Sabtu, 06 Agustus 2022

tbah Minggu 8 Setelah Trinitatis Minggu, 07 Agustus 2022 "ALLAH SENDIRILAH HAKIM” (Mazmur 50:1-6)

 Kotbah Minggu 8 Setelah Trinitatis

Minggu, 07 Agustus 2022

 

"ALLAH SENDIRILAH HAKIM”

Kotbah: Mazmur 50:1-6   Bacaan: Matius 24:45-51



Minggu ini kita akan memasuki Minggu kedelapan setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “ALLAH sendirilah HAKIM”.  Lembaga Alkitab Indonesia memberikan judul “Ibadah yang Sejati” untuk Mazmur ini, sementara salah satu terjemahan Inggris judulnya “Allah sendiri adalah Hakim”. Dua hal ini memang saling berkaitan: pengenalan akan Allah sebagai hakim dan sikap ibadah yang benar. Orang yang tidak memiliki pengertian akan kemahakuasaan Allah akan cenderung beribadah dengan sikap ibadah yang sembarangan.

 

Sebenarnya Alkitab adalah kitab pertama dan tertua yang menuliskan mengenai hakim dan menghakimi. Kata “Hakim”(Ibrani: shaphat) pertama kali digunakan di dalam Kejadian 16:5, yang menunjukkan peran Tuhan sebagai Pribadi yang menghakimi, memerintah, menghukum, dan memutuskan perselisihan. Bukan hanya itu, Alkitab juga mencatat saran Yitro kepada Musa di Keluaran 18:13-27 tentang sistem lembaga peradilan berjenjang yang pertama kali di dunia, yang sampai hari ini masih diterapkan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun Alkitab juga memuat pesan Tuhan Yesus di Matius 7:1, yaitu: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Maksud ayat ini bukanlah berarti Tuhan Yesus tidak mau kita tidak mempedulikan kesalahan orang lain, atau tutup mata terhadap terjadinya kejahatan di sekitar kita. Tuhan Yesus juga sama sekali tidak menentang lembaga peradilan dan jabatan hakim. Yang Tuhan Yesus maksudkan adalah kita tidak boleh menggunakan standar ganda dalam menilai orang lain. Misalnya, kita menilai kesalahan kita sebagai sesuatu yang enteng atau ringan, sementara kesalahan orang lain kita pandang sebagai sesuatu yang berat. Atau dapat juga dalam bentuk pemberian pengecualian-pengecualian tertentu jika yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang kita hormati atau sayangi. 

 

Mazmur 50 ini adalah kitab yang berisi teguran dan peringatan. Mazmur ini merupakan gambaran tentang hari penghakiman, ketika Allah meminta manusia untuk memberikan pertanggung jawaban atas pelaksanaan dari hal-hal yang sudah diajarkan kepada mereka. Anak Allah datang ke dalam dunia untuk menghakimi, bahkan segenap bumi dipanggil untuk memberi perhatian pada panggilan tersebut, bukan hanya atas perbuatan fasik umat Israel pada saat itu. Melainkan agar semua anak manusia berkepentingan untuk mengetahui cara yang benar menyembah Allah, yaitu dalam roh dan kebenaran. Ketika Allah datang untuk menegur, Ia tampil dengan bersinar dari Sion, pucak keindahan, dengan segala kemegahan-Nya (ay. 1-2). Ia datang dan tidak akan berdiam diri (ay. 3), Dia tidak akan lagi menutup mata atas dosa-dosa yang dilakukan manusia, Ia akan menunjukkan ketidakberkenanan-Nya atas dosa-dosa itu. Ia akan menghimpun orang-orang yang dikasihi-Nya kepada Allah, tetapi hanya mereka yang dengan tulus hati mengikat perjanjian dengan-Nya, memilih-Nya sebagai Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya sebagai umat-Nya (ay. 5). Sehingga mereka melakukan pernjanjian dengan Allah, perjanjian yang khusus dengan segala kesungguhan. Sebagai manusia yang berdosa tentu harus ada penebusan yang dilakukan bagi pelanggaran terhadap perjanjian pertama untuk bisa diterima kembali dalam perjanjian yang baru. Maka langit yang adalah sebagai saksi akan memberitakan keadilan-Nya di mana saja, bahkan sampai ke seluruh penjuru dunia. Maka keadilan Tuhan pun diakui dan terbukti serta tidak dapat dibantah lagi (ay. 6).

 

Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah gambaran Allah yang adil dan menghakimi umat-Nya itu? Dari perikope yang kita baca, ada beberapa gambaran tentang Allah yang menghakimi umat-Nya, yakni:

 

Pertama, Allah menghakimi seperti api menjilat, dan badai yang dahsyat (ay. 3). Gambaran kengerian dan kedahsyatan Allah ini kurang populer agaknya dalam pemahaman orang Kristen. Kita lebih suka gambaran Allah yang penuh kasih, selalu menerima kita apa adanya, memperhatikan kebutuhan kita, menolong kita pada waktu kesesakan, dan seterusnya. Memang gambaran ini tentu tidak salah, namun hanyalah sebagian kebenaran tentang Allah. Mazmur ini justru menggambarkan Allah yang datang dan “di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat” (ay. 3). 

 

Kedua, Allah berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya (ay. 4).  Allah datang untuk menghakimi umat-Nya. Umat-Nya itu, bukan orang-orang kafir. Kita cenderung meletakkan diri kita di luar penghakiman Allah, dan diam-diam di dalam hati kita berharap bahwa Allah akan menghakimi orang-orang kafir. Namun pemikiran ini salah, karena Allah terlebih dahulu akan menghakimi umat-Nya sendiri. Allah justru akan menghakimi dan menegur orang-orang yang masih dikasihi-Nya, selama mereka masih hidup dalam dunia ini. Kita justru harus bersyukur jika selama hidup, masih ada teguran dan penghakiman dari Allah. Orang yang menolak penghakiman selagi masih hidup akan menerima penghakiman yang kekal pada hari terakhir dan tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat.

 

Ketiga, Allah menghakimi cara pemberian kurban umat-Nya (ay. 5). “Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!” (ay. 5). Ada apa dengan korban sembelihan mereka, dengan ibadah mereka? Mereka memiliki sikap yang keliru dalam mempersembahkan korban kepada Allah; seolah-olah mereka sedang membantu, menolong, dan mengasihani Allah. Allah tidak perlu ditolong dan dikasihani. Ia juga sebenarnya tidak membutuhkan korban kita karena segala sesuatu di bumi ini adalah milik-Nya: “Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab punya-Kulah segala binatang hutan ... apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya” (ay, 9-12). Lalu apa yang Allah minta dari umat-Nya? Yang TUHAN minta dari umat-Nya adalah Persembahkanlah syukur (ay. 14).

 

Allah menghendaki korban ucapan syukur (ay. 14). Orang yang memberi persembahan kepada Allah tidak tentu melakukannya karena ucapan syukur. Ajaran Alkitab menuntun kita untuk menjaga sikap hati kita dan bukan hanya puas diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan secara lahiriah saja. Ada orang yang memberi persembahan bukan karena bersyukur kepada Allah, melainkan justru karena mau mengharapkan sesuatu dari Allah.

 

Tuhan adalah hakim yang begitu adil, Dia akan menyatakan bahkan sampai menegur umat-Nya yang berbuat tidak benar, mengesampingkan firman-nya, dan yang menentang setiap pengajaran-Nya. Orang Israel yang ada pada zaman tersebut, berusaha untuk menyogok Tuhan dengan korban sembelihan atas perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Mereka berbuat tidak jujur, melakukan kekerasan dan penganiayaan, itulah sebabnya Tuhan marah dan menegur mereka, dan Tuhan tidak berkenan atas korban yang mereka berikan. Begitupun halnya dengan kita, tentu dalam kehidupan ini ada banyak perbuatan dosa yang kita lakukan, yang begitu melukai hati-Nya. Tuhan akan senantiasa menjadi hakim yang memeriksa dan memberi teguran bahkan mengadili bagi siapa saja yang berbuat salah. Karena Tuhan sama sekali tidak menutup mata-Nya atas perbuatan kesalahan yang tidak dikendaki-Nya. Bahkan ketika Tuhan menegur pun, sesungguhnya Ia mau menghimpun kita kembali kepada Allah, dengan perjanjian khusus bahwa sebagai manusia berdosa kita mengakui kesalahan yang telah dilakukan dan tidak akan melanggar kembali. Karena sesungguhnya ritual ibadah yang kita lakukan dengan seperti biasanya itu penting, tetapi ibadah ritual yang benar maka juga akan berdampak pada aktual yang benar.

 

RENUNGAN

 

Apa yang hendak kita renungkan dari perikope ini dalam Minggu kedelapan setelah Trinitatis ini?

 

Pertama, Allah menghakimi tanpa memihak siapa pun. Seorang hakim yang baik ketika menghakimi suatu perkara dengan adil dan benar, tidak memihak kepada siapapun juga. Kalau terdakwa salah harus dihukum dan bila benar maka harus dibebaskan. Manusia yang sudah tercemar dosa, sulit untuk bisa menjadi hakim yang baik, tetapi berbeda dengan Allah. Allah kelak akan datang sebagai hakim untuk menghakimi seluruh umat manusia. Setiap manusia nanti akan menghadap takhta pengadilan Allah dan Allah akan menjadi hakimnya. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan dan kebenaran. Adil dan benar adalah sifat Allah yang tidak perlu diragukan lagi.

 

Kedua, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, kita pun tidak akan luput dari pengadilan Tuhan saat kita berbuat salah. Kesalahan atau perbuatan dosa tidak akan pernah menjadi tindakan yang dibenarkan oleh Tuhan. Ketidaksetiaan kepada Tuhan serta perbuatan merusak lingkungan alam sekitar dapat mendatangkan hukuman dari Allah. Namun sebaliknya, bila kita menjadi umat yang setia dan mendapat perlakuan tidak adil dari sesama, maka Tuhan akan menjadi hakim yang pasti adil untuk membela kita. Tuhan akan selalu memunculkan kebenaran-Nya di saat yang tepat. Mari jaga kualitas hidup dan iman kita agar Tuhan selalu memberkati kita. 

 

Ketiga, hindarilah menjadi hakim bagi orang lain. Larangan menghakimi sesama kita bermakna bahwa jangan ada sifat kemunafikan dalam hubungan antara sesama kita. Sebab sesungguhnya ketika kita menghakimi sesama kita, maka kita sendiri sedang membuka peluang untuk dihakimi oleh orang lain. Di saat kita kritis menilai orang lain, maka orang lain pun akan mempertanyakan secara kritis apakah kita sudah menghidupi nilai tersebut. Alkitab justru mengajarkan bahwa hubungan sesama manusia harusnya dilandasi oleh sikap saling menasihati dan membangun (1Tesalonika 5:11), dan ditujukan bukan untuk mencari-cari kesalahan orang lain dan menjatuhkannya. 

Ingatlah, saat ada keluarga kita yang melakukan kesalahan, janganlah kita menghakiminya. Tunjukkanlah ketulusan kita untuk mengasihi dan membawanya kembali ke jalan yang benar, dengan cara menasihati dan membangunnya. Sikap menghakimi hanya akan melahirkan kebencian dan pertengkaran di antara kita, tetapi kasih yang tulus membawa pemulihan bagi mereka yang terhilang. Karena itu, hindarilah menghakimi sesama manusia, sebab Allah sendirilah Hakim atas kita. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...