Jumat, 17 Februari 2023

Renungan hari ini: “TIGA TUNTUTAN TUHAN” (Mikha 6:8)

 Renungan hari ini:

 

“TIGA TUNTUTAN TUHAN” 


 

Mikha 6:8 (TB) "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" 

 

Micah 6:8 (NET) "He has told you, O man, what is good, and what the Lord really wants from you: He wants you to promote justice, to be faithful, and to live obediently before your God"

 

Kata “tuntutan Tuhan” pada nas hari ini, di dalam bahasa Ibrani menggunakan istilah darash, yakni suatu usaha terus-menerus yang berangkat dari hati yang peduli. Apa yang sebetulnya Allah tuntut dari umat-Nya? Mikha menyampaikan firman kepada bangsa Israel menggunakan sebuah sindiran untuk menyimpulkan apa yang mereka rela lakukan bagi Allah, yaitu memberikan korban bakaran, bahkan sampai ribuan domba jantan, seperti pengikut agama-agama kafir yang rela mempersembahkan anak-anak sulung mereka (ay. 6-7). Israel meresponi kasih Allah dengan melakukan agama lahiriah dan ritual agama yang kosong. Allah sudah memberitahukan kepada umat-Nya hal baik apa yang baik yang Dia kehendaki, yaitu berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (ay. 8). Tiga kebajikan Ilahi ini bukan suatu teori filosofis belaka tapi merupakan nilai-nilai moral praktis, lebih penting dari segala ritual keagamaan yang mereka jalankan.

 

Tuhan menuntut kita menanggapi kesetiaan-Nya dengan darash, yakni memiliki kepedulian dengan terus-menerus berjuang untuk berlaku adil, setia, dan rendah hati. Tiga karakter dasar Allah ini yang Dia tuntut untuk kita perjuangkan. Karakter yang selalu diharapkan-Nya untuk bertumbuh di dalam kepribadian dan karakter kita, yakni:

 

Pertama, kita harus berlaku adil. Kita sudah cukup sering bicara tentang keadilan. Pembicaraan secara negatif, lawan kata keadilan adalah keberpihakan (partiality), memandang muka, lihat orang, membagi-bagi orang. Inilah ketidakadilan. Yesus, waktu hadir ke dalam dunia, Dia bisa bergaul dengan siapa saja. Dia bisa bergaul dengan orang Farisi, ahli Taurat, tapi juga dengan pelacur, dengan orang yang miskin, dengan janda –dengan semua. Hidup-Nya tidak ada like and dislike; Yesus itu adil. Adil berarti Dia bergaul dengan semua orang. Dia bukan pilih-pilih orang. ‘Saya kalau ngomong sama orang ini nyambung, comfortable; kalau ngomong sama orang itu berat sekali, tiap kali saya ngomong sama dia, entah bagaimana jadi kayak cicipan neraka, saya jadi kepingin cepat-cepat selesai, begitu selesai, saya merasa cicipan surga –kita pilih-pilih. Kalau mau bicara dengan orang, kita pilih yang kita senang, yang kita comfortable; kita menderita waktu bicara dengan orang-orang tertentu yang menurut kita “tidak level-lah, tidak berdampak,  tidak menguntungkan, dsb. –inilah artinya orang yang tidak berlaku adil.

 

Berlaku adil meliputi sikap tidak berat sebelah dan mampu memandang suatu masalah dengan objektif. Selain itu juga tidak pilih kasih dalam berhubungan dengan sesama. Mencintai kesetiaan adalah kebajikan yang memotivasi seseorang untuk konsisten memperhatikan kebutuhan orang lain dan berusaha menolongnya sampai orang tersebut mengalami perubahan dan mengalami kemajuan dalam hal yang ditolong. Kerendahan hati di hadapan-Nya berarti senantiasa responsif dan tunduk terhadap kemauan Allah, menyerahkan kehendaknya dengan sukacita di bawah kehendak Allah. Sifat-sifat karakter Ilahi inilah yang menetapkan batas-batas kehidupan seorang Kristen.

 

Adil berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus dan tulus; suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran.  Adil berarti juga sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak:  keputusan hakim yang berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran;  sepatutnya;  tidak sewenang-wenang.  Secara terminologi, adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran;  ini berkenaan dengan hal yang patut diterima oleh seseorang  (baca Kel. 23:6)  dan mengarah kepada hubungan sesama manusia, antara tuan dengan hamba, atasan dengan bawahan, orangtua dengan anak, suami dengan isteri, pimpinan dengan karyawan, pemerintah dengan rakyatnya.  Dunia dipenuhi ketidakadilan, keadilan diputarbalikkan, keadilan dapat dibeli dengan uang.  Meski demikian orang percaya dituntut untuk menjadi teladan dalam hal berlaku adil.

 

Kedua, kita harus setia. Setia, artinya dapat dipercaya dan taat menjalankan perintah. Pernahkah kita memiliki teman atau kenalan yang tak bisa dipercaya? Bagaimana rasanya. Tuhan Yesus mau kita bertanggung jawab, bisa dipercaya, dan menepati janji. Setia adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan, tapi juga hubungan kita dengan sesama manusia. Kesetiaan ibarat barang berharga, sangat mahal dan langka untuk ditemukan, sebab "... telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia" (Mzm.12:2).  Kesetiaan adalah salah satu karakter yang Tuhan cari dalam diri orang percaya.  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Ams. 20:6).

 

Ketiga, kita harus rendah hati. Kenapa rendah hati? Karena lawan rendah hati itu angkuh dan Alkitab berkata, “Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian (Ams. 29:23). Alkitab saja menyebutkan demikian tapi sayangnya kita seringkali salah kaprah. Kita mengejar prestasi demi pujian. Kita kerja keras karena mau diapresiasi. Kita berbuat baik, berbagi, menolong karena mencari perhatian. Justru rendah hati yang akan mendatangkan pujian karena orang rendah hati tidak mencari pujian dari manusia, melainkan dari Allah. Orang rendah hati juga berani dan mau mengakui kesalahan, bukannya malah menyalahkan. Rendah hati itu artinya kita mau belajar dan diajar.

 

Kekuatan yang terkendali—itulah intinya. Kerendahan hati yang disebutkan dalam Kitab Suci sering dilihat sebagai kelemahan. Sesungguhnya tidaklah demikian. Kerendahan hati tidak mengurangi kekuatan atau kemampuan kita, tetapi mengizinkannya dikendalikan, sama seperti mengizinkan lengan, kaki, dan telapak kaki dikendalikan oleh pikiran seorang pejalan cepat.

 

Perkataan Nabi Mikha tentang “hidup dengan rendah hati” merupakan panggilan bagi kita untuk mengendalikan diri terhadap kecenderungan kita mendahului Allah. Sang nabi menasihati kita untuk “berlaku adil [dan] mencintai kesetiaan”, dan sikap tersebut bisa saja mendesak kita untuk berbuat sesuatu dengan cepat. Ini wajar karena setiap hari ketidakadilan di dunia ini semakin menjadi-jadi. Akan tetapi, kita harus mau dikendalikan dan diarahkan oleh Allah. Tujuan kita adalah melihat kehendak dan maksud Allah tergenapi dengan kedatangan Kerajaan-Nya di muka bumi ini. Karena itu, lakukanlah ketiga kebajikan Ilahi itu, adil, setia dan rendah hati maka TUHAN akan berkenan kepada kita. (rsnh)

 

Selemat berkahir pekan dan besok kita beribadah kepada TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...