KOTBAH MINGGU XVII SETELAH TRINITATIS
Minggu, 09 Oktober 2022
“IMAN YANG MENYELAMATKAN”
Kotbah: Lukas 17:11-19 Bacaan: 2 RAJA 5:1-14
Minggu ini kita memasuki Minggu Ketujuhbelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Iman yang Menyelamatkan”. Ada banyak iman di dunia ini, tetapi hanya satu yang mampu menyelamatkan kita, yakni: iman kepada Yesus Kristus. Dengan beriman kepada Yesus Kristus maka kita akan mendapatkan keselamatan kekal. Namun terkadang mempelajari iman bagi seseorang begitu sulit sekali, mungkin karena merasa berdosa, merasa itu tidak mungkin dan tidak layak, dan merasa seolah-olah iman hanya milik para pendeta atau penginjil, dan lebih parahnya kuasa iman dikira hanya pada Zaman Tuhan Yesus hadir di dunia, akibatnya kebodohan rohani kian menjadi-jadi. Kebodohan rohani membuat orang tidak bisa menangkap maksud Allah, membaca Firman Tuhan hanya berlalu begitu saja tanpa harapan. Pemberitaan Firman yang tidak merubah apa-apa keculai hanya perintah yang tak bermakna. Alkitab adalah sumber Iman yang kalau digali, kita akan mampu menarik kuasa Allah dari surga ke bumi, bagi hidup kita dan bagi hidup orang lain.
Dalam perikop kotbah Minggu ini, kita melihat bagaimana seorang beriman diselamatkan dan disembuhkan Yesus. Yesus menyembuhkan orang-orang sakit karena Dia ingin membuat hati mereka berkobar-kobar dengan api cinta kepada-Nya. Cerita tentang sepuluh orang kusta ini adalah sebuah contoh yang baik sekali tentang kebenaran ini. Yesus menyembuhkan orang-orang kusta ini tidak hanya karena Dia mengasihi mereka, melainkan juga karena Dia ingin mengundang mereka untuk masuk ke dalam suatu relasi dengan diri-Nya. Dia ingin membuka mata mereka agar dapat melihat realitas hidup dengan Allah sehingga mereka lebih berhasrat lagi hidup di dunia ini dan menjadi murid-murid-Nya.
Jika kita mendalami perikope Minggu ini, maka kita akan mendapatkan beberapa pelajaran penting dalam keberimanan kita kepada Yesus, Yakini:
Pertama, setiap orang berhak meminta belas kasihan. Dalam perikope Minggu ini terlihat adanya sepuluh orang berpenyakit kusta, dan menjumpai Yesus (ay. 12). Mereka berdiri agak jauh dan berteriak (ay.12 dan 13a), karena memang adat istiadat mengharuskan mereka memisahkan diri dari orang lain dan memberikan tanda bahwa mereka sakit kusta (dalam Bahasa aslinya, penyakit kusta ini merujuk kepada virus yang menyebabkan penyakit pada kulit dan tubuh manusia). Mereka meminta belas kasihan Tuhan Yesus. Ketika orang yang berpenyakit virus ini meminta belas kasihan Yesus, maka Yesus memandang mereka dan berkata, “Pergilah dan perilihatkan dirimu kepada imam-iman”. Ketika mereka dalam perjalanan mendatangi imam-imam, mereka menjadi sembuh (ay. 14).
Gambaran “sakit kusta” (baca: virus) adalah gambaran paling menyedihkan berkenaan dengan hidup manusia, karena “sakit kusta” adalah sakit yang paling membahayakan pada saat itu. Sakit yang tidak ada obat dan penawarnya, sakit yang dapat menghilangkan dan mencopot satu persatu bagian tubuh, dan sakit yang pasti akan membawa seseorang kepada kematian, sehingga “sakit kusta” menjadi sakit yang paling ditakuti, harus dipisahkan dari orang lain karena dianggap paling menular, bahkan dianggap penyakit yang paling “buruk” dan paling identik dengan sakit hukuman karena terlalu banyak dosa.
Kendati kita punya banyak penyakit dan dosa, tetapi sebagai orang beriman kita harus berusaha berjumpa dengan Yesus. Pada teks kotbah ini digambarkan mengenai pribadi orang-orang percaya yang telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus.
Orang-orang percaya adalah bukan orang-orang yang sempurna, tetapi pada mulanya dia adalah manusia “berpenyakit kusta”. “Penyakit kusta” adalah “dosa” yang melilit hidup kita. Dosa membuat kita menjadikan diri sebagai mahluk tidak sempurna, berada dalam kelemahan, “terpisah dari Allah”, berpotensi kehilangan kesempatan untuk hidup, dan akhirnya dijemput maut? Dan hanya karena karya firman Allah yang hidup, yaitu Tuhan Yesus melalui pengorbanan di atas kayu saliblah kita dapat menjadi tahir, dipulihkan, diselamatkan, dan diangkatnya menjadi anak-anak Allah (baca Yoh. 1:12).
Karya Tuhan Yesus untuk menjadikan kita tahir, dipulihkan, diselamatkan, dan diangkatnya menjadi anak-anak Allah, adalah berkat luar biasa besar dalam hidup kita. Bahkan kasih-Nya telah dilakukan “sebelum kita sampai kepada imam-imam”. Kasih-Nya telah dilakukan ketika kita masih berdosa. Ingatlah firman Tuhan dalam Roma 5:8 yang menyatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.
