Kamis, 09 April 2020
Kotbah: 1 Korintus 11:23-32 Bacaan: Haruruar 12:24-28
Hari ini kita akan merayakan Kamis Putih. Kamis Putih adalah hari pertama dari Tri Hari Suci Paskah. Kamis Putih ini menandai dimulainya Triduum Paskah. Pada hari ini kita merayakan kembali perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama 12 Rasul. Dikatakan sebagai perjamuan terakhir karena pada malam itu Yesus dikhianati oleh murid-Nya, Yudas Iskariot. Malam itu, Yesus menunjukkan kasih-Nya hingga rela kehilangan nyawa bagi seluruh manusia di dunia. Pada malam itu Yesus menyerahkan tubuh dan darah-Nya pada Bapa di Surga dalam wujud roti dan anggur yang diberikan kepada para rasul untuk memberi kekuatan bagi mereka. Yesus juga meminta apa yang Dia lakukan malam itu terus dilakukan oleh para pengikut-Nya.
Tema yang akan kita renungkan pada Kamis Putih ini adalah “Perjamuan Kudus”. Tema ini sangat penting kita gumuli. Apalagi dalam menghadapi Covid 19, pelaksanaan Perjamuan Kudus harus ditunda ke waktu yang kondusif. Lalu ada banyak warga jemaat bertanya apakah bisa Perjamuan Kudus ditunda pelaksanannya? Pertanyaan ini bisa dijawab jika kita sudah memahami dan memaknai Perjamuan Kudus dengan baik dan tepat.
Sakramen adalah upacara keagamaan yang menyimbolkan kehadiran dan rahmat Tuhan yang tak tampak. Salah satu sakramen dalam pemahaman Kristen Protestan adalah Perjamuan Kudus yang dilakukan secara berkala. Kita akan makan roti dan minum anggur sebagai lambang tubuh dan darah Kristus yang dikurbankan. Bagi pemahaman Luther, Perjamuan Kudus adalah kehadiran nyata Tubuh dan Darah Yesus di dalam roti dan anggur yang kita makan dan minum. Artitnya, saat kita merayakan Perjamuan Kudus, roti dan anggur yang sudah didoakan, di dalamnya Yesus benar-benar hadir untuk menebus dosa kita dan menguatkan kita untuk menerima perintah-perintah-Nya untuk kita lakukan.
Pada zaman Paulus, Perjamuan Kudus dilakukan di jemaat Korintus. Namun sayangnya, jemaat Korintus melaksanakan Perjamuan Kudus dengan cara dan sikap yang salah. Mereka tidak memaknai Perjamuan Kudus sebagai sarana untuk mengingat kasih dan pengorbanan Kristus. Sebaliknya, momen ini menjadi kesempatan untuk makan dan minum anggur sepuasnya. Mereka justru melampiaskan hasrat kedagingan dalam sebuah upacara sakramen yang kudus. Paulus menegur praktik seperti itu. Pasalnya, persekutuan model seperti itu tidak membangun (ay. 21-22).
Karenanya Paulus kembali mengingatkan mereka akan cara dan esensi dari Perjamuan Kudus itu (ay. 23-29). Ia tidak ingin jemaat menjadikan Perjamuan Kudus sebagai ritual keagamaan belaka tanpa pemahaman makna. Paulus meminta mereka untuk mengintrospeksi diri. Jemaat dituntut sungguh menyadari arti tubuh Kristus yang terpecah dan darah-Nya yang tercurah bagi umat yang berdosa.
Perjamuan Kudus masih dilakukan secara berkala dalam gereja sampai hari ini. Kita pun pasti sudah sering mengikutinya. Pertanyaan pentingnya, selama mengikuti perjamuan, apakah kita sudah sungguh-sungguh mengerti makna pengorbanan Kristus? Kalau tidak, maka Perjamuan Kudus hanya menjadi sebuah ritual keagamaan belaka. Sakramen ini telah kehilangan maknanya.
Melalui firman Tuhan ini, mari kita kembali mengevaluasi diri dalam mengikuti Perjamuan Kudus. Kiranya, setiap momen Perjamuan Kudus selalu mengingatkan kita akan karya keselamatan Yesus. Momen itu bisa menebalkan komitmen kita untuk memberitakan kabar sukacita ke seluruh dunia.
Sebagai orang percaya, tentu kita semua yang telah percaya kepada Tuhan dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi kita, pasti telah mengerti tentang Perjamuan Kudus.
Perjamuan Kudus dilatarbelakangi peristiwa penyerahan Yesus, penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya (ay. 23). Perjamuan Kudus tidak memiliki hubungan dengan kelahiran Yesus, tetapi lebih kepada kematian dan kebangkitan-Nya. Kita seharusnya melakukan Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan Tuhan Yesus, yaitu peringatan bahwa Ia telah menderita, mati dan bangkit serta naik ke surga bagi kita (ay. 24).
Roti dan anggur yang kita terima pada saat Perjamuan Kudus itu melambangkan kehadiran nyata Tubuh dan Darah Kristus (ay. 25 & 27). Prinsip ini hanya dapat diterima oleh orang-orang yang telah dewasa, dan telah sungguh-sungguh memiliki iman untuk percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dunia. Ketika Yesus mengatakan kepada orang banyak yang mengikut-Nya bahwa Ia adalah Roti hidup yang turun dari surga (Yoh. 6:51) dan menyampaikan prinsip Perjamuan Kudus (Yoh. 6:53-55). Alkitab mengatakan bahwa banyak orang, bahkan banyak di antara murid-murid-Nya yang mengundurkan diri (Yoh. 6:66). Oleh karena itu, kita yang telah menerima perjamuan kudus, seharusnya memiliki pandangan yang benar tentang Perjamuan Kudus, yaitu sebagai peringatan akan kematian Yesus, dan sebagai bentuk memberitakan kematian-Nya sampai Tuhan Yesus datang kembali (ay. 24b, 25b & 26).
Sangat disayangkan jika ketika menerima Perjamuan Kudus, kita hanya berpikir bahwa setiap kita melakukan Perjamuan Kudus, maka kita akan semakin diberkati oleh Tuhan, atau bahwa Perjamuan Kudus itu akan melindungi kita dari segala hal jahat, serta menyembuhkan kita dari segala penyakit. Memang hal-hal tersebut benar adanya, tetapi makna dari Perjamuan Kudus bukan hanya terkait berkat dan kesembuhan saja, melainkan bagaimana kita dapat menghayati makna dari kematian Kristus di atas kayu salib untuk menebus dan menyelamatkan kita. Ketika kita mengingat pengorbanan Kristus tersebut, tentunya kita harus menyadari bahwa kita semestinya dapat melakukan sesuatu untuk menyenangkan hati Tuhan, yaitu menjauhi segala hal yang mendukakan hati Tuhan.
Perjamuan Kudus bukan sekedar roti dan anggur. Perjamuan Kudus juga bukan jimat yang bisa menyembuhkan segala penyakit, memberikan rejeki dan menyelesaikan masalah. Perjamuan Kudus adalah kesempatan bagi kita untuk dapat merenungkan kasih dan pengorbanan Yesus bagi kita, dan ikut mengambil bagian dalam penderitaan Kristus sehingga kita pun dapat semakin hidup kudus dan berkenan kepada Tuhan. Ketika kita mengaku bahwa kita telah diselamatkan oleh Yesus, maka kita pun harus hidup sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan. Di saat-saat menjelang Paskah ini, mari kita kembali lagi menginstropeksi diri kita, sudahkah kita hidup benar di hadapan Tuhan? Biarlah setiap kali kita mengambil bagian dalam perjamuan kudus, kita boleh melakukannya dengan pengertian yang benar, dan bukan karena hanya sekedar ikut-ikutan saja.
Jemaat Korintus adalah jemaat yang maju dan berkembang pada masa itu. Ada banyak kelebihan yang dimiliki oleh jemaat tersebut. Namun ada banyak juga masalah di dalamnya, antara lain perpecahan jemaat tentang pengelompokan dalam jemaat (golongan Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus), tentang karunia-karunia Roh dan dalam pembacaan kita hari ini adalah masalah dalam pelaksanaan Perjamuan Kudus.
Paulus mengecam jemaat Korintus karena dalam melaksanakan Perjamuan Kudus, bukannya dalam semangat berbagi yang mereka praktikkan, sebaliknya mereka hanya fokus pada kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak peduli dengan orang lain. Mereka hanya mengasihi diri mereka sendiri. Dapat dikatakan: “Tidak ada kasih di dalam perjamuan kasih yang mereka lakukan”. Semangat melaksanakan Perjamuan Kudus harus terlihat dengan kesediaan kita mau berbagi kepada orang lain yang sangat membutuhkan. Dalam situasi pandemic Covid 19 ini, makna Perjamuan Kudus tidak hanya berhenti pada ritual saja melainkan kita dapat berbagi kepada orang lain yang membutuhkan. Kendati pelaksanaan ritual Perjamuan Kudus kita tunda, tetapi menolong orang lain yang sangat membutukan uluran tangan kita saat ini sangatlah dibutuhkan. Gereja menunda pelaksanaan ritual Perjamuan Kudus tetapi Gereja tidak berhenti melayani meja Perjamuan Kudus dengan menolong warga jemaat yang terpapar karena Covid 19, atau menolong orang korban-korbah Covid 19 di luar Gereja kita.
Dalam suratnya ini Paulus, Paulus ingin mengembalikan pelaksanakan Perjamuan Kudus kepada pelaksanaan yang benar, sebagaimana yang Tuhan Yesus nyatakan kepadanya.
Pertama, perbuatlah ini! Pelaksanaan Perjamuan Kudus adalah perintah Tuhan Yesus untuk ditaati dan dilakukan.
Perjamuan Kudus harus diperingati dan dirayakan sebagai:
Perjamuan Kudus harus diperingati dan dirayakan sebagai:
a. Ketaatan kepada perintah Tuhan Yesus (ay. 24-25= “perbuatlah ini”)
b. Kepercayaan akan kematian Kristus yang membawa keselamatan yang sejati (ay. 24-25)
c. Pengucapan syukur atas kasih Allah yang mengorbankan Putera-Nya yang tunggal bagi keselamatan kita semua.
Kedua, menjadi peringatan akan Aku. Apa yang kita peringati? Yang perlu kita peringati adalah:
à Penderitaan-Nya.
à KematianNya.
Apakah yang dinyatakan pada penderitaan-Nya dan KematianNya?. Yang tekandung pada penderitaan dan kematian Tuhan Yesus adalah “Kasih dan Pengampunan”. Mengapa kita harus merayakan dan memberitakan kasih dan pengampunan Tuhan Yesus?
a. Karena dunia membutuhkan kasih dan pengampunan, tetapi dunia tidak punya kasih dan pengampunan. Yang ada adalah kebencian dan balas dendam yang menghasilkan kehancuran diri, keluarga, masyarakat, dll.
b. Karena hanya di dalam Kristus ada kasih dan pengampunan yang menghasilkan sukacita dan damai sejahtera.
Perjamuan Kudus menyatakan kasih dan pengampunan. Karena kasih-Nya Tuhan Yesus mau mati bagi kita, supaya dosa kita diampuni dan diperdamaikan dengan Allah. Kita merayakan Perjamuan Kudus untuk selalu mengingatkan kita tentang kasih dan pengampunan Kristus (“Jangan Lupa”). Mengapa “Jangan Lupa”?. Karena kita manusia seringkali lupa, perlu diingatkan. Mengapa orang bisa lupa?
a. Karena punya kemampuan mengingat yang lemah.
b. Karena waktu peristiwa yang terjadi sudah cukup atau sangat lama.
c. Karena peristiwa yang pernah dialami itu tidak penting baginya, ada yang lebih penting, yang menggeser memori sebelumnya.
Itu sebabnya melalui Perjamuan Kudus kita diingatkan bahwa dosa-dosa kita sudah diampuni (2 Ptr. 1:9 “Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan”) Apakah kita sudah hidup dalam kasih dan pengampunan?
Bila kita pernah dilukai dan mengalami kepahitan dan masih menyimpan kemarahan, kebencian dan dendam, dari orang-orang di sekitar kita (suami, istri, anak, orangtua, sahabat, dll) mari kita mengingat kasih dan pengampunan Kristus dan memberikan pengampunan kepada mereka. Karena itu, marilah kita memaknai Perjamuan Kudus dengan baik dan benar, sehingga kendatipun pelaksanaan ritualnya tertunda tetapi pelaksanaan dalam meja Perjamuan Kudus sehari-hari kita lakukan dengan sedia menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan kita. (rsnh)
Selamat Merayakan Ibadah Kamis Putih