Sabtu, 19 Oktober 2019

KOTBAH MINGGU XVIII SETELAH TRINITATIS Minggu, 20 Oktober 2019 “MENYEMBAH TUHAN DALAM ROH DAN KEBENARAN”

Minggu, 20 Oktober 2019

Kotbah: Yohanes 4:21-26  Bacaan: Yesaya 2:2-5



Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kedelapanbelas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Menyembah TUHAN dalam Roh dan Kebenaran”. Menyembah  Allah  bukan  hanya  dalam  roh  tetapi  juga  dalam kebenaran.  “Penekanan “roh”  (πνευµα-pneuma),  harus bersejajar  dengan  “kebenaran”  (αληθεια-alêtheia)  ini harus  dilakukan  oleh penyembah-penyembah yang “sejati” (αληθινος-alêthinos). 

Menyembah  dalam  kebenaran  berarti  “tidak  menyembunyikan rahasia.”   Kita  berdiri  secara  nyata,  terbuka  di  hadapan-Nya,  dengan  tidak  menyembunyikan  sesuatu.  Seperti  Imam  Mahatinggi,  kita  harus menyiapkan  diri  kita untuk  masuk kedalam  hadirat-Nya. Seluruh  dosa  harus  di ampuni  dan  ditahirkan oleh  darah  Yesus.  “Jika  kita mengaku  dosa kita,  maka  Ia adalah setia  dan adil,  sehingga Ia  akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1Yoh. 1:9).

Yesus  menghubungkan  penyembahan  dengan  kebenaran  tanpa dapat  dipisahkan.  Penyembahan  bukanlah  suatu  pengalaman  emosi dengan  firman  Allah  yang  menimbulkan  perasaan-perasaan  tertentu. Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran. Mazmur 145:18  mengatakan,  “TUHAN  dekat  pada  setiap  orang  yang  berseru kepada-Nya,  pada  setiap  orang  yang  berseru  kepada-Nya  dalam  kesetiaan.”

Allah itu Roh, Dia harus disembah dalam roh dan kebenaran, memiliki dasar teologis, sebagai berikut:

Pertama,  karena Allah Bapa merindukan penyembah-penyembah demikian. 

Kedua,  karena Allah sendiri adalah Roh, dan bukan daging.  Jelaslah, bahwa Allah yang Roh adanya, tidak boleh disembah jika bukan dalam roh kita, secara munafik. Penyembah yang menyembah Dia secara badaniah, tetapi tidak dalam roh mereka, tidak dikenan-Nya.

Ketiga,  karena Allah sendiri adalah Roh, maka penyembahan kepada-Nya tidak dibatasi ruang/tempat tertentu saja, bahkan tidak dibatasi menghadap arah kiblat tertentu saja.

Karena umat Tuhan beribadah di dalam Roh dan kebenaran, sehingga bentuk wilayah dan tempat yang disucikan tidak lagi menjadi sesuatu yang dipermasalahkan ataupun diperdebatkan. Tuhan Yesus menghubungkan "menyembah dalam roh dan kebenaran" dengan "penyembah yang benar." Mereka ini adalah kelompok umat yang benar-benar berbakti, dan berbeda dengan orang-orang lain yang “tampaknya” saja berbakti dengan melakukan “tingkah laku agamawi” dan "simbol-simbol agamawi". Tekanan utama dalam Yohanes 4:23 ini adalah “roh” sebagaimana tampak pada kalimat seanjutnya yaitu "Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian." Penyebab asasi mengapa ibadah/penyembahan yang benar itu harus rohaniah dan bukan jasmaniah/kasat-mata, hal tersebut dikarenakan Allah itu Roh. Allah mencari penyembah-penyembah yang benar yang bersesuaian dengan sifat-Nya. Dalam ayat 24 lebih dijelaskan bahwa "Allah itu Roh", ini mengacu pada sifat asasi-Nya. 

