkan harus mengakui ketergantungan dan keterbatasannya.
Kedua, kerendahan hati dan ketaatan. Pesan ini mengajak orang untuk memiliki sikap kerendahan hati dan ketaatan di hadapan Allah. Tanah liat tidak dapat bersikap sombong terhadap tukang periuk yang membentuknya, begitu pula manusia seharusnya tidak bersikap angkuh terhadap Allah yang menciptakan mereka.
Ketiga, kesadaran akan Pencipta dan Penciptaan. Pernyataan ini mengajak untuk merenungkan bahwa manusia seharusnya sadar akan keberadaan Allah sebagai Pencipta dan pengaruh-Nya dalam penciptaan manusia. Ketidakmampuan benda yang diciptakan untuk berbicara atau meragukan penciptanya menekankan bahwa manusia seharusnya menghormati dan mengakui peran Allah dalam penciptaan mereka. Karena itu, dengan renungan ini, kita diharapkan dapat lebih memahami hubungan kita dengan Allah, meningkatkan kerendahan hati, dan merespons panggilan untuk hidup dalam ketaatan dan pertobatan. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN