KOTBAH MINGGU XX SETELAH TRINITATIS
Minggu, 17 Oktober 2021
“KEBAHAGIAAN MENDENGAR FIRMAN ALLAH”
Kotbah: Lukas 11:27-28 Bacaan: Mazmur 119:9-16
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “KEBAHAGIAAN MENDENGAR FIRMAN ALLAH”. “Apa yang membuat orang bahagia?” Pertanyaan ini jika dilontarkan kepada banyak orang dengan latar belakang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya yang berbeda, kita akan menjumpai jawaban yang berbeda pula. Jika kita tanyakan pertanyaan itu kepada anak kecil mengenai sumber kebahagiaan tentu jawaban yang mereka berikan adalah uang jajan dan barang-barang mainan. Atau pertanyaan serupa kita alamatkan kepada pengamen, pengemis dan anak-anak jalanan, tentu mereka menjawab, uang dan dan kehidupan yang layak.
Berhadapan dengan variasi jawaban yang ada tentang sumber kebahagiaan, kita kembali kepada akar iman kita yakni Injil. Bahwa semua barang fana yang ada di dunia ini bersifat sementara dan tidak menjadi jaminan untuk hidup bahagia. Penulis Lukas hari ini menarasikan seorang yang berteriak kepada Yesus tentang ibu yang telah membesarkan Yesus sebagai yang bahagia. Namun Yesus menjawab bahwa yang berbahagia adalah mereka yang mendengarkan Sabda TUHAN dan menjalankannya. Hal ini tidak berarti bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya. Justru dengan hal ini, Yesus mengangkat martabat ibu-Nya ke level yang lebih tinggi sebagai pendengar dan pelaksana firman yang sejati.
Semua orang tanpa terkecuali pasti mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi berbicara tentang kebahagiaan, sebagian besar orang akan menilai dan mengukurnya dari sisi materi atau apa yang terlihat secara kasat mata. Bagi sales, dapat orderan itu kebahagiaan; bagi orang sakit, kesehatan itu kebahagiaan; bagi politikus, jabatan dan kuasa itulah kebahagiaan; bagi selebritis, popularitas itulah kebahagiaan; dll. Semua orang punya cara pandang sendiri-sendiri tentang kebahagiaan; seperti halnya apa yang dikatakan seorang perempuan kepada Yesus dalam Injil hari ini (ay. 27).
Salah satu sikap yang membedakan orang percaya dengan orang dunia adalah hal kebahagiaan. Bahagia memiliki arti keadaan atau suasana hati yang damai dan sukacita. Umumnya rasa bahagia yang dimiliki orang-orang dunia sangat ditentukan oleh situasi-situasi yang terjadi atau bergantung pada sesuatu yang dimilikinya. Namun fakta membuktikan bahwa sukacita yang mereka rasakan tidak bertahan lama atau bersifat musiman saja. Itulah kebahagiaan semu yang diberikan oleh dunia. Mungkin kita berkata, “Bagaimana bisa berbahagia kalau masalah yang kita hadapi datang secara bertubi-tubi, tiada kunjung berhenti di sepanjang hari?” Bagi orang percaya kebahagiaan seharusnya menjadi bagian hidup yang senantiasa terpancar dalam kehidupan sehari-hari (Mzm. 97: 11-12).
Ketika Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya sekitar 2.000 tahun yang lalu, pada suatu kesempatan, tiba-tiba berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak kepada Yesus, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau” (ay. 27). Mengapa tiba-tiba perempuan tersebut berteriak seperti itu kepada Yesus. Apa alasannya? Karena jika kita membaca ayat-ayat sebelumnya, sebenarnya Tuhan juga tidak sedang berkotbah tentang kebahagiaan atau berkotbah tentang ibu-Nya. Hal lain yang kita lihat adalah, mengapa perempuan tersebut justru mengatakan bahwa ibu Yesus yang berbahagia? Memang Maria, ibu Yesus, adalah satu-satunya orang yang mengandung dan menyusui Tuhan Yesus. Tapi itu kan sudah sangat lama, sekitar 30 tahun sebelumnya. Mengapa ia tidak mengatakan Tuhan Yesus yang berbahagia?
Banyak pertanyaan yang tidak dapat kita jawab karena memang Alkitab tidak mencatat tentang hal itu. Tetapi daripada memusingkan tentang alasan si perempuan mengucapkan hal tersebut, lebih baik kita melihat apa tanggapan dan jawaban Yesus kepada perempuan tersebut, yaitu, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (ay. 28).
Dari dua ayat pendek di atas, kita pun dapat melihat bahwa ada perbedaan sudut pandang antara perempuan tersebut dengan Tuhan Yesus. Perempuan tersebut melihat kebahagiaan itu dari sudut pandang manusia.Kebahagiaan dilihat dari keluarga tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, siapa ayah dan ibu kita, apakah anak kita menjadi anak yang sukses, berapa harta yang kita miliki, bagaimana prestasi kita di dunia ini, dan sebagainya. Dalam hal ini, perempuan tersebut melihat Maria ibu Yesus sebagai orang yang sukses, karena anaknya, Yesus, kini menjadi orang paling terkenal di Israel pada waktu itu. Mungkin perempuan itu membandingkan dirinya dengan Maria ibu Yesus dan dalam hatinya berkata, “Ah andaikata aku seperti Maria yang bisa punya anak sesukses Yesus”.
Akan tetapi Yesus mengetahui isi hati perempuan tersebut, sehingga bukannya Ia menjawab, “Terima kasih” atau jawaban basa-basi lainnya, Yesus langsung mengucapkan perkataan yang langsung meng-counter jawaban perempuan tersebut: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (ay. 28). Ucapan Yesus ini karena Yesus melihat segala sesuatunya termasuk kebahagiaan itu dari sudut pandang surgawi. Dan tidak ada kebahagiaan yang lebih besar di dunia ini ketimbang mereka yang tahu bahwa mereka telah mendapatkan keselamatan kekal. Bagaimana caranya? Ya tentu saja dengan cara percaya kepada Tuhan Yesus. Bagaimana mereka bisa percaya kepada Yesus? Ya tidak ada jalan lain selain dengan membaca dan mendengar Firman Tuhan, dan memelihara Firman itu sehingga semakin bertumbuh dan berakar dalam hati, pikiran, dan hidup kita.
Sekali lagi kita melihat, bahwa ukuran kebahagiaan dari sudut pandang dunia dan sudut pandang Tuhan itu sangat jauh berbeda. Orang dunia menganggap semakin banyak harta yang dimiliki atau semakin tinggi jabatan yang dimiliki, maka orang tersebut pastilah akan lebih bahagia. Padahal dari sudut pandang Tuhan hal tersebut belum tentu demikian. Orang bisa saja memiliki seluruh harta di dunia ini, tetapi ketika ia tidak percaya kepada Tuhan, maka jiwanya binasa, dan apa gunanya semua harta dunia yang dimiliki ketika harta tersebut tidak bisa membawanya masuk ke dalam surga?
Oleh karena itu, alangkah baiknya jika mulai saat ini, kita memiliki pandangan yang benar tentang kebahagiaan. Kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh berapa banyak harta yang kita miliki, tetapi lebih ditentukan oleh siapa yang ada bersama dengan kita? Jika Tuhan sendiri yang bersama kita, mau kita melewati padang rumput yang hijau, atau melewati lembah kekelaman sekalipun, kita akan tetap bahagia, karena kita tahu bahwa Tuhan bersama dengan kita. Kebahagiaan kita tergantung pada Tuhan. Tanpa Tuhan, jangan harap kita bisa bahagia di dunia dan di akhirat nanti.