Penyembahan di dalam roh dan kebenaran ini adalah penyembahan yang sesuai dengan hakekat Allah yang adalah Roh. Sedangkan penyembahan dalam kebenaran berkaitan dengan sikap hati yang bersih, berdoa dengan tulus, yang telah membuang rasa marah dan dengki.  Allah adalah Sumber kebenaran rohani. Sesungguhnya, sang pemazmur Daud menyebut Allah sebagai "Allah kebenaran" 

Banyak orang Kristen yang masih membedakan antara kehidupan di hari Minggu dan di hari-hari lainnya. Mereka beranggapan hari Minggu adalah hari khusus untuk beribadah kepada Tuhan di gereja dan enam hari lainnya bukan hari untuk beribadah. Pandangan seperti itu sudah jelas bukan pandangan tentang bagaimana seorang percaya beribadah kepada Tuhan sebagaimana diajarkan oleh Alkitab. 

Apakah yang dimaksud Tuhan Yesus tentang penyembahan di dalam roh dan kebenaran itu?

Pertama,  menyembah Allah hanya dapat dilakukan ketika seeorang memiliki pengenalan secara pribadi terhadap Allah yang disembahnya.  Bagaimana mungkin seseorang dapat menyembah Allah dengan benar, jika ia sendiri belum mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya? Wanita Samaria itu beranggapan bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat Samaria yang menyembah Allah di gunung Samaria, sebagaimana diajarkan turun temurun oleh nenek moyang mereka.

Akan tetapi sikap hidup wanita Samaria itu, tidak menunjukkan bahwa ia mengenal Allah yang diajarkan oleh Kitab Suci. Jika seorang mengenal Allah dengan benar, maka orag tersebut pastilah hidup dalam penyerahan dan ketaatan pada Firman Allah. Ia akan rajin mempelajari Firman Allah untuk mengenal Allah dengan benar dan dengan itu ia mengalami perubahan-perubahan hidup sesuai dengan tuntutan/ ajaran Tuhan.

Kedua,  Allah adalah Roh yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.  Pengenalan akan natur Allah yang seperti itu memungkinkan orang menyembah-Nya lepas dari tempat tertentu dan waktu-waktu tertentu. Artinya, orang tidak lagi terikat pada tempat tertentu untuk dapat menyembah Tuhan. Ia dapat melakukannya dimana saja dan kapan saja. Wanita Samaria itu masih saja terikat pada tradisi yang membatasinya untuk berpikir bahwa Orang Samaria beribadah di gunung dan Orang Yahudi di Yerusalem. Kebebasan untuk menyembah Allah, dimana saja dan kapan saja, merupakan hak istimewa dan sukacita setiap orang yang mengenal Allah dengan benar, Allah yang hadir dimana saja. Setiap saat, setiap tindakan, setiap tarikan nafas, setiap pikiran, perasaan, dapat merupakan penyembahan kepada Tuhan – jika dilakukan dengan penuh kesadaran akan kehadiran-Nya yang tak terbatas itu.

Ketiga,  penyembahan kepada Allah yang sejati, hanya dapat dilakukan melalui Yesus sang Kristus/Mesias.  Hanya Dialah yang dapat memberikan air hidup yang tidak akan pernah berhenti mengalir dalam diri seorang percaya. Air yang terus-menerus membersihkan, mengubahkan seseorang untuk menyembah Tuhan dengan benar. Pengenalan akan Yesus menuntun seseorang pada pengenalan akan Allah yang sejati. Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya dengan jelas kepada wanita Samaria itu: “…Akulah Dia (Sang Mesias)….”, yang akan memberitahukan segala sesuatu kepada umat-Nya. Wanita Samaria itu berubah, ia percaya dan dengan penuh keberanian masuk ke dalam kota untuk mengajak orang-orang bertemu dengan Yesus Sang Mesias itu, karena ia sendiri telah bertemu dengan Mesias secara pribadi.
Marilah kita menyembah Dia dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Jadikanlah setiap pikiran, perasaan dan tindakan kita dimana saja, kapan saja, sebagai suatu pujian kepada Allah. Hanya dengan cara itu, kita dapat menyembah Allah dengan benar, sesuai dengan kehendak-Nya. Bapa mencari penyembah-penyembah yang demikian! Karena itu, marilah kita menyembah TUHAN dalam roh dan kebenaran. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...