Firman Tuhan hari ini menegur kita secara keras, bahwa manusia adalah pribadi satu-satunya penerima berkat paling istimewa dari Allah, tetapi seringkali kita melupakannya dan sulit bersyukur di hadapan Allah.
Kedua, saat kita diselamatkan, tersungkurlah di hadapan Yesus untuk mengucap syukur. Menarik apa yang terjadi dan respon dari satu dari sepuluh orang sakit kusta, seorang Samaria yang kembali, tersungkur, dan mengucap syukur kepada Yesus (ay. 15-16), dan memuliakan Allah (ay. 18). Firman Tuhan hari ini menolong kita untuk mengerti bahwa kita, orang-orang percaya harus merespon secara benar, karya dan berkat keselamatan yang telah Tuhan lakukan dalam hidup kita. Apa yang harus kita lakukan? “… kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya.. (ay.15c-16a).
Kata “kembali kepada Yesus” menunjukkan suatu sikap kita mengubah arah hidup, sebagai manusia baru. Manusia yang tidak lagi berorientasi kepada dosa, dan keinginan-keinginan duniawi, tetapi manusia “baru” yang berorientasi kepada Kristus, menjadi hamba-Nya, dan melayani Dia, sebagaimana dituliskan dalam Galatia 2:20 yang menyatakan, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”.
Kata “tersungkur” mengandung pemahaman sebagai ketertundukan, hidup sebagai anak-anak “penurut” Allah, sebagaimana dituliskan dalam Filipi 5:1 yang menyatakan, “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih”.
Kata “mengucap syukur” artinya bahwa kita mempersembahkan hidup kita untuk Allah, sebagaimana dituliskan dalam Roma 12:1 yang menyatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Ketiga, sebagai orang yang diselamatkan kita harus berdiri dan pergi untuk menyaksikan iman dalam kehidupan sehari-hari. Ucapan syukur dan penghargaan kepada berkat luar biasa dalam hidup orang percaya, yaitu keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus, tidak dapat dilakukan hanya berdiam diri, pasif dan menunggu terus pelayanan dan kasih Tuhan. Setiap orang orang yang percaya dan diselamatkan, harus mengambil sikap untuk mengimplementasikan imannya di dunia ini kepada orang lain. Tuhan Yesus menyatakan kepada orang Samaria yang kembali kepada-Nya, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."
Kata “berdirilah” dan “pergilah” menunjukkan kepada kita bahwa ktia harus mengambil tindakan dan langkah untuk mengimplementasikan iman kita di dalam Kristus. Apakah yang harus kita implementasikan?
“Tunjukkan buah roh sebagai manusia baru di dalam Kristus melalui karakter kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5:22-23).
“Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (2 Tim. 4:5).
RENUNGAN
Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu ketujuh belas setelah Trinitatis ini?
Pertama, sebagai orang yang diselamatkan oleh karena iman, kita harus mengalami pertobatan dan perubahan hidup. Orang Samaria yang telah diselamatkan Yesus mengubah pola hidupnya dan menjadi saksi keselamatan bagi orang lain. Luther mengatakan pertobatan itu ada 2, yakni: di dalam (inner) dan penampakan luar (outward). Inner berarti saya rasa saya berdosa, outward-nya adalah tindakan saya berubah. Orang kusta ini cari yang benar, dia cari Tuhan dulu baru nanti dia dipulihkan komunitasnya. Maka Tuhan mengatakan “berdirilah, pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau. Sekarang engkau menjadi milik komunitas Tuhan”. Biarlah kita seperti orang Samaria yang kusta ini, menjadi outcast, pinggiran yang tidak berguna, namun setelah diselematkan menjadi berguna.
Kedua, saat kita telah diselamatkan oleh iman di dalam Yesus, maka segeralah kembali kepada TUHAN. Jangan tunda kembali kepada TUHAN saat kita diselamatkan oleh-Nya. Waktu keluarga kembali kepada Tuhan, keluarga ini menjadi tempat yang kita merasa nyaman di dalamnya. Ketika komunitas itu milik Tuhan, maka kita akan menjadi orang yang nyaman di dalamnya dan menjadi bagian komunitas yang indah. Di luar ini semua, Saudara akan masuk ke dalam keterasingan yang semakin membuat Saudara mencari tapi tidak menemukan, bergumul tapi tidak ada jawaban, kehausan tapi tidak ada air dan kerinduan yang tidak terpuaskan menjadikan Saudara makin rendah, makin habis dan makin putus asa. Kiranya Tuhan membawa kita kepada Dia dan menemukan damai sejahtera sejati di dalam Dia.
Ketiga, sebagai orang yang diselamatkan oleh iman di dalam Yesus, maka kita harus mampu tunduk dan taat kepada Yesus. Berkat keselamatan yang telah Tuhan lakukan dalam hidup kita kita harus respons dengan “kembali kepada Yesus”, “tersungkur”, dan “mengucap syukur”. Janganlah menjadi pribadi arogan yang meninggalkan dan tidak mengingat karya keselamatan Tuhan Yesus yang begitu luar biasa dan berpengaruh dalam hidup kita. “Kembali kepada Yesus”, “tersungkur”, dan “mengucap syukur” adalah respon paling benar yang seharusnya kita lakukan kepada Tuhan. Itu berarti kita menjadi tunduk dan taat kepada Yesus selamat kita hidup di dunia ini. Karena itu, sebagai orang yang diselamatkan oleh iman di dalam Yesus, selayaknyalah kita mengalami perubahan hidup, kembali kepada-Nya dan taat serta tunduk kepada-Nya. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN