Minggu, 25 Pebruari 2018
Kotbah: Yunus 4:1-11 Bacaan: Yohanes 3:16-21
Minggu ini kita memasuki Minggu Reminiscere.
Reminiscere artinya, “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu ya
Tuhan” (Sai ingot ma angka denggan ni basaM) (Mzm. 25:6).
Dalam memasuki dan menjalani minggu ini kita akan dikuatkan
dan diarahkan Firman Tuhan dengan tema “Allah mengasihi segenap bangsa”. Kasih Allah tidak hanya untuk satu suku
bangsa saja, tetapi untuk semua suku bangsa yang ada di dunia ini.
Dalam pasal 4 kitab Yunus ini menceritakan
bagaimana Allah memberi pelajaran kepada Yunus tentang “mengasihi” sesama
bangsa. Bagi Yunus, bangsa yang berdosa pasti akan dihukum TUHAN. Ninewe
sebagai kota yang besar dengan kejahatannya yang besar harusnya mengalami
penghukuman Allah, namun karena bangsa itu bertobat maka mereka luput dari
hukuman Allah. Yunus merasa kesal dengan tindakan Allah ini. Itu sebabnya Yunus
berdoa dan meminta Allah mencabut nyawanya. Allah tidak menuruti permintaan
Yunus. Allah membiarkan Yunus hidup untuk mengetahui bahwa “Allah mengasihi
mereka yang bertobat kembali.”
Melalui pembelajaran tentang “pohon jarak”
yang hidup satu hari untuk melindungi Yunus dari terik matahari dan satu hari
berikutnya pohon itu layu, Allah membuka wawasan dan pengertian Yunus, tentang
mengasihi mereka yang bertobat kembali. “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada
Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu
orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan
ternaknya yang banyak?” ( ay. 11). Memang tidak ada penjelasan lebih mengenai
apakah Yunus memahami pembelajaran dari pohon jarak ataukah tidak. Namun satu
hal yang pasti adalah, bahwa “Allah mengasihi orang yang bertobat kembali
kepada-Nya.”
Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa
Allah mengasihi semua bangsa yang bertobat dan kembali ke pangkuan-Nya. Namun
sering kali yang menjadi penghambat kita melihat kasih Allah adalah pandangan
dan cara berpikir kita yang mirip seperti Yunus, bahwa orang yang berdosa patut
untuk dihukum. Itu sebabnya kalau ada orang yang jatuh ke dalam dosa, kita
lebih cenderung menghakimi dan menghukum orang tersebut, daripada kita
mengharapkan orang tersebut bertobat dan berbalik dari dosa mereka. Harusnya
kita bisa lebih memahami kasih Allah yang benar. Allah melalui nabi-nabi-Nya
menyerukan pertobatan agar mereka yang berdosa terhindar dari hukuman Allah.
Allah menghendaki agar orang yang berdosa dan bertobat kembali dapat diselamatkan.
Dari perikop ini ada beberapa hal yang kita
pelajari, yakni:
Pertama, sikap Allah terhadap Niniwe. Orang Niniwe bertobat (3:5-9), dan karena
itu Allah mengampuni mereka (3:10). Allah mau mengampuni mereka karena Allah
mengasihi mereka (4:11). Allah mau mengasihi mereka, padahal mereka adalah:
a. Orang berdosa (bdk. Rm. 5:8). Apakah
saudara menyadari bahwa diri saudara adalah orang yang berdosa? Tetapi,
sekalipun saudara adalah orang yang berdosa, tetapi Allah tetap mengasihi
saudara dan Ia mau mengampuni dosa-dosa saudara, asalkan saudara mau bertobat
dan datang kepada Yesus. Maukah saudara melakukan hal itu?
b. Orang
kafir / non Israel (bdk. Kej. 12:1-3 Kis. 10:34-35). Bukan
hanya orang Israel / Yahudi saja yang bisa diselamatkan. Kita juga bisa, tak
peduli apa kebangsaan saudara. Dan syaratnya tetap sama untuk orang dari bangsa
apapun, yaitu bertobat dan datang kepada Yesus!
