Selasa, 29 September 2020

Renungan hari ini: ALLAH MENYESAL (Yunus 3:10)

 Renungan hari ini:

 

ALLAH MENYESAL




 

Yunus 3:10 (TB) "Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya"

 

Jonah 3:10 (NET) "When God saw their actions – they turned from their evil way of living! – God relented concerning the judgment he had threatened them with and he did not destroy them”

 

Ada banyak ayat-ayat di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa "Allah menyesal” (Kej. 6:5-7; 1 Sam. 15:11, 29, 35; Yer. 18:8; Yer. 26:13; Yl. 2:13; Am. 7:3; Yun. 3:10).  Kata “menyesal” (Ibrani “nakham”) secara "konseptual" kata ini bermakna “tidak sesuai dengan yang dikehendaki sehingga memerlukan penghiburan, hal-hal yang tidak memuaskan hati”. Kata ini tidak boleh diartikan dan dipahami sebagai repent (menyesal)”dalam artian telah berbuat kesalahan. Kata “Nakham” bermakna dalam dan luas, sehingga tidak cukup diwakili dengan satu kata terjemahan. Jika kata Ibrani “Nakham” dalam suatu ayat diterjemahkan dengan "repent" atau "sorry" atau "bersedih/grieved" atau "menyesal" ungkapan ini digunakan untuk menyatakan ada sesuatu dalam perasaan Allah yang tidak diinginkan-Nya terjadi.

 

Apakah makna kata Allah menyesal? Ada beberapa makna yang terkandung di dalamnya, yakni:

 

Pertama, Allah menyesal merupakan bahasa Anthropopathy. Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism yakni bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia dan Anthropopathy yakni bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia. Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian. 

 

Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Perlu juga kita ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya, yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu. Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!  Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Allah menyesal hanyalah menunjukkan perubahan tindakan. 

 

Kedua, Allah menyesal itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia. Pada waktu Kitab Suci berkata “Allah menyesal” maka memang dari sudut pandang manusia, Allah menyesal dan mengubah rencana-Nya. Tetapi dari sudut Allah dan rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan dan penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah. Karena itu, tindakah Allah menyesal merupakan sebuah tindakan untuk mengubah rencana buruk-Nya menjadi rencana baik bagi manusia. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...