Kamis, 23 Desember 2021

KOTBAH MALAM NATAL Jumat, 24 Desember 2021 “BERNYANYILAH BAGI TUHAN (Mazmur 147:1-11)

 KOTBAH MALAM  NATAL 

Jumat, 24 Desember 2021

 

BERNYANYILAH BAGI TUHAN

Kotbah: Mazmur 147:1-11  Bacaan: Matius 1:18-23




 

 

Malam ini kita merayakan Malam Natal tat kala Yesus lahir di kandang domba di Betlehem. Ada banyak kenangan dan inspirasi atas peristiwa ini bagi kita sekarang. Peringatan ini tidak berlalu begitu saja tetapi harus membawa makna bagi kita sekarang. Dalam Malam Natal ini akan membahas tema “Bernyanyilah bagi TUHAN”. Bernyanyi bagi TUHAN adalah bentuk pemujian dan penyembahan kepada TUHAN melalui nyanyian. Dalam menyanyi kita sedang mengekspresikan pujian dan penyembahan kita kepada TUHAN. Karenanya, bermazmur dan bernyanyi bagi Tuhan, serta memuji Tuhan harus menjadi gaya hidup kita. 

 

Memuji Tuhan adalah sesuatu yang baik, indah, dan layak. Bagaimana kita harus bernyanyi? Kita bernyanyi dengan ucapan syukur. Hal ini memiliki arti bahwa nyanyian kita harus benar-benar kita jiwai, yakini, dan secara tulus dinyanyikan. Tuhan ingin kita memuliakan-Nya dengan pujian yang lahir dari hati kita (Mat. 15:8). Sebagai seorang ayah, suami, istri, teman, kita selalu bahagia ketika tahu anak, istri, suami, atau teman kita mengucapkan pujian atau rasa terima kasih dengan tulus dari hati mereka.

 

Alkitab tidak meminta kita untuk menyanyi bagus, tapi menyanyilah dengan nyanyian syukur. Ada orang yang sengaja datang telat ke ibadah sehingga melewatkan puji-pujian. Mereka berpikir bahwa mereka datang untuk yang paling utama yaitu firman Tuhan. Itu adalah salah. Kita butuh prinsip untuk pikiran kita dan musik untuk hati kita. Kita perlu menyembah Tuhan. Musik menginspirasi dan menyegarkan kita. Musik dan penyembahan memiliki kuasa penyembuhan dan pemulihan.

 

Memuji Tuhan dalam nyanyian memberikan tiga  manfaat yang berharga kepada kita, yaitu: Pertama, nyanyian memberikan kepada kita kata-kata pujian yang “sudah ada”. Sering kali kita kehabisan kata-kata ketika kita memuji Tuhan. Tetapi dengan adanya nyanyian yang sudah ada, kita bisa menaikkan pujian pengagungan kepada Tuhan.  Kedua,menyanyi akan membantu kita menyatu dalam pujian. Kita menyanyikan kata-kata yang sama, dengan kecepatan yang sama, lagu yang sama, dan pada waktu yang sama. Dan hal itu mempunyai efek yang dinamis dalam memuji Tuhan! Ketiga, memuji dengan nyanyian menolong kita terlepas dari tekanan ataupun masalah.

 

Iman Kristen adalah iman yang selalu memuji-muji Tuhan,-iman yang tidak bisa dipisahkan dari menyanyi/nyanyian. Tidak ada iman di dunia ini yang menyanyi seperti iman Kristen menyanyi. Agama Kristen tentunya memang bukan satu-satunya agama yang menggunakan musik. Peran spiritual musik secara universal memang ada pada hampir semua agama, dimanifestasikan dalam praktik-praktik hampir semua agama. Agama-agama lain juga menyanyi dan memiliki beragam bentuk musik, tetapi tidak ada iman yang penuh getaran, menyanyi dengan penuh suka-cita seperti agama Kristen. Kita memiliki lagu-lagu pujian yang terbaik dibandingkan dengan tradisi iman yang lain di bumi ini. Ada lebih banyak lagu tentang Yesus daripada tentang tokoh-tokoh atau tema-tema lain, bahkan tentang lagu-lagu dengan tema cinta. Ini merupakan salah satu keunikan dari agama Kristen dan agama Yahudi, sebagai a singing faith.