Kedua, kita melihat sikap Yunus.
1. Marah
(ay. 1). Mengapa Yunus menjadi marah?
a. Karena ia ingin Niniwe dihancurkan (ay 2). Dalam
pandangan Yunus, orang-orang Niniwe bukan hanya sekedar merupakan orang non
Israel, tetapi mereka juga merupakan musuh orang Israel dan mereka adalah
orang-orang yang jahat. Karena itu Yunus ingin mereka dihancurkan. Ayat 5 seharusnya diterjemahkan ke
dalam bentuk Past Perfect, karena ay 5 terjadi sebelum ay 1-4. Jadi, setelah
Yunus memberitakan Firman Tuhan kepada orang-orang Niniwe, ia lalu pergi ke
luar kota untuk untuk memperhatikan kehancuran Niniwe. Tetapi harapannya tidak
terkabul, karena orang-orang Niniwe ternyata bertobat, sehingga mereka diampuni
oleh Allah. Ini menjadikan Yunus marah. Apakah dalam hidup kita, ada orang yang begitu
saudara benci, sehingga kita menghendaki agar Allah membinasakan / tidak
mengampuni dia? Kalau ya, ingatlah bahwa skita sendiri adalah orang yang penuh
dengan dosa, dan sebetulnya sama tidak layaknya dengan dia untuk mendapat
pengampunan Allah. Juga ingatlah bahwa Yesus menghendaki kita mengasihi sesama
manusia seperti diri kita sendiri (Mat. 22:39), dan Ia menghendaki kita
mengampuni orang yang bersalah kepada kita (Mat. 18:21-35).
b. Karena nubuatnya dalam 3:4 tidak terjadi. Ini
menghancurkan reputasinya sebagai seorang nabi (bdk. dengan Ul. 18:22). Bagi
Yunus reputasinya lebih penting daripada nasib orang Niniwe. Apakah kita juga seperti Yunus? Apakah
reputasi / gengsi saudara lebih penting dari pada nasib kekal dari orang lain? Yunus marah melihat orang Niniwe
diampuni, padahal ia sendiri baru saja diampuni Tuhan (Yun. 2). Renungkan
tentang orang yang kita benci! Kalau orang itu bertobat dan lalu diampuni oleh
Tuhan, bagaimana reaksi kita? Bersukacita / bersyukur kepada Tuhan? Atau marah
/ jengkel seperti Yunus?
2. Membenarkan diri sendiri dan menyalahkan
Allah (ay 2). Ini seperti Adam dalam Kejadian 3:12 –
“perempuan yang Kautempatkan”. Apakah kita sering membenarkan diri sendiri
dan menyalahkan Allah? Kalau kita tidak melayani Tuhan, mungkin skita berkata
bahwa kita tidak melayani karena Tuhan tidak memberi karunia kepada saudara
(bdk. Mat. 25:24-25). Kalau skita tidak pemberi persembahan, itu karena Tuhan
tidak memberi uang yang cukup kepada kita. Kalau kita tidak ke gereja, itu
karena Tuhan tidak memberi kita mobil dsb. Sikap seperti ini tidak akan
menyebabkan kita dibenarkan! Apapun yang terjadi, tidak mungkin kita yang benar
dan Allah yang salah!
3. Minta
mati sampai 2 kali (ay. 3,8). Dalam
ayat 3, ia minta mati. Ini seperti Elia (1Raja. 19:4),
tetapi alasannya lain. Elia minta mati, karena merasa pelayanannya gagal (tidak
ada yang bertobat). Yunus sebaliknya! Ia minta mati justru karena pelayanannya
berhasil (Niniwe bertobat dan diampuni oleh Tuhan)! Dalam ayat 8, ia
menderita kepanasan, karena itu ia ingin mati. Dalam penderitaannya itu
ia tidak bisa melihat Tuhan yang mengatur semua itu, dan karena itu ia ingin
mati. Seringkah kita ingin mati pada waktu kita mengalami hal-hal yang tidak
enak / penderitaan yang berat? Pada saat seperti itu, ingatlah bahwa asal kita
adalah seorang anak Allah, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi saudara (Rm. 8:28).
