Sabtu, 19 Oktober 2024

KOTBAH MINGGU XXI SETELAH TRINITATIS Minggu, 20 Oktber 2024 “IBADAH YANG SEJATI” (Roma 12:1-8)

 KOTBAH MINGGU XXI SETELAH TRINITATIS

Minggu, 20 Oktber 2024

 

“IBADAH YANG SEJATI”

Kotbah: Roma 12:1-8          Bacaan: Yosua 24:14-24


 

Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh satu Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Ibadah yang Sejati”. Di dalam perikop ini, kita diingatkan tentang bagaimana hidup kita sebagai orang percaya seharusnya menjadi sebuah ibadah yang sejati kepada Allah, bukan sekadar ritual atau serangkaian kegiatan, tetapi merupakan kehidupan yang sepenuhnya diserahkan kepada-Nya.

 

Ada beberapa makna ibadah yang sejati berdasarkan perikop ini, yakni:

 

Pertama, ibadah yang sejati adalah persembahan diri yang hidup (ay. 1). Dalam Roma 12:1, Paulus memulai dengan permohonan yang sangat penting: "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Ibadah yang sejati bukanlah hanya hadir dalam gereja, bukan hanya bernyanyi atau mendengar khotbah, tetapi lebih dari itu—adalah mempersembahkan diri kita seutuhnya kepada Tuhan. Tubuh kita, yang mencakup seluruh aspek hidup kita, harus kita persembahkan sebagai persembahan yang hidup. Ini berarti kita menghidupi panggilan untuk taat kepada Tuhan dalam segala hal: dalam pekerjaan kita, dalam keluarga, dan bahkan dalam cara kita berpikir.

 

Kedua, transformasi pikiran dan kehendak Allah (ay. 2). Dalam ayat 2, Paulus melanjutkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Ibadah yang sejati menuntut kita untuk mengalami transformasi dalam pikiran kita. Dunia di sekitar kita penuh dengan nilai-nilai yang sering kali bertentangan dengan kehendak Allah. Karena itu, kita dipanggil untuk tidak menjadi serupa dengan dunia, tetapi diubahkan melalui pembaharuan budi. Hanya dengan perubahan dalam cara berpikir kita yang sesuai dengan Firman Tuhan, kita dapat mengenali dan melakukan kehendak-Nya yang sempurna.

 

Ketiga, kesatuan Tubuh Kristus dan pelayanan (ay. 3-8). Pada ayat 3-8, Paulus mengajarkan kita tentang pentingnya pelayanan dalam kesatuan tubuh Kristus. Setiap orang yang telah menerima kasih karunia Allah memiliki karunia yang berbeda-beda. Paulus mengatakan, "Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita" (ay. 6). Ibadah yang sejati juga tercermin dalam pelayanan kita. Kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus, dan kita dipanggil untuk menggunakan karunia yang diberikan Tuhan kepada kita untuk melayani satu sama lain. Tidak ada satu pun karunia yang lebih penting daripada yang lain. Setiap karunia memiliki peran yang signifikan dalam membangun tubuh Kristus.

 

Keempat, tindakan nyata dari ibadah yang sejati. Dalam bagian ini, Paulus memberikan contoh praktis tentang bagaimana kita dapat menghidupi ibadah yang sejati dalam kehidupan sehari-hari. Ibadah sejati mencakup tindakan kasih, pelayanan, dan penggunaan karunia-karunia rohani yang Tuhan berikan kepada kita. Misalnya, jika kita diberi karunia untuk mengajar, maka ajarlah dengan sungguh-sungguh. Jika kita memiliki karunia untuk memberi, berilah dengan kemurahan hati. Jika kita dipanggil untuk memimpin, lakukanlah dengan kesungguhan hati.

 

Pertanyaan kita sekarang adalah apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan ibadah yang sejati menurut Paulus dalam Kitab Roma 12:1-8? Untuk mewujudkan ibadah yang sejati menurut Paulus dalam Roma 12:1-8, kita perlu memahami beberapa langkah penting yang dijelaskan Paulus dalam suratnya. Berikut adalah uraian mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan ibadah yang sejati:

 

Pertama, kita harus mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup (ay. 1). Paulus memulai dengan meminta agar kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Ini berarti kita dipanggil untuk menyerahkan seluruh kehidupan kita kepada Tuhan sebagai bentuk ibadah. Persembahan ini mencakup:

a.      Hidup KudusHidup yang tidak hanya menjauhi dosa, tetapi juga terus berusaha untuk menyenangkan hati Allah dalam segala aspek kehidupan.

b.      Persembahan yang BerkenanHidup kita harus mencerminkan kehendak Allah dan melakukan hal-hal yang sesuai dengan Firman-Nya.

Dengan menyerahkan tubuh kita sepenuhnya, kita menjadikan hidup kita sebagai ibadah yang terus-menerus, bukan terbatas pada ritual atau ibadah formal saja.

 

Kedua, jangan menjadi serupa dengan dunia (ay. 2). Paulus menekankan bahwa ibadah yang sejati menuntut kita untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini. Dunia di sini merujuk pada pola pikir, nilai, dan kebiasaan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Untuk mewujudkan ibadah yang sejati, kita harus:

a.      Tidak menjadi serupa dengan duniaMenolak mengikuti pola hidup dunia yang penuh dengan materialisme, egoisme, dan kejahatan.

b.      Berubah melalui pembaharuan budiPikiran kita harus diperbarui melalui Firman Tuhan, sehingga kita dapat membedakan mana kehendak Allah yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna.

Pembaharuan budi ini memungkinkan kita untuk berpikir, bertindak, dan hidup sesuai dengan nilai-nilai Kristiani, bukan nilai-nilai dunia yang sering kali bertentangan dengan kehendak Allah.

 

Ketiga, rendah hati dan realistis dalam menilai diri sendiri (ay. 3). Paulus menasihati agar kita memiliki penilaian yang tepat terhadap diri sendiri. Kita harus:

a.      Tidak berpikir terlalu tinggi tentang diri sendiriPaulus memperingatkan untuk tidak merasa lebih hebat daripada yang sebenarnya. Kesombongan dapat merusak relasi kita dengan Tuhan dan sesama.

b.      Mengukur diri dengan imanKita harus menilai diri kita berdasarkan ukuran iman yang Tuhan karuniakan. Ini membantu kita menyadari posisi kita di hadapan Tuhan dan menghindari kesombongan.

Dengan rendah hati, kita bisa memahami bahwa segala yang kita miliki—termasuk talenta dan karunia—semuanya berasal dari Allah.

 

Keempat, kesatuan dan keragaman dalam Tubuh Kristus (ay. 4-5). Paulus menggambarkan jemaat sebagai tubuh Kristus yang terdiri dari banyak anggota, di mana setiap anggota memiliki peran yang berbeda. Untuk mewujudkan ibadah yang sejati, kita harus:

a.      Menyadari kesatuan dalam Tubuh KristusWalaupun kita memiliki peran yang berbeda, kita adalah satu tubuh di dalam Kristus. Ini mengajarkan bahwa setiap anggota jemaat penting dan saling melengkapi.

b.      Menghargai keragaman karuniaTuhan memberikan karunia yang berbeda-beda kepada setiap orang. Dalam ibadah yang sejati, kita dipanggil untuk menggunakan karunia-karunia tersebut dengan penuh kasih dan tanggung jawab.

 

Kelima, menggunakan karunia dengan setia dan bertanggung jawab (ay. 6-8). Paulus menekankan bahwa kita semua telah diberikan karunia yang berbeda-beda menurut kasih karunia Tuhan, dan kita dipanggil untuk menggunakannya secara maksimal dalam pelayanan kepada sesama dan Tuhan. Karunia-karunia ini mencakup:

a.      Karunia Nubuat: Harus dilakukan dengan iman yang sepadan.

b.      Karunia Melayani: Dilakukan dengan semangat yang benar.

c.       Karunia Mengajar: Harus diberikan dengan penuh kesungguhan.

d.      Karunia Menasihati: Dilakukan dengan ketulusan.

e.       Karunia Memberi: Dilakukan dengan kemurahan hati.

f.       Karunia Memimpin: Dilaksanakan dengan rajin dan penuh tanggung jawab.

g.      Karunia Menunjukkan Kasih: Harus dilakukan dengan sukacita dan kemurahan hati.

Dengan menggunakan karunia-karunia ini secara setia, kita tidak hanya melayani Tuhan tetapi juga melayani satu sama lain. Pelayanan yang penuh tanggung jawab ini adalah wujud nyata dari ibadah yang sejati.

 

Untuk mewujudkan ibadah yang sejati, kita harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, tidak mengikuti pola hidup dunia, dan terus memperbarui pikiran kita sesuai dengan kehendak Allah. Kita juga harus rendah hati dalam menilai diri, memahami kesatuan dan keragaman dalam tubuh Kristus, serta menggunakan karunia yang Tuhan berikan dengan penuh tanggung jawab. Ibadah yang sejati bukan hanya tentang tindakan lahiriah, tetapi merupakan hidup yang dipersembahkan sepenuhnya kepada Allah, diubah dari dalam, dan berbuah dalam pelayanan yang tulus kepada sesama.