 

Sejarah Nyanyian dalam Ibadah Kristen

Sebenarnya, bagaimana sih asal muasalnya kebiasaan bernyanyi dalam Gereja? Apakah ada tertulis di Alkitab? Sebelum kedatangan Yesus Kristus, bernyanyi bagi Allah sudah dilakukan oleh para Nabi besar. Ada banyak sekali ayat-ayat yang memperlihatkan kebiasaan umat Tuhan menyanyi untuk memuji Allah sang Pencipta Alam.

 

Sepanjang Perjanjian Lama, nyanyian sepenuh hati kepada Tuhan yang dilakukan oleh para orang saleh menjadi bagian penting dalam mengungkapkan syukur kepada Allah karena kuasa penebusan-Nya. Bukti yang paling kelihatan adalah dalam Kitab Mazmur yang berisi nyanyian Raja Daud.

 

Kebiasaan bernyanyi oleh Raja Daud juga bisa kita lihat di Kitab 2 Samuel 6:5, yang menceritakan bahwa ketika Allah melepaskan Raja Daud beserta seluruh kaum Israel dari cengkeraman musuh-musuhnya, mereka menari-nari di hadapan Allah dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian dan berbagai macam alat musik. Raja Daud tidak hanya mendendangkan nyanyian pada saat dia senang, tetapi pada saat dia menyampaikan kesedihannya kepada Allah-pun, dia mengekspresikannya dengan bernyanyi (2 Sam.1:17).

 

Pada zaman Musa, menyanyi juga sudah menjadi kebiasaan bangsa Israel jika ingin memuji Tuhan (Kel. 15:1). Pada waktu itu Musa bersama-sama dengan orang Israel menyanyikan nyanyian ini bagi TUHAN yang berbunyi: “Baiklah aku menyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut”).

 

Ketika bangsa Israel mendapati sumur yang ditunjukkan Tuhan kepada Musa, mereka juga bersuka-cita dengan bernyanyi (Bil. 21:17 dan Hakim-hakim 5 di mana Debora dan Barak menyanyi untuk Tuhan, Allah Israel. Nyanyian Debora dan Barak adalah nyanyian pujian kepada Allah (Hak. 5:3) karena kemurahan-Nya dan tindakan-Nya yang adil demi Israel (Hak. 5:11).

 

Selain ayat-ayat di atas, dalam Yesaya 26:1-21 juga diceritakan bahwa karena yakin Allah akan melaksanakan rencana penebusan-Nya, orang-orang kudus bersorak-sorak dalam pujian dan doa. Nyanyian mereka adalah tentang kemenangan Allah dalam membinasakan seluruh kejahatan dan menetapkan kerajaan-Nya. Yesaya 42:10 berbunyi : Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN dan pujilahDia dari ujung bumi! Baiklah laut bergemuruh serta segala isinya dan pulau-pulau dengan segala penduduknya.

 

Pada Abad Pertengahan, musik gereja/rohani tidak berkembang karena menyanyi tidak dijadikan bagian penting/sentral dari ibadah. Jemaat yang beribadat juga tidak banyak menyanyikan lagu pujian di dalam ibadah. Musik dan puji-pujian didominasi paduan suara yang kebanyakan terdiri dari para rahib atau imam. Jemaat tidak dilibatkan dalam puji-pujian, karena semua lagu dinyanyikan dalam bahasa Latin, yang hanya dimengerti para klerus. Karakteristik musik gereja di zaman pra reformasi adalah semua lagunya dinyanyikan dalam bahasa Latin, sehingga jemaat tidak mengerti arti dan makna lagu. Hanya para klerus yang mengerti arti lagu. Musik paduan suara juga seringkali rumit dan sukar untuk dimengerti. Dalam kehidupan sehari-hari jemaat juga tidak diajarkan dan didorong untuk menyanyi memuji Tuhan. Menyanyi tidak dijadikan budaya popular.

 

Baru pada saat terjadi Reformasi Protestan, ada revolusi dan pembaharuan besar-besaran dalam dunia musik. Reformasi Protestan membuat perubahan dan pembaharuan besar dalam musik gereja. Protestantisme menjadikan menyanyi dan musik sebagai budaya populer. Partisipasi jemaat dalam menyanyi dan pengembangan musik meningkat secara drastis. Lagu-lagu baru diciptakan dan dianjurkan untuk dinyanyikan dalam bahasa lokal oleh seluruh umat, baik di dalam ibadah gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Musik dikembangkan dan dimodifikasi. Reformasi Protestanlah yang  menciptakan musik vokal dengan klasifikasi/inovasi soprano, alto, tenor dan bass.

 

Martin Luther, Bapa Protestantisme, menekankan pentingnya musik dan menegaskan ada kuasa di dalam musik (lagu puji-pujian).  Luther mengajarkan bahwa puji-pujian orang percaya bisa mengusir setan. Bagi Luther, selain untuk memuji dan memuliakan Allah Tritunggal, musik juga merupakan alat (senjata) untuk peperangan rohani melawan setan dan roh-roh jahat. Musik bagi Luther merupakan sarana mengajarkan kebenaran Firman Tuhan (doktrin); sarana untuk pembinaan/penguatan iman; sarana penginjilan dan sarana untuk kebangunan rohani jemaat.Menurut Luther, Setan tahu ada kuasa dalam setiap pujian kepada Tuhan, sehingga ia berusaha menipu kita agar tidak menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan. Sedang bagi Calvin, musik sungguh merupakan “buah-buah roh yang menyenangkan dan lezat”. Sejak Luther sampai sekarang, musik menjadi salah satu aspek paling penting dalam ibadah dan kehidupan jemaat. Dengan musik, teologia kita dinyanyikan dan juga dibaca.

 

Reformasi juga berarti kebangunan dan kelahiran musik rohani. Reformasi berkobar dalam iman yang hidup dan penuh dengan kuasa Allah, dalam Mazmur, himne-himne (nyanyian pujian untuk Tuhan), lagu-lagu rohani dan eksplorasi iman yang alkitabiah karena revitalisasi kotbah ekspositoris. Kebangunan dan kemajuan musik rohani yang hebat selalu melahirkan dan mengiringi kebangunan rohani di seluruh dunia. Iman membawa orang untuk memuji Tuhan.

 

Pertanyaan kita sekarang adalah apakah makna dari bernyanyilah bagi TUHAN pada malam Natal ini?

 

Pertama, iman yang biblikal adalah iman yang menyanyi. Dari sejak awal Kekristenan, menyanyi telah memainkan peran utama dalam ibadah Kristen. Bahkan, dalam masa-masa Perjanjian Lama, menyanyi/lagu-lagu merupakan cara untuk mendeklamasikan sejarah Israel. Lagu pertama yang dicatat dalam Alkitab (dalam Keluaran 15) adalah lagu Nabiah Miriam yang merayakan kemenangan Allah dan kekalahan tentara Mesir di Laut Merah. Nyanyian itu untuk mengingatkan orang tentang siapa Tuhan itu, apa yang telah Dia lakukan dan apa yang Dia janjikan untuk dilakukanNya di masa depan. Musik di dalam Alkitab selalu positif, menyatakan kasih, suka-cita, perayaan, kemenangan, ucapan syukur, kekaguman, pujian, penyembahan dan hormat bagi Tuhan. Musik di dalam Alkitab tidak pernah digunakan untuk hal-hal dan tujuan negatif.

 

Kedua, menyanyi merupakan perintah Alkitab (ay. 7). Alkitab memerintahkan kita untuk menyanyi bagi Tuhan. Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk menyanyi. Tuhan ingin kita menyanyikan lagi-lagu puji-pujian untuk-Nya. Ini bukan pilihan atau anjuran, tetapi perintah. Tidak peduli bagus atau tidak bagus suara kita, tidak peduli berapa usia kita, kita harus menyanyi memuji Tuhan. Tidak ada prasyarat-prasyarat. Lagu gereja harus dinyanyikan setiap orang. Dalam Perjanjian Lama, menyanyi merupakan perintah penting dalam setiap ibadah di dalam rumah Tuhan. Kaum Lewidiperintahkan untuk menyanyi dan memimpin umat dalam pujian; dan jemaat diharapkan untuk untuk ikut dalam nyanyian tersebut. Ada banyak ayat Mazmur yang memerintahkan umat untuk menyanyi (Mzm. 64:4; 96:1-2; 105:2; 149:1). Rasul Paulus mendorong Gereja Perjanjian Baru untuk menyanyi (1 Kor. 14:26; Ef. 5:19; Kol. 3:16). “Dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam Mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati (Ef. 5:19). Jadi karena perintah biblikal ini, kekristenan menjadi iman yang menyanyi. Dari sejak zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sampai sekarang, Gereja Tuhan telah selalu dan akan selalu menjadi iman yang menyanyi. Masalahnya bukanlah pada suara kita (apa kita punya suara bagus atau tidak?), tetapi pada lagu kita (apa kita punya lagu yang biblikal untuk dinyanyikan?).