4. Tidak perduli dengan teguran Tuhan. Teguran
pada ayat 4 tidak dijawab oleh Yunus. Teguran pada ayat 9 dijawab dengan
kurang ajar! Pada saat kita marah, frustasi dsb, kita bisa begitu buta,
sehingga melawan Tuhan. Kita harus hati-hati terhadap hal seperti itu.
Ketiga, sikap Allah terhadap
Yunus.
1. Allah tidak memberi kematian sekalipun Yunus
memintanya. Allah menyensor doa kita! Kalau doa itu
tidak baik, Allah tidak akan memberikannya! Allah mem-by-pass permintaan Yunus
itu dan Allah membahas persoalannya. Ayat 4: “layakkah engkau marah?” Ini
menunjukkan kasih Allah kepada Yunus. Dalam persoalan Yunus ini kita dapat
melihat dengan jelas bahwa Allah tidak mengabulkan doa Yunus, karena Allah
mencintai Yunus. Tetapi tidak selalu kita bisa melihat seperti itu. Khususnya
kalau kita berdoa untuk sesuatu yang sangat kita harapkan, dan kita menganggap
sesuatu itu sebagai sesuatu yang baik bagi kita, tetapi ternyata Allah tidak
mengabulkan doa kita. Tetapi sebetulnya dalam keadaan apapun kita harus
percaya, bahwa kalau Allah menyensor doa kita, Ia melakukan itu karena Ia
mengasihi kita! Percayalah bahwa Ia lebih bijaksana dari saudara, dan Ia lebih
tahu apa yang baik bagi saudara!
2. Menegur Yunus, tetapi tidak dengan keras,
sekalipun Yunus marah kepada Allah (ay. 4). Ini
lagi-lagi menunjukkan kasih, kesabaran, bahkan juga hikmat Allah! Ia tidak
menangani orang yang frustasi dengan cara yang keras. Pada saat kita sedang frustrasi (apalagi kalau itu disebabkan kita
jatuh ke dalam dosa, atau doa kita tidak dikabulkan oleh Tuhan), kita mungkin
beranggapan bahwa Allah tidak peduli kepada kita, atau bahkan Allah benci kita.
Tetapi dari cerita Yunus ini, kita boleh yakin bahwa dalam keadaan frustrasi
itupun, Allah tetap mengasihi kita, dan Ia selalu menangani kita dengan cara
yang terbaik dan penuh kasih!
3.
Memperhatikan Yunus dan berbicara kepada Yunus sekalipun Yunus tidak berbicara
kepada Allah (ay. 8-9). Dalam ayat 8, Yunus tidak berbicara
kepada Allah, tetapi sekedar bersungut-sungut. Tetapi dalam ayat 9 Allah tetap
mau berbicara kepada Yunus. Hal ini
lagi-lagi menunjukkan bahwa Allah tetap mengasihi Yunus! Dalam penderitaan, segala keluhan yang tidak kita tujukan kepada
Tuhan sekalipun, tetap didengar dan diperhatikan oleh Tuhan. Dan sekalipun
dalam keputusasaan, kita lalu tidak mempedulikan Tuhan, Tuhan tetap
mempedulikan dan mengasihi kita!
4. Allah tidak meninggalkan Yunus sekalipun
mungkin dari sudut pandang Yunus, Allah telah meninggalkan dia. Ayat
4: Allah bertanya dan Yunus tidak menyahut.
Ayat 6-8: kelihatannya Allah meninggalkan Yunus karena Allah tidak
berbicara kepadanya. Tetapi sebetulnya Allah tidak meninggalkan Yunus. Allah
bekerja bagi Yunus. Dalam ay 6-8, ada 3 kali kata-kata “atas penentuan Tuhan”
yang menunjukkan hal itu! Sekalipun kita
merasa Allah meninggalkan kita dan sekalipun ada banyak hal yang terjadi di
sekitar kita yang seakan-akan menunjukkan bahwa Allah tidak perduli kepada kita,
percayalah bahwa Allah tidak meninggalkan saudara! (Ibr. 13:5 Yoh. 14:16).
5. Allah mendidik Yunus. Melalui
apa yang terjadi di sekitar Yunus (ay. 6-8: tanaman, ulat, angin). Melalui Firman Tuhan (ay. 9-11). Ini argumentasi Allah untuk
menunjukkan kesalahan Yunus: Yunus
tidak menanam pohon itu, tapi toh ia sayang kalau pohon itu mati. Apalagi kalau
Yunus yang menanam dan memelihara pohon itu. Pohon
tidak sepenting manusia. Tuhan
yang menciptakan orang-orang Niniwe dan memelihara mereka. Bagaimana mungkin
Tuhan tidak mengasihi mereka? Tuhan
juga mendidik kita juga melalui 2 hal di atas ini:
a. Melalui hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Misalnya:
Adanya orang yang mati bisa mengajar pada kita bahwa setiap saat kitapun bisa
mati. Adanya orang yang bermoral bejad, bisa mengajar kita untuk lebih
berhati-hati dalam mendidik anak-anak kita. Adanya orang yang menjengkelkan
kita, mungkin mengajar kita untuk menjadi lebih sabar. Adanya
kegagalan-kegagalan dalam usaha kita mungkin mengajar kita untuk menyadari
kelemahan kita supaya kita lebih bersandar kepada Allah
b. Melalui Firman Tuhan. Karena
itu belajarlah Firman Tuhan dengan rajin! Saudara bisa belajar Firman Tuhan
dalam Kebaktian maupun Pemahaman Alkitab, juga dengan membaca buku-buku rohani,
atau langsung membaca Kitab Suci dsb. Dan setiap kali kita mendengar
Firman Tuhan, ingatlah bahwa Allah bertujuan memberikan Firman-Nya kepada kita
untuk mengajar / mendidik kita. Jadi, jangan mendengar / belajar Firman Tuhan
hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu atau intelek kita. Sebaliknya,
bandingkanlah Firman Tuhan dengan kehidupan saudara, dan laksanakanlah Firman
Tuhan itu!
Keempat, reaksi dan sikap Yunus.
Tidak ditunjukkan apa dan bagaimana reaksi
dari Yunus! Cerita ini dibiarkan “open-ended”! Ini seperti Lukas 15 yang juga
tidak menceritakan reaksi anak sulung terhadap kata-kata ayahnya! Tujuannya
supaya kita berhadapan dengan kata-kata Tuhan itu, seakan-akan kita adalah
Yunus sendiri. Allah mengasihi semua bangsa
yang berdosa; pantaskah kita jengkel kalau ada orang berdosa yang bertobat dan
diampuni? Maukah kita mempunyai sikap yang sama dengan sikap Allah terhadap
orang berdosa? Kalau ya, maka kita harus: memberitakan
Injil, juga kepada orang yang menjengkelkan; berdoa bagi keselamatan mereka; mengajak
mereka ke gereja untuk mendengar Injil / Firman Tuhan, dsb. Maukah kita melakukan hal-hal ini?
Dengan mempelajari Kitab Yunus, sebenarnya
kita belajar tentang Amanat Agung yaitu kita pergi memberitakan Injil (Mat.
28:19-20) karena masih banyak jiwa yang belum/tidak mengenal Yesus Kristus dan
hidup dalam kegelapan. Jangan hanya fokus akan keselamatan diri sendiri tetapi
ketahuilah bahwa Tuhan juga memberikan kasih karunia keselamatan bagi semua
bangsa yang sangat jahat sekalipun bila mereka berkesempatan mendengar Firman
Tuhan yang kita beritakan. Untuk itu kita harus hidup dalam kekudusan agar
dapat menjadi terang dan saksi-Nya dalam pemberitaan Injil. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN