Sabtu, 21 November 2020

KOTBAH MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI Minggu, 22 Nopember 2020 “PENGHAKIMAN TERAKHIR” (Matius 25:31-46)

 KOTBAH MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI

Minggu, 22 Nopember 2020

 

PENGHAKIMAN TERAKHIR

Kotbah: Matius 25:31-46   Bacaan: Yehezkiel 34:11-16




 

Kini kita tiba pada Minggu “Ujung Tahun Gerejawi” (Ujung Taon Parhuriaon) dan sekaligus “Parningotan di angka naung monding” (Mengenang Orang yang Sudah Meninggal). Sebagai minggu akhir penutup kalender gerejawi, tentu kita masing-masing perlu merenung ulang (flasback) perjalanan kehidupan selama satu tahun kalender gerejawi ini. Kita boleh mengevaluasi kinerja pelayanan dan keuangan Gereja selama setahun. Kita boleh melihat capaian yang telah kita lakukan dan program yang tidak bisa kita selesaikan. Kita juga belajar dari kegagalan dan meningkatkan keberhasilan kita menuju pelayanan yang lebih baik tentunya ke tahun Baru Pelayanan Gerejawi yang akan datang. 

 

Minggu ini juga kita akan mengenang keluarga, sahabat, warga jemaatkita yang telah mendahului kita dari dunia ini. Minggu “Parningotan di angka naung monding” ini bukan dalam maksud untuk mendoakan arwah-arwah yang telah meninggal tetapi untuk menyadarkan orang yang hidup, bahwa suatu saat nanti kita pun akan mati seperti mereka. Karena itu, sebelum kita mati, marilah kita mempergunakan hidup yang sementara ini menjadi masa-masa persiapan menuju kematian. Kelak ketika kita mati kita mati di dalam TUHAN.

 

Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Penghakiman yang Terakhir”Matius mencatat kotbah terakhir Yesus kepada murid-murid-Nya di pasa 24-25. Dalam kotbah ini Yesus banyak mempergunakan perumpamaan: tentang pohon ara, tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat, tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh, dan tentang talenta. Tiba-tiba Yesus meninggalkan bentuk perumpamaan dan memasuki narasi biasa dengan bersabda,  "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.” (Mat. 25:31-33). Kata-kata yang mungkin pada saat itu sulit diterima oleh murid-murid-Nya sendiri, karena ancaman penangkapan Yesus sudah semakin dekat, dan orang banyak yang mengikuti rombongan Yesus sudah mulai meninggalkan mereka.

 

Timbul pertanyaan kita sekarang hal-hal apa saja yang hendak kita pelajari dari penghakiman yang terakhir ini?

 

Pertama akan terjadi penghakiman antara kelompok domba dan kambing (ay. 33). Menarik untuk dicermati bahwa penghakiman yang terjadi adalah antara kelompok domba dan kelompok kambing, dan bukannya antara kelompok domba dan kelompok serigala! Rupanya perbedaan antara kelompok yang baik dan kelompok yang jahat hanya tinggal “serambut dibelah tujuh”. Dalam 2 Tesalonika 1:7-8 Paulus menegaskan, “… pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diri-Nya bersama-sama dengan malaikat-malaikat-Nya, dalam kuasa-Nya, di dalam api yang bernyala-nyala, dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak menaati Injil Yesus, Tuhan kita.” Rupanya mengenal Allah dan menaati Injil erat hubungannya dengan sikap dan perilaku “domba” dan “kambing”.

 

Kedua, ciri orang Kristen sejati adalah memiliki kasih (ay. 35-36). Yesus menyatakan dengan tegas dan pasti bahwa ciri-ciri seorang Kristen sejati bukanlah imannya, bukanlah pengetahuan Kitab Sucinya, melainkan kasih yang dapat diberikannya kepada mereka yang membutuhkan. Bukti seorang Kristen sejati adalah kemampuannya melakukan perbuatan kasih. Kelompok domba akan mewarisi kerajaan Allah karena mereka telah menanggapi kebutuhan sesama akan kasih, perhatian dan pelayanan. Hal yang terbalik dilakukan oleh kelompok kambing. Keseriusan kewajiban seorang Kristen untuk membantu sesama dinyatakan dengan teguran Yesus sendiri, “… Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Mat. 25:41).

 

Ketiga, terjadinya kekagetan yang luar biasa (ay. 37-39). Kita akan melihat bagaimana reaksi, baik dari kelompok domba maupun dari kelompok kambing terhadap ucapan Yesus, yaitu kekagetan yang luar biasa. Tampaknya kedua kelompok mengantisipasi penghakiman yang berbeda. Mereka semua bertanya-tanya, “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, … haus, … sebagai orang asing, … telanjang, … sakit, … dalam penjara, dan kami …? Kelompok domba tidak pernah mengingat atau mencatat perbuatan baik mereka. Mereka tidak pernah mengharapkan balasan atau pujian. Bagi mereka berbuat baik kepada sesama adalah sukacita sebagai seorang hamba Tuhan, dan dengan demikian mereka telah mengumpulkan harta di surga. Sebaliknya, kelompok kambing selalu mengingat-ingat perbuatan baik yang mereka lakukan. Mungkin mereka tahu dengan pasti jumlah uang yang pernah mereka sumbangkan, kalau perlu menyimpan semua buktinya. Terhadap orang-orang semacam ini Sang Raja menjawab, “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku” (Mat. 25:45).

 

Melihat fakta di atas, maka timbul pertanyaan kita sekarang, hal-hal apa sajakah yang sepatutunya kita lakukan agar kita termasuk kelompok domba dan bukan kelompok kambing?

 

Pertama, kita harus mau memberi makan ketika ada orang kelaparan (ay. 35). Kita selalu mendengar berita tentang pembagian sembako (makanan) kepada mereka yang membutuhkan dan kegiatan ini dilakukan oleh berbagai yayasan sosial, gereja, instansi pemerintah, dsb. Namun faktanya mereka yang kelaparan tidak pernah berkurang jumlahnya sebab jika hari ini diberi makan besok mereka lapar kembali. Tentu kegiatan semacam ini baik tetapi Tuhan Yesus menginginkan lebih dari sekadar kegiatan sosial – harus ada komunikasi dengan si penerima sebab banyak donatur menyumbang tanpa mengenal siapa yang menerima sumbangan mereka. Mengapa perlu komunikasi?  Sebenarnya kelaparan tidak pernah dialami manusia di awal penciptaan tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, tanah dikutuk dan mereka harus bekerja keras mencari rezeki termasuk makanan (Kej. 3:17) bahkan 2 Tesalonika 3:10 menegaskan siapa tidak bekerja janganlah dia makan.  Kita yang telah digembalakan oleh Tuhan harus mempunyai  keinginan dan semangat untuk mengulurkan tangan tidak terbatas pada hal-hal yang fisik. Melalui komunikasi, kita mendidik mereka untuk bekerja agar mereka mampu mencari makan sendiri dan tidak mengharapkan pertolongan orang lain terus menerus. Selain itu, kita memberitahu mereka bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4). Kita memperkenalkan Yesus adalah Roti hidup dan siapa yang datang kepada-Nya tidak akan lapar lagi (Yoh. 6:35) karena jiwanya dipuaskan.

 

Kedua, kita harus mau memberi minum ketika ada orang yang kehausan (ay. 35). Ketika bangsa Israel kehausan dan mengomel karena air yang diminum pahit rasanya, Allah menyuruh Musa melemparkan sepotong kayu ke dalam air lalu air menjadi manis (Kel. 15:23-25). Di lain kesempatan, Yesus menawarkan air kehidupan yang tidak membuat dahaga lagi kepada perempuan Samaria yang hendak menimba air (Yoh. 4:10,14).  Kita harus memperkenalkan Roh Kudus yang menghidupkan kita (Rm. 8:2) kepada mereka yang “haus” karena ketidakpuasan dalam hubungan nikah supaya mereka melihat bahwa orang Kristen tidak mudah panik atau suka mengomel menghadapi pelbagai persoalan nikah dan keluarga.  

Ketiga, kita harus mau memberi tumpangan kepada orang asing (ay. 35). Bukankah kita juga “orang asing” di dunia ini dan kewarganegaraan kita adalah Kerajaan Surga (Flp. 3:20)? Beranikah kita mengatakan kepada semua orang bahwa kita hanya menumpang di dunia ini? Jujur, kita terlalu merindukan bahkan terikat dengan rumah dan harta dunia padahal Yesus pergi ke rumah Bapa untuk menyediakan tempat bagi kita dan akan kembali lagi untuk membawa kita ke sana (Yoh. 14:2). Tuhan ingin kita mengingatkan orang-orang percaya lainnya agar fokus kepada rumah di Surga sehingga meskipun kita tidak dapat membantu secara finansial, mereka berterima kasih karena memiliki pengharapan yang benar. 

 

Keempat, kita harus mau memberi pakaian bagi yang telanjang (ay. 36). Cukupkah kita mengumpulkan pakaian layak pakai untuk diberikan kepada mereka yang berpakaian minim karena kondisi atau budaya? Faktanya, tidaklah mudah untuk mengubah kebiasaan berpakaian, misal: orang pedalaman di Papua masih memakai koteka, bila diberi hadiah pakaian, mereka hanya mengenakannya kalau ke kota tetapi segera melepasnya begitu tiba di rumah. Tentu bukan pemberian seperti ini yang dimaksud oleh Yesus! Ketika Adam dan Hawa tahu bahwa mereka telanjang, segera mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat untuk menutupi ketelanjangannya tetapi Allah tidak berkenan kemudian membuat pakaian dari kulit binatang sebagai gantinya (Kej. 3:7,21). Ketelanjangan terjadi karena kehancuran dalam kehidupan nikah. Alangkah sedihnya kehidupan rumah tangga yang hancur walau mereka tidak berkekurangan secara jasmani! Tak dapat disangkal, angka perceraian makin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu kita harus menyampaikan kepada mereka yang hidup nikahnya hancur agar berpakaian Yesus Kristus (Gal. 3:27). Ingat, Tuhan Yesus segera datang, jangan sampai Dia menemukan kita dalam kondisi bercacat cela dan telanjang (Why. 3:17; 16:15). Oleh sebab itu kenakan pakaian kesucian dari Yesus baik untuk diri sendiri maupun untuk mereka yang masih “telanjang”.

 

Kelima, kita harus mau melawat mereka yang sakit (ay. 36). Rumah sakit dan apotik tak berkurang jumlahnya malah merambak di mana-mana. Mengapa makin banyak orang yang sakit? Seberapa jauh kita mampu membiayai seseorang yang sakit-sakitan dan bolak-balik masuk rumah sakit? Bagi orang yang sakit, kunjungan seorang teman, sahabat, rekan sepelayanan, dst. sangat menyegarkan jiwa mereka yang lagi down. Kenalkan kepada mereka bahwa bilur Yesus Kristus mampu menyembuhkan penyakit dosa mereka (2 Ptr. 2:24). 

 

Keenam, kita harus mau mengunjungi mereka yang dipenjara (ay. 36). Jumlah penghuni penjara juga bertambah banyak dan bentrokan sering terjadi di dalam penjara; ternyata penjara tidak mampu mengurangi tingkat kejahatan. Namun Tuhan mau kita memerhatikan mereka dan memberitakan tahun kebebasan (dari dosa – Rm. 6). Anehnya, mereka yang dipenjara tidak hanya orang-orang jahat yang pantas dihukum tetapi juga ada yang dipenjara demi Nama Tuhan Yesus seperti pernah dialami oleh Rasul Paulus. Dalam kondisi seperti ini tidak ada orang menjenguknya kecuali keluarga Onesiforus dan Tuhan menggerakkan Rasul Paulus (yang masih dalam penjara) mencatat kebaikan hati keluarga tersebut. Jelas, Tuhan Yesus ingin kita tidak hanya fokus menolong kebutuhan lahiriah seseorang tetapi saat meninggal dunia dia tidak ada jaminan masuk Kerajaan Surga. Melalui perumpamaan di atas, Tuhan mendidik kita untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya menjelang kedatangan-Nya. Sudahkah kita digembalakan oleh-Nya? Daud mengakui TUHAN adalah gembalanya sehingga dia tidak berkekurangan (Mzm. 23:1). Bila kita telah digembalakan, saat melihat orang lapar, haus, seorang asing, telanjang dan dipenjara walau dia paling hina, tidak dikenal dan tidak berdaya dll. berkomunikasi dan lawatlah mereka dengan sentuhan kasih Allah, perkenalkan Yesus adalah satu-satunya Tuhan dan Juru selamat manusia berdosa dan Raja segala raja yang akan datang segera. Dengan berbuat demikian, tanpa sadar kita telah berbuat kepada Tuhan Yesus Kristus.

 

Hanya orang-orang yang mau melakukan keenam hal tadi yang bisa lolos menjadi pewaris kehidupan yang kekal itu. Penulis Matius juga dengan jelas menggambarkan bahwa orang yang bisa mendapatkan hidup kekal itu adalah orang yang berkarakter domba bukan karakter kambing. Jika kita ingin menjadi pewaris kehidupan kekal, maka kita harus bisa berusaha memiliki karakter domba. Karena itu, teruslah berjuang dalam kehidupan ini agar kita terus berada dalam kelompok domba bukan kelompok kambing. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...