Apa yang kita pelajari dari perikop kotbah Minggu ini? Ada empat hal yang hendak kita pelajari dari perikop ini, yakni:
Pertama, berbahagialah ibu yang telah mengandung Yesus. Sekarang, marilah kita baca dan kita pelajari Firman Tuhan yang direkam dalam Kitab Injil Lukas 11:27. Alkitab mengatakan kepada kita: “Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” Bukan tidak mustahil, semua yang diserukan oleh perempuan itu sudah dikehendaki dan ditetapkan-Nya sejak semula. Bukan tidak mustahil pula, perempuan itu sudah dikehendaki-Nya menjadi titik tolak untuk memberi didikan, ajaran dan nasihat-Nya.
Karenanya, tidak mengherankan jika pada waktu Dia masih berbicara, perempuan itu tiba-tiba berseru kepada-Nya. Dan dengan serta merta, seorang perempuan dari antara orang banyak itu berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.”
Secara implisit, kita mendapati bahwa dengan jujur dan tiba-tiba, perempuan itu menyatakan bahwa berbahagialah ibu yang sudah mengandung dan melahirkan Dia. Berbahagialah ibu yang sudah menyusui dan merawat Dia. Berbahagialah ibu yang sudah menjaga dan membesarkan-Nya. Berbahagialah ibu yang sudah ditetapkan-Nya untuk melahirkan-Nya sejak dari mula-Nya. Haleluya!
Kedua, berbahagia mereka yang mendengarkan dan memelihara Firman Allah. Namun, Tuhan Yesus menyatakan bahwa yang berbahagia adalah mereka yang mendengarkan dan memelihara Firman-Nya. Yang berbahagia adalah orang-orang yang menerima dan melakukan Firman-Nya dengan setulus hati dan segenap jiwa.
Di sinilah makna didikan dan ajaran Yesus Kristus, Tuhan kita, pada waktu itu. Bahwa semua orang yang mendengarkan, memelihara dan melakukan Firman-Nya adalah orang-orang yang berbahagia. Bahwa mereka yang dengan setulus hati dan segenap jiwa mendengarkan, menerima, memelihara dan melakukan firman dan perintah-Nya adalah orang-orang yang berbahagia. Perhatikanlah Firman Tuhan yang dicatat dalam Kitab Injil Lukas 11:28. Kitab Suci menyatakan kepada kita: “Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”
Sungguh! Secara duniawi, barangkali pernyataan Tuhan kita, Yesus Kristus tersebut sangat mencengangkan perempuan yang berseru kepada-Nya. Pernyataan Tuhan Yesus itu, mungkin mengherankan banyak orang yang sedang mendengarkan didikan dan ajaran-Nya. Betapa tidak? Namun tidak demikian halnya dengan perempuan itu. Ia justeru sangat bersukacita karena memang didikan dan ajaran Firman-Nya membawa sukacita dan damai sejahtera bagi dirinya.
Ketiga, seruan dan pujian perempuan itu terkesan mempermalukan orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Seperti biasanya, orang- orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mengambil sikap untuk mengolok-olok, menghina, merendahkan dan menolak didikan dan ajaran-Nya. Mereka justeru ingin menangkap dan membunuh-Nya. Namun di luar dugaan, perempuan yang baik itu justeru menerima dan memuji-Nya dengan terus terang di hadapan banyak orang. Perempuan itu memuji Dia di depan publik.
Sungguh! Perempuan yang terkagum-kagum terhadap didikan dan ajaran-Nya itu, justeru terkesan sangat mempermalukan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka merasa seolah-olah diri mereka dipermalukannya. Hal itu karena secara tersirat, ia memuji segala didikan dan ajaran-Nya yang sangat dahsyat dan membawa sukacita dan damai sejahtera bagi semua orang yang percaya kepada-Nya.
Secara implisit, perempuan yang berseru kepada-Nya, ketika Tuhan Yesus masih sedang berbicara, sungguh merupakan bukti nyata yang sangat meyakinkan. Bahwa perempuan dari antara orang banyak itu, sungguh sangat senang dan menerima semua didikan dan ajaran Firman-Nya yang sangat dahsyat, penuh dengan sukacita dan damai sejahtera.