 

Karena itu, Alkitab penuh dengan musik, lagu/nyanyian, refrein-refrein dan pujian yang dinyanyikan berulang-ulang. Alkitab penuh dengan senandung pujian kepada Tuhan. Kehidupan Kristen bergema/menggema melalui nyanyian. Kehidupan yang kita dapatkan dalam Kristus naik dan keluar dalam nyanyian/lagu.

 

Seruan para Rasul agar kita senantiasa menyanyi memuji Tuhan menggambarkan/merefleksikan satu cara penting orang Kristen mengungkapkan kehidupan yang penuh dengan Roh Kudus. Nyanyian merupakan manifestasi penting persekutuan Kristen (koinonia) untuk menggambarkan kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Menyanyi  merupakan bentuk vital dari pujian kita. Menyanyi itu sebuah bentuk doa. St.Agustinus berkata,’Orang yang menyanyi itu berdoa dua kali’.”

 

RENUNGAN

 

Pertama, Gereja harus selalu menjadi gereja yang menyanyi, karena lagu-lagu pujian kita merupakan ungkapan curahan hati kita yang bersuka-cita. Tetapi menyanyi jangan hanya dibatasi di dalam ibadah gereja saja, tetapi harus menjadi gaya hidup normatif sehari-hari umat Kristen. Karena kita bisa menyanyi di mana saja, kita bisa mengungkapkan kasih kita kepada Tuhan dimana juga. Itu berarti kita bisa menyembah Tuhan di kamar mandi. Kita bisa menyembahNya pada saat bekerja di kebun, pada saat menyuci piring, menyuci baju, atau pada saat dalam perjalanan ke kantor.

 

Kedua, Gereja yang dipenuhi Roh Kudus akan menjadi gereja yang penuh penyembahan. Orang Kristen yang penuh dengan Roh Kudus akan menjadi orang Kristen penuh penyembahan. Tuhan akan memanifestasikan kehadiran dan kemuliaanNya dengan cara yang unik kalau umatNya datang berkumpul menghormati namaNya dan memujiNya. Alkitab berkata,”Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”  (Mat 18:20). Alkitab juga berkata bahwa Tuhan bersemayam dan tinggal dalam puji-pujian umatNya (Maz 22:3).

 

Ketiga, Gereja tanpa nyanyian ibarat sayuran tanpa garam. Bagaimana rasanya kalau dalam sebuah ibadah di Gereja tanpa ada nyanyian dikumandangkan? Pasti sebagian besar dari kita akan bertanya-tanya dan menggerutu. Kalau tak ada nyanyian bisa sepertiga dari yang hadir akan mengantuk saat mendengar firman Tuhan.

 

Keempat, seberapa sering kita bernyanyi untuk Tuhan? Marilah kita menjadi umat-Nya yang suka bernyanyi, memuji, dan bermazmur bagi Tuhan. Kiranya menyanyi untuk TUHAN menjadi gaya hidup kita, sebab Ia telah mengaruniakan keselamatan, menyembuhkan kita, mengenal kita secara pribadi. Bernyanyilah untuk kemuliaan nama Tuhan, sebuah nyanyian memiliki kuasa dan sebuah nyanyian bisa mengubahkan kehidupan seseorang. Mulailah dengan sebuah nyanyian kecil dan berserulah dengan sepenuh hati kepada Tuhan. Angkatlah suaramu dan nyatakan kerinduanmu kepada-Nya. Karena itu, bernyanyilah untuk TUHAN setiap saat. (rsnh)

 

Selamat Malam Natal 24 Desember 2021 bagi kita semua!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...