 

RENUNGAN

 

Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu kedua puluh satu setelah Tinitatis ini? Refleksi dari tema “Ibadah yang Sejati” berdasarkan Roma 12:1-8 menuntun kita untuk merenungkan beberapa hal mendalam yang dapat mempengaruhi cara kita menjalani kehidupan sebagai umat percaya. Berikut adalah beberapa poin refleksi penting yang dapat kita ambil dari pengajaran Rasul Paulus dalam Roma 12:1-8:

 

Pertama, kehidupan sebagai persembahan kepada Allah. Paulus menekankan bahwa ibadah sejati tidak terbatas pada tindakan ritual atau kegiatan gerejawi, tetapi mencakup seluruh hidup kita. Kita dipanggil untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Ini membawa kita untuk merenungkan: Apakah saya sudah mempersembahkan hidup saya sepenuhnya kepada Tuhan? Bagaimana saya menghidupi iman saya di luar kegiatan ibadah formal? Setiap hari adalah kesempatan untuk menyatakan ibadah kepada Tuhan melalui tindakan, keputusan, dan pola pikir yang selaras dengan Firman-Nya.

 

Kedua, pembaruan pikiran yang terus-menerus. Dalam ayat 2, Paulus mengingatkan bahwa kita tidak boleh menjadi serupa dengan dunia, tetapi harus mengalami pembaruan budi. Ini membawa kita untuk bertanya kepada diri sendiri:Apakah cara berpikir saya sudah sesuai dengan kehendak Allah atau masih terpengaruh oleh nilai-nilai dunia? Apakah saya aktif memperbarui pikiran saya dengan Firman Tuhan? Pembaruan budi bukanlah proses sekali jadi, melainkan sesuatu yang terus berlangsung sepanjang hidup. Kita dipanggil untuk secara aktif mencari pembaruan melalui doa, studi Alkitab, dan refleksi.

 

Ketiga, kerendahan hati dalam menilai diri sendiri. Paulus menasihati agar kita tidak berpikir terlalu tinggi tentang diri sendiri, tetapi menilai diri dengan ukuran iman. Ini mengajak kita untuk merenungkan: Apakah saya memiliki sikap rendah hati dalam menilai diri sendiri dan talenta yang Tuhan berikan? Apakah saya terlalu fokus pada pencapaian pribadi, atau saya mengarahkan hidup saya untuk memuliakan Tuhan? Refleksi ini menolong kita untuk menjaga sikap rendah hati dan ingat bahwa semua karunia yang kita miliki berasal dari Allah dan harus dipakai untuk tujuan-Nya, bukan untuk kepentingan diri sendiri.

 

Keempat, kesatuan dan keragaman dalam Tubuh Kristus. Paulus mengingatkan bahwa meskipun kita memiliki karunia yang berbeda-beda, kita adalah satu tubuh di dalam Kristus. Refleksi dari bagian ini adalah: Apakah saya sudah menghargai dan menerima keragaman di antara sesama anggota tubuh Kristus? Bagaimana saya bisa berkontribusi dalam komunitas iman dengan karunia yang saya miliki? Kesatuan dan keragaman dalam tubuh Kristus mengajarkan kita untuk bekerja sama, menghargai peran masing-masing, dan tidak merasa iri atau lebih unggul dibanding yang lain.

 

Kelima, menggunakan karunia dengan setia. Paulus menekankan pentingnya menggunakan karunia-karunia yang diberikan Tuhan untuk membangun tubuh Kristus. Ini mengajak kita merenungkan: Apakah saya sudah menggunakan karunia yang Tuhan berikan dengan setia dan penuh tanggung jawab? Bagaimana saya bisa lebih efektif dalam melayani Tuhan dan sesama dengan karunia yang ada pada saya? Karunia yang kita miliki, baik itu mengajar, melayani, memberi, atau memimpin, harus digunakan untuk kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan orang lain. Tidak ada karunia yang terlalu kecil, semuanya penting dalam rencana Allah.

 

Refleksi dari “Ibadah yang Sejati” membawa kita kepada kesadaran bahwa ibadah bukan hanya sekadar hadir di gereja atau terlibat dalam kegiatan spiritual, tetapi melibatkan seluruh hidup kita. Setiap tindakan, keputusan, dan cara kita memandang dunia harus menjadi cerminan dari kehidupan yang telah dipersembahkan kepada Tuhan. Kita harus terus memperbarui pikiran, rendah hati, menggunakan karunia dengan setia, dan hidup dalam kesatuan sebagai bagian dari tubuh Kristus. Karena itu, dengan refleksi ini, mari kita semua berkomitmen untuk menjadikan seluruh hidup kita sebagai ibadah yang sejati kepada Allah, dengan kesungguhan hati dan kerinduan untuk memuliakan-Nya dalam segala hal yang kita lakukan. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “MENJAGA PERDAMAIAN DAN TIDAK MENGHIDUPKAN KEMBALI KONFLIK MASA LALU” (Kejadian 45:24)

  Renungan hari ini:     “MENJAGA PERDAMAIAN DAN TIDAK MENGHIDUPKAN KEMBALI KONFLIK MASA LALU”   Kejadian 45:24 (TB2) Kemudian ia melepas sa...