Keempat, seruan perempuan itu seperti halilintar. Seruan dan pujian perempuan itu, tak pelak membuat orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tercengang, terhina, tersinggung, kecewa berat, dan kian membenci-Nya. Mereka, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu, merasa dipermalukan, dilecehkan dan dianggap bersalah karena segala tuduhan mereka yang sangat jahat kepada-Nya. Mereka sungguh tidak senang ketika perempuan itu berseru kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” Seruan perempuan itu terkesan seperti halilintar yang menyambar telinga mereka di siang hari.
Mereka tidak dapat menerima seruan perempuan itu, karena menganggap seruan itu sebagai suatu ajakan untuk memuji dan memuliakan Dia, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah Bapa, Tuhan kita, Mesias dan Juru Selamat manusia berdosa yang percaya kepada-Nya.
Secara eksplisit, perempuan itu mendoakan bahwa berbahagialah ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan menyusui-Nya. Namun Dia justeru menyatakan bahwa yang berbahagia adalah orang yang mendengarkan dan memelihara Firman-Nya.
RENUNGAN
Apa yang kita renungkan pada Minggu keduapuluh setelah Trinitatis ini?
Pertama, kita harus mampu memuji TUHAN dari segenap hati kita. Perempuan itu sudah melakukan bagiannya dengan menyatakan pujian yang menyiratkan kekagumannya terhadap didikan dan pengajaran Yesus yang sangat menyenangkan dan menghibur hatinya. Yaitu suatu pujian yang menyiratkan kekagumannya kepada Yesus dengan mengatakan: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.”
Lantas, bagaimanakah dengan diri kita? Sudahkah kita mendengarkan, menerima, memelihara dan melakukan Injil Kerajaan Allah dengan setulus hati dan segenap jiwa? Sudahkah kita memuji dan memuliakan segala firman dan perbuatan-Nya yang menakjubkan bagi kita? Sudahkah kita dengan setulus hati dan segenap jiwa beribadah, berdoa, bersyukur, menyembah, memberi persembahan dan melayani Dia, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah Bapa, Tuhan kita, Mesias dan Juru Selamat manusia berdosa yang percaya kepada-Nya? Sudah tentu, kita percaya bahwa semua pribadi di antara kita sudah mendengarkan, menerima, memelihara dan melakukan Injil Kerajaan Allah dengan setulus hati dan segenap jiwa. Tentu, kita percaya bahwa semua pribadi di antara kita sudah memuji dan memuliakan segala firman dan perbuatan-Nya yang menakjubkan bagi kita.
Sudah tentu, kita percaya bahwa semua pribadi di antara kita sudah dengan setulus hati dan segenap jiwa beribadah, berdoa, bersyukur, memuji, memuliakan, menyembah, memberi persembahan dan melayani Dia, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah Bapa, Tuhan kita, Mesias dan Juru Selamat manusia berdosa yang percaya kepada-Nya.
Kedua, berbahagialah kita yang sudah mendengarkan Firman TUHAN. Berbahagialah kita yang sudah mendengarkan, menerima, memelihara dan melakukan Injil Kerajaan Allah dengan setulus hati dan segenap jiwa, karena Dia sudah melimpahkan bagi kita kasih setia dan kasih karunia-Nya yang sangat berkelimpahan. Berbahagialah kita yang sudah memuji dan memuliakan segala firman dan perbuatan-Nya yang menakjubkan bagi kita, karena Dia sudah menyediakan bagi kita upah besar di Kerajaan Sorga. Berbahagialah kita yang sudah dengan setulus hati dan segenap jiwa beribadah, berdoa, bersyukur, menyembah, memberi persembahan dan melayani Dia, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah Bapa, Tuhan kita, Mesias dan Juru Selamat manusia berdosa yang percaya kepada-Nya, karena Dia sudah menyediakan bagi kita bagian hidup kekal yang penuh sukacita dan damai sejahtera di sorga. Karena itu, setialah mendengar dan melakukan kebenaran Firman TUHAN di sepanjang hidup kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN