Minggu, 15 Januari 2023

Renungan hari ini: “JANGAN BERMEGAH DIRI” (Yeremia 9:23)

 Renungan hari ini:

 

“JANGAN BERMEGAH DIRI”


 

Yeremia 9:23 (TB) Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya"

 

Jeremiah 9:23 (NET) The Lord says, “Wise people should not boast that they are wise. Powerful people should not boast that they are powerful. Rich people should not boast that they are rich"

 

Nas hari ini mengajar tentang bermegah diri. Tuhan berfirman agar manusia tidak bermegah dengan apa yang mereka miliki (ay. 23). Orang yang pintar pada umumnya bermegah karena kepintaran dan kebijaksanaannya. Mereka menganggap diri mereka pandai dan melebihi orang-orang lain, padahal kepandaian itu pun datangnya dari Tuhan. Orang yang kuat juga pada umumnya bermegah karena kekuatannya. Para atlet biasanya sangat membanggakan kekuatan fisiknya, padahal seiring berjalannya usia, kekuatan fisik pun akan memudar. Orang kaya, secara umum pasti akan bermegah karena kekayaanya. Mereka merasa aman dengan uang yang mereka miliki. Mereka beranggapan bahwa mereka mampu membeli apapun dengan kekayaan mereka. Mereka seakan-akan tidak peduli pada agama karena mereka pun mampu membeli hukum dengan uang mereka. 

 

Bukankah itu gambaran yang umum kita lihat dari kondisi manusia? Tetapi Tuhan ingin agar kita tidak bermegah karena apa yang ada pada kita, tetapi kalaupun kita mau bermegah, baiklah kita bermegah karena kita memiliki Tuhan (ay. 4). Tuhan kita adalah Tuhan yang besar, adil, dan penuh kasih. Tuhan kita adalah Tuhan yang berkuasa atas apapun yang ada di langit dan di bumi. Itulah inti dari bermegah yang sesungguhnya, yaitu bahwa kita memilki pihak yang paling berkuasa di seluruh alam semesta ini. Kekayaan, kekuatan, kepintaran, dan hal-hal lainnya tidak ada artinya di hadapan Tuhan. Jika Tuhan adalah pencipta alam semesta ini, seberapa besar kita di hadapan Tuhan? Bukankah kita sama seperti debu di hadapan Tuhan? 

 

Memang bukan perkara yang mudah untuk tidak bermegah karena hal-hal yang lahiriah. Namun menurut saya kuncinya adalah pada hati kita. Tuhan sendiri berfirman, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat. 6:21). Artinya adalah apa saja hal-hal yang kita anggap berharga, di situlah hati kita berada. Ketika kita menganggap kekuatan, kepintaran, kesehatan, kekayaan, dan lain sebagainya sebagai hal-hal yang berharga, maka di situlah hati kita berada, sehingga kita pun tidak dapat memberikan hati kita kepada Tuhan. Oleh karena itu, kita harus memiliki hati yang rendah hati, yang sadar bahwa segala sesuatu itu adalah “sampah” yang tidak berarti dibandingkan dengan Tuhan (Flp 3:8). Saat itulah maka kita akan mampu bermegah dalam Tuhan, ketika Tuhan menjadi harta kita yang paling berharga dalam kehidupan kita.

 

Jika kita mendalami nas ini, maka kita akan menemukan ada tiga larangan dalam hal bermegah, yaitu:

Pertama, janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya.  Allah memberikan kepada manusia kebijaksanaan, kepintaran, kepandaian, kecerdasan dan intelektual dengan tujuan untuk mengelolah bumi. Kebijaksanaan manusia itu harus tepat sasaran dan  difungsikan kearah yang lebih baik. Kebijaksanaan bisa menjadi dosa dan bisa juga tidak mengandung unsur dosa. Kebijaksanaan itu dikatakan dosa ketika mereka mengagung-agungkan kepintaran mereka, mendewakan kebolehan mereka sehingga mereka menganggap tidak perlu lagi Tuhan. Atau sebaliknya kebijaksanaan itu tidak dosa ketika mereka menfungsikannya untuk membangun sesama, menolong orang lain untuk memberikan solusi yang baik dan positif dan lain sebagainya. Jika kita sudah mulai terfokus kepada kepintaran dan kebijaksanaan sehingga lupa Tuhan dan tidak mengagungkan Allah lagi, maka secepatnya kita datang kepada Allah dan meminta ampun kepada Allah. Allah tidak ingin manusia lebih mengagungkan pikirannya dibandingkan Allah. Allah lebih tinggi dari pikiran dan kebijaksanaan manusia . Jadi, janganlah terjadi pikiran, kecerdasan lebih dominan daripada keyakinan dan kebenaran Allah atau diri Allah.

 

Kedua, jaganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya. Manusia dikatakan kuat ketika memiliki otot yang besar,  memiliki ilmu mistik, setan, uang yang banyak, bisa menguasai teknologi, fasih berkata-kata,  jago berkelahi dan lain sebagainya.  Kekuatan manusia memang dibutuhkan dalam mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas. Dan kekuatan  itu juga dipercayakan oleh Allah kepada manusia untuk memelihara apa yang ada. Akan tetapi kekuatan manusia  itu bukanlah segalanya, bukan untuk dipuja, bukan untuk dimuliakan dan disembah namun kekuatan manusia itu harus disadari bahwa hal itu memiliki keterbatasan. Janganlah kekuatan itu akhirnya membuat dirinya binasa dihadapan Allah karena mereka mengagung-agunkannya.

 

Ketiga, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya. Manusia bekerja untuk mendapatkan kekayaan demi kebutuhan hidup. Walaupun banyak cara yang dilakukan manusia untuk mendapatkan kekayaan, akan tetapi kekayaan itu memiliki kekuatan dan  pengaruh yang besar di dalam diri manusia, baik negatif maupun positif. Pastinya bahwa Kekayaan sebagai pelengkap kebutuhan manusia.  Jika manusia sudah memiliki kekayaan di dalam diri mereka, jangan sampai mereka berfikir hal itu karena kekuatan mereka sehingga akhirnya kekayaan itu menghancurkan hidup mereka. Apalagi jika kekayaan disalah gunakan kearah yang lebih jahat. Janganlah hal demikian sampai terjadi.

 

Namun Tuhan hendak mengajak kita untuk melakukan hal-hal yang disukai-Nya dalam hal bermegah (ay. 24), yaitu:

 

Pertama, ketika umat-Nya mau menyediakan waktu untuk memahami Allah, caranya; mereka harus menyelidiki dan mengamati cara kerja Allah di dalam diri manusia. mereka juga harus menikmati tindakan Allah dan hadirat Allah serta mengarahkan hidup kepada Kristus dan bukan kepada manusia. Manusia dianjurkan untuk memahami Allah yaitu; Kasih setia Allah, Keadilan Allah dan kebenaran-Nya. Tindakan seseorang menentukan cepat atau tidaknya mereka memahami Allah. Seseorang perlu bertindak lebih cepat untuk memahami Allah yakni;

Seseorang membutuhkan kedekatan dan keintiman dengan Allah untuk memahami Allah

Seseorang perlu membutuhkan kebersamaan dengan Allah setiap hari dan setiap jam.

Seseorang sangat penting bekerja sama dengan Allah dan menjadikan Allah sebagai teman curhatnya kapan saja dan dimana saja.

 

Kedua, ketika manusia mau menyediakan kesempatan untuk mengenal Allah di dalam kehidupan mereka.Caranya; dengan mengadakan hubungan yang intim dengan Allah. Mempelajari kehidupan Allah di dalam Alkitab dan berbagi hidup dengan Allah. Mengenal Allah tidaklah sudah dan tidak juga mudah tergantung seseorang mampu tidak memberikan dirinya belajar untuk memahami Allah. Untuk lebih membantu seseorang mengenal Allah maka ada sebuah inisiatif untuk dikerjakan yaitu; mereka harus menyediakan waktu dan kesempatan untuk datang kepada Allah dan mereka harus menikmati proses yang ada di dalam dirinya.

 

Tuhan ingin agar kita tidak bermegah karena apa yang kita miliki karena semua yang kita miliki diperoleh karena anugerah semata. Kalaupun ingin bermegah, baiklah kita bermegah karena memiliki Tuhan (ay. 24). Hendaklah bermegah karena pemahaman dan pengenalan kita terhadap-Nya. Kita memahami Tuhan adalah Allah yang berkuasa. Segala kepintaran, kekuasaan, dan kekayaan kita tidak ada artinya sama sekali di hadapan-Nya. Di hadapan Tuhan kita hanyalah debu semata. 

 

Apa yang sedang kita pamerkan? Kebijaksanaan, kekuatan atau kekayaankah? Alkitab berkata, “Jangan pamer! Jangan sombong!” karena itu bukan karakter yang Tuhan mau. Kita mau ikuti apa? Keinginan atau kepuasan diri? Ego kita yang butuh pengakuan? Kita mau menyenangkan siapa? Diri sendiri atau Tuhan Yesus? Karena itu, marilah bermegah yang baik dan benar di hadapan TUHAN agar kita disenangi oleh TUHAN. (rsnh)

 

Selamat memulai karya dalam Minggu ini

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...