Minggu, 8 September 2019
“PEMERINTAH ADALAH HAMBA ALLAH”
Kotbah: Amsal 8:12-21 Bacaan: Roma 13:1-7
Minggu ini kita memasuki Minggu Keduabelas Setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Pemerintah adalah hamba Allah”.Pemerintah dipilih oleh Allah sebagai tangan-Nya untuk memerintah masyarakat dengan baik. Sebagai hamba Allah pemerintah akan memimpin masyarakat menuju kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur. Kita sebagai warga masyarakat harus tunduk dan taat kepada pemerintah agar kota dan Negara kita menjadi baik dan sejahtera.
Tentu sebagai pemerintah, mereka sangat membutuhkan Hikmat Allah. Karena hikmat Allah memberikan kecerdasan dan pengetahuan untuk menjalani hidup (ay. 12), serta kemampuan memanfaatkan-nya untuk memimpin dan mengelola dunia ini (ay. 14-16). Hikmat yang memanggil orang agar hidup dalam kebenaran dan jauh dari kejahatan (ay. 13).
Mengapa hikmat dibutuhkan seorang pemerintah?
Pertama, karena hikmat akan membuat kita berbahagia. Berbahagialah orang yang tidak mengabaikan hikmat tetapi mencintainya, karena ia akan menjadi orang bijak dan hidupnya berkenan di hadapan Tuhan Allah, dan menjadi kebahagiaan juga bagi sesama manusia. Hikmat sudah ada ketika Allah membentuk bumi dan segala isinya. Allah tidak pernah bertindak tanpa hikmat-Nya. Ia tidak pernah mengabaikannya. Raja Salomo memerintah dengan jujur dan adil karena hikmat yang dari Allah ada di dalam hatinya (bnd. 1Raja 3: 28). Begitu juga dengan Daniel, dapat mengartikan mimpi raja yang tidak berhasil diartikan oleh semua orang bijaksana di Babel, juga karena ada hikmat Allah. Roh Allah sendiri yang menghadirkan dan atau mewujudkan Hikmat. Allah memanggil siapa saja, termasuk orang-orang bodoh dan tak berpengalaman.
Kedua, karena hikmat membuat kita mampu menyapa orang di tempat-tempat terbuka. Hikmat menyapa setiap orang di tempat-tempat terbuka, yang aktif mengundang dari ketinggian agar semua orang memiliki kesempatan untuk mendengar panggilannya dan merespons dengan benar. Kepada mereka yang mau mendengar, hikmat berjanji akan menyingkapkan kebenaran dan keadilan. Orang yang beroleh hikmat akan memperoleh sesuatu yang benar. Beroleh hikmat berarti beroleh sesuatu yang jauh lebih berharga daripada hal-hal yang dipandang berharga oleh dunia ini. Roh Allah mewujudkan hikmat-Nya untuk menawarkan hidup yang jauh lebih berkualitas (ay. 14-21) khususnya dalam iman, pengharapan dan bahkan dikasihi serta mengasihi.
Ketiga, hikmat membuat kita saling mengasihi. Hikmat berkaitan dengan mengasihi dan dikasihi oleh Tuhan Allah. Sehingga makin mampu mengasihi banyak orang lain di sekitar kita. Menghadirkan kebahagiaan kehidupan bersama. Semakin kita mengasihi Allah, semakin kita akan membenci kejahatan. Kasih akan Allah tidak mungkin berdampingan dengan kesukaan akan dosa! Bila orang berkata bahwa ia mengasihi Allah, tetapi masih melindungi dosa yang tersembunyi, itu berarti ia membuka diri untuk bersahabat dengan roh kebohongan dan kejahatan. Mari memutuskan hubungan dengan kejahatan, kebohongan dan berbagai ketidakbenaran, dan mulai hidup benar-benar berhikmat: menyerahkan hati dan diri secara total dalam Roh yang penuh kebenaran, kejujuran, kekudusan, keadilan, kesucian, lalu terus mengalami pemurnian dan akhirnya penyelamatan. Mari kita hidup dengan dan semakin membagikan hikmat-Nya, hikmat Allah. Amin.
Keempat, karena hikmat akan membuat kita lebih cerdas. Ketika kita memiliki Hikmat Tuhan, maka hikmat Tuhan akan membuat kita memiliki pikiran yang tajam, cerdas, pandai, berpengetahuan dan bijaksana, oleh karena itu melalui Kitab Amsal ini, Salomo mengatakan bahwa Hikmat Tuhan begitu tak ternilai, sehingga melampaui permata apapun, karena Hikmat Tuhan jauh lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya. Hikmat Tuhanlah yang telah membuat Salomo memiliki pikiran yang tajam, cerdas, pandai, berpengetahuan dan bijaksana, melampui raja raja dan orang orang pintar manapun yang ada didunia pada masa itu, sehingga KEKAYAAN HIKMAT TUHAN yang ada pada Salomo telah membuat Salomo memiliki kuasa, otoritas dan kekayaan atas bangsa bangsa.
Kata“arif”dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan bijaksana, cerdik dan pandai, berilmu. Jadi orang arif adalah orang yang bijaksana atau orang yang cerdik dan pandai, atau orang yang berilmu. Bagaimanakah caranya agar kita menjadi orang yang berhikmat?
Pertama, kita harus terus belajar. Kadang orang berkata, “kalau saya sudah lulus sekolah dan sudah dapat kerja, buat apa saya belajar? Kan belajar itu hanya tugas mereka yang masih sekolah?” Jika pendapat itu juga menjadi pendapat kita, maka ingatlah apa yang dikatakan dalam Ams. 8:17 “... dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku.” Subyek ‘aku’ dalam ayat ini menunjuk pada hikmat (bdk. Ams 8:12). Hikmat adalah sumber kebijaksanaan, jadi jika kita ingin menjadi orang arif, maka kita perlu untuk memiliki hikmat. Oleh karena itu, kita perlu tekun mencarinya dengan terus belajar sepanjang hidup kita. Paulus juga mengingatkan hal itu dengan berkata, “sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Ef. 5:17).
Kedua, kita harus mampu mengendalikan hawa nafsu kita. Ketidakmampuan dalam mengendalikan hawa nafsu hanyalah akan membawa seseorang pada sikap hidup yang tidak sopan dan tidak baik. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang arif, kita perlu untuk mengendalikan hawa nafsu kita, dan menjauhi hal-hal yang bisa membangkitkan hawa nafsu kita. Paulus mengingatkan, “dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,” (Ef. 5:18).
Ketiga, kita harus mampu berkata-katalah dengan kata-kata yang membangun. Siapa dan seperti apa diri kita tercermin dari perkataan yang kita ucapkan. Kearifan seseorang akan tercermin dari perkataan yang diucapkannya. Seorang arif tidak akan mengungkapkan kata-kata yang menjatuhkan atau melemahkan. Dia akan berusaha untuk mengemas dan menata kata-katanya, sehingga orang yang mendengarnya merasa terbangun tatkala mendengarnya. Sebab itu Paulus mengatakan, “dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani” (Ef. 5:19a)
Tiga hal itulah yang perlu kita upayakan dalam hidup kita agar kita menjadi pribadi yang arif dan bijaksana dalam menjalani hidup ini. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN