Kamis, 01 April 2021

KOTBAH JUMAT AGUNG Jumat, 02 April 2021 “YESUS MENYERAHKAN NYAWANYA” (Lukas 23:44-48)

 KOTBAH JUMAT AGUNG

Jumat, 02 April 2021

 

“YESUS MENYERAHKAN NYAWANYA”

Kotbah: Lukas 23:44-48       Bacaan: Mazmur 22:2-12




 

Hari ini kita merayakan hari besar umat Kristiani yang mengagungkan yakni Peringatan Hari Kematian Yesus, Jumat Agung. Disebut Jumat Agung karena pada hari inilah Yesus mati disalibkan di Golgota demi menanggung dosa manusia dan dunia ini.

 

Pada Ibadah Jumat Agung ini kita akan membahas tema “Yesus menyerahkan nyawa-Nya”. Ini merupakan perkataan terakhir[1] yang Tuhan Yesus ucapkan di atas kayu salib. Perkataan terakhir Tuhan kita ini merupakan perkataan yang sangat luar biasa. Mengapa? Karena satu alasan: tidak ada satu orangpun yang dapat mengatakan hal yang sama di detik terakhir dalam hidupnya. Mengapa? Karena manusia tidak dapat menyerahkan nyawanya kepada Allah. Manusia memang memiliki nyawa namun manusia sama sekali tidak berkuasa atasnya. Manusia menerima nafas kehidupan dari Allah dan pada suatu saat yang pasti di dalam hidupnya, Allah akan mengambil nyawa tersebut dari mereka. Ya, menjelang kematiannya, manusia tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk melepaskan nyawanya dari tubuhnya dan kemudian menyerahkannya kepada Allah. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi ketika manusia mati? Apa yang terjadi adalah manusia menanti dengan pasif sampai Allah mengambil nyawanya dan dengan demikian mengakhiri hidupnya di dunia ini.

 

Tidak demikian dengan Sang Juruselamat Dunia. Di momen terakhir sebelum Ia mati di Bukit Golgota, Ia mengumpulkan seluruh kekuatan yang masih tersisa pada tubuh manusiawi-Nya yang hancur, kemudian dengan suara nyaring Ia berseru kepada Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” dan setelah itu Ia mati. Apa yang perlu kita sadari dari peristiwa ini? Tidak seperti pikiran banyak orang yang menolak iman Kristen dan merendahkan Yesus karena kematian-Nya di atas salib, Yesus tidak mati karena maut mengakhiri hidup-Nya. Tidak. Sama sekali bukan itu alasannya. Tidak seperti manusia manapun, Kristus tidak pasif di dalam kematian-Nya. Ia tidak menanti maut menjemput-Nya. Ia tidak menunggu dengan tak berdaya hingga kematian mengakhiri nafas-Nya. Ia bahkan tidak menanti Allah Bapa mengambil nyawa-Nya. Lalu, apa yang menyebabkan kematian Yesus? Yesus mati hanya karena satu alasan: Ia memiliki kuasa penuh atas nyawa-Nya
dan dengan sukarela Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah Bapa

 

Menyerahkan nyawa berarti itu sama artinya dengan mati. Sangat menarik sekali pada kata “Aku menyerahkan (I Commit)”, karena kata ini tidak bermakna “Aku menyerahkan lalu sudah”, tetapi bermakna “Aku menitipkan” atau “Aku menyerahkan dan nanti aku klaim kembali,” seperti kita “menyerahkan uang kepada Bank untuk disimpan dan suatu saat kita dapat menariknya kembali”

“Aku menyerahkan (Ani Afqid)” memiliki makna yang jauh lebih dekat dengan “Aku akan menyetor/Aku akan menitipkan (I deposit)” – yang tentu menandakan adanya sesuatu yang akan diterima kembali dari apa yang sudah “dititipkan” itu. Gambaran dari istilah Ibrani אַפְקִיד (Afqid) ini seperti kita sedang menabung/menyetor/ menitipkan uang ke bank, dengan tujuan yang pasti untuk mendapatkannya kembali. Sedangkan terjemahan bahasa Inggris “I commit”juga dapat digunakan untuk menggambarkan memberikan sesuatu dengan tujuan mengklaim-nya kembali di masa yang akan datang. Inilah maksud “aku akan menyerahkan/menyetorkan/ menitipkan” yang dilakukan dengan maksud yang pasti akan menerimanya kembali.

 

Maka, dapat dipahami mengapa Yesus Kristus mengutip Mazmur 31:6 secara khusus pada perkataan-Nya yang terakhir di Kayu Salib. Ini merupakan suatu deklarasi keimanan yang juga menjadi pijakan iman kita. Bahwa Yesus Kristus “mendepositokan” nyawa-Nya ke tangan Bapa Surgawi, dan Dia pasti akan mendapatkannya kembali pada kebangkitan-Nya dari antara orang mati pada hari yang ketiga. Ya, Dia Bangkit!

 

Apa yang hendak kita pelajari kematian Yesus yang kita rayakan hari ini?


Pertama, kematian Yesus merupakan tindakan aktif. Kata-kata Yesus berbeda dengan kata-kata Stefanus: “Tuhan Yesus, terimalah rohku” (Kis. 7:59). Keunikan dari tindakan Tuhan kita bisa terlihat dengan membandingkan kata-kata-Nya di kayu salib dengan kata-kata dari Stefanus yang sedang sekarat. Pada waktu martir Kristen pertama itu sampai di tepi sungai, ia berseru: “Tuhan Yesus, terimalah rohku” (Kis. 7:59). Tetapi kontras dengan ini Kristus berkata: “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan rohKu”. Roh Stefanus diambil dari dia. Tidak demikian dengan sang Juruselamat. Tidak seorangpun bisa mengambil nyawa-Nya dari Dia. Ia “menyerahkan” roh-Nya kepada Bapa.

 

Kedua, Yesus mati karena kehendak-Nya sendiri (bnd. Yoh. 10:17-18). - “(17) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannyadan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”. Yesus menyerahkan nyawa-Nya karena Ia menghendakinya, pada saat Ia menghendakinya, dan sebagaimana Ia menghendakinya.

 

Kematian Kristus merupakan sesuatu yang bersifat supra natural. Dengan ini kami memaksudkan bahwa kematian-Nya itu berbeda dengan setiap kematian yang lain. Dalam segala hal Ia mempunyai keunggulan. Kelahiran-Nya berbeda dengan semua kelahiran yang lain. Kehidupan-Nya berbeda dengan semua kehidupan yang lain. Dan kematian-Nya berbeda dengan semua kematian yang lain. Ini dengan jelas ditunjukkan dalam ucapan-Nya sendiri tentang hal ini.

 

Ketiga, Yesus mengucapkan kata-kata itu dengan suara nyaring. “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya. Yesus tidak mati karena pelan-pelan kehabisan tenaga, tetapi dengan teriakan yang nyaring. Mengapa Yesus mengucapkan teriakan yang dahsyat itu “dengan suara yang nyaring?” Bukankah ini menunjukkan bahwa kekuatan-Nya belum meninggalkan-Nya? bahwa Ia masih tetap merupakan tuan dari diri-Nya sendiri, dan bukannya dikalahkan oleh kematian, tetapi Ia hanya menyerahkan diri-Nya sendiri kepada kematian itu?

 

RENUNGAN

Apa yang hendak kita renungkan dalam Hari Kematian Yesus ini?

 

Pertama, kematian Yesus telah menghilangkan pembatas antara Allah dan manusia. Kematian Yesus telah menjadi pembebas bagi manusia. Kematian Yesus telah menjadi jalan pembebasan manusia dari kutuk dosa. Kematian Yesus telah menjadi jalan dan jembatan bagi manusia untuk datang kepada Allah. Kematian Yesus bukanlah kematian yang sia-sia! Tapi dengan kematian Yesus, dimulailah babakan baru dalam sejarah penyelamatan manusia yang ditandai dengan bangkitnya Dia pada hari yang ketiga. Kematian Yesus bukanlah kematian yang biasa, tapi menjadi kematian yang luar biasa untuk menuju penyempurnaan penebusan dosa manusia, ketika Dia menjadi manusia pertama yang bangkit dari mati. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kematian Yesus telah membawa berkat yang luar biasa kepada manusia. Kematian-Nya bukanlah membawa luka, tapi justru mendatangkan kelegaan. Kematian Yesus menjadi awal bagi kehidupan baru dan bukanlah akhir bagi semuanya, karena dengan kematian-Nya Yesus menuju kemenangan-Nya mengalahkan maut sebagai penggenapan dari tugas dan tanggungjawab-Nya. Kematian-Nya memiliki tujuan yang berarti dan telah meninggalkan teladan bagi setiap kita yang percaya kepada-Nya.

 

Kedua, kita perlu mengaku Yesus yang disalibkan dan mati untuk yang memuliakan Allah (Luk. 23:47). Pengakuan kepala pasukan bahwa “Yesus sesungguhnya orang benar” (Luk. 23:47) haruslah juga menjadi pengakuan segenap umat yang menghayati imannya dalam perayaan Jumat Agung. Dan pengakuan itu diikuti dengan sikap hidup yang berkenaan, hidup yang benar dan hidup yang memuliakan Allah.

 

Ketiga, peristiwa kematian Yesus merupakan tindakan penyelamatan dan penebusan umat beriman dari dosa.Karena itu marilah meresponi tindakan pengurbanan Yesus yang mati di salib dengan segala penyesalan yang dalam akan segala dosa dan pelanggaran kita. Sebagaimana disaksikan Luk.23:48 bahwa orang banyak yang menyakslkan kematian Yesus itu pulang sambil memukul diri mereka sebagai tanda penyesalan. Sudahkah kita menyesali seluruh dosa dan pelanggaran kita? Karena itu, marilah kita menyesali dos akita dan bertobat agar kita tidak menyalibkan Yesus kali kedua. (rsnh)

 

Selamat merayakan Hari Kematian Yesus Kristus



[1] Inilah ketujuh perkataan Yesus di kayu salib:

(1)   Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). 

(2)   “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:43).

(3)   “Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!” (Yoh. 19: 26-27). 

(4)   “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ (Mat. 27:46)

(5)   “Aku haus!” (Yoh. 19:28).  

(6)   “Sudah selesai”  (Yoh. 19:30)

(7)   “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu”  (Luk. 23:46).

 

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...