Sabtu, 29 September 2018

KOTBAH MINGGU XVIII SETELAH TRINITATIS Minggu, 30 September 2018 “HIDUP DALAM PENYERTAAN TUHAN”

Minggu, 30 September 2018

Kotbah: Kejadian 39:1-10  Bacaan: Matius 8:23-27





Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kedelapanbelas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Hidup dalam Penyertaan TUHAN”.Hidup tanpa penyertaan TUHAN pasti akan membuat kita tak punya arah dan hidup kita akan kacau balau. Hidup dengan penyertaan TUHAN akan membuat kita lebih terarah dan akan menuju kesuksesan. Hal itu kita bisa pelajari dari kehidupan Yusuf dalam perikop kotbah hari ini. Penyertaan Tuhan dalam diri Yusuf adalah bagian yang sangat penting untuk diperhatikan dan itu mewarnai perjalanan kehidupannya. Kenapa? Karena penyertaan Tuhan inilah yang menjadikan Yusuf dapat berhasil dan mendapat perhatian orang di sekelilingnya. Segala bentuk kekerasan yang telah didapatkan, dibuang dari antara saudara-saudara sebagai orang yang tidak berdaya, bahaya yang mengancam silih berganti dalam kehidupan namun selamat, bukankah itu bukti dari penyertaan Tuhan? Saudara-saudaranya yang tidak menginginkan Yusuf hadir di antara mereka namun di pihak lain Tuhan justru memakainya hadir dan berkarya di tempat asing, jauh dari kebiasaan hidup, jauh dari sanak saudara, jauh dari “kemanjaan” sebagai anak yang disayangi. Tuhan benar-benar hadir dalam kehidupan Yusuf, tidak meninggalkan sang anak yang “dibuang”.

Pertanyaan penting yang patut diajukan ialah: “Apa saja bukti penyertaan Tuhan di dalam kehidupan Yusuf dan juga implikasinya di dalam kehidupan kita?” Ada beberapa jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu:

Pertama, hidup yang disertai TUHAN akan membawa kesuksesan dalam hidup kita (ay. 3-5). Penyertaan Tuhan di dalam kehidupan umat-Nya, baik secara personal, individu dan kolektif selalu ditandai dengan adanya kesuksesan. Nabi Musa di dalam kitab Kejadian menuliskan demikian: “Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia ke situ. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu” (ay. 1-2).

Berdasarkan firman Tuhan di atas, kita membaca bahwa Yusuf ada di Mesir dan tinggal di tengah keluarga seorang pemimpin di Mesir namanya Potifar. Yusuf jauh dari sanak saudara dan juga orangtua serta keluarga besarnya. Kendati demikian, Musa mencatat bahwa Tuhan menyertai Yusuf. Salah satu tanda penyertaan Tuhan terhadap Yusuf ialah ada kesuksesan di dalam hidup Yusuf. Musa tegaskan “TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya”. Penyertaan dan kehadiran Tuhan di dalam kehidupan seseorang selalu ditandai dengan hadirnya berkat, adanya kehidupan, adanya keberhasilan di dalam pekerjaan, usaha, bisnis yang dilakukan. 

Kita juga rindu supaya di dalam setiap usaha, bisnis dan pekerjaan yang kita lakukan, kita mau supaya ada berkat, ada kehidupan dan keberhasilan yang kita boleh capai. Oleh karena itu, kita harus bisa membuat Tuhan menyertai dan hadir di dalam kehidupan kita. Dan supaya Tuhan bisa hadir dan menyertai kita, maka kehidupan kita harus menjadi kehidupan yang layak untuk Tuhan hadir. Kehidupan kita harus benar di dahapan Tuhan, usaha, bisnis dan pekerjaan kita, kita harus lakukan dengan penuh integritas, sehingga tempat di mana kita bekerja, dan pekerjaan yang kita tekuni menjadi tempat dan pekerjaan yang layak Tuhan hadir. Dan ketika Tuhan hadir di dalam usaha, bisnis dan pekerjaan kita, maka ada jaminan dari Tuhan sendiri bahwa keberhasilan pasti kita capai.

Kehadiran dan penyertaan Tuhan itu, bukan saja dirasakan oleh kita, tetapi juga akan dirasakan oleh semua orang yang ada di sekitar kita, yaitu pemimpin kita, rekan sejawat dan rekan kerja serta teman bisnis kita. Kehadiran Tuhan di dalam kehidupan Yusuf, juga dirasakan oleh pemimpinnya, yaitu Potifar. Musa mencatat secara cermat pernyataan dan pengamatan dari Potifar terhadap kehidupan Yusuf, demikian: “Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf” (ay. 3-4).

Kedua,hidup yang disertai TUHAN akan membuat kita semakin lebih dipercayai oleh orang (ay. 3-4)Musa terkait dengan selalu ada kepercayaan lebih yang diberikan kepada orang yang disertai Tuhan, menulis demikian: “Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf” (ay. 3-4).

Berdasarkan kebenaran firman Tuhan di atas, kita menemukan bahwa Tuhan hadir dan menyertai Yusuf, sehingga Yusuf mendapat kepercayaan lebih dan mendapat kenaikan pangkat. Posisi Yusuf naik level, ia menjadi pemimpin dan penguasa serta orang kedua di dalam lingkaran kekuasaan Potifar. Hal ini jelas ditulis Musa: “...maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf”. Hal ini bisa diraih oleh Yusuf karena Potifar menyaksikan dan melihat kehidupan Yusuf yang disertai oleh Tuhan. Musa menulis pengakuan Potifar terhadap penyertaan Tuhan di dalam kehidupan Yusuf demikian: “Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, ...”.

Jadi, kehidupan yang disertai Tuhan berdampak kuat terhadap orang di sekeliling kita. Mereka sendiri memberikan pengakuan akan keberadaan Tuhan di dalam kehidupan kita. Hal itu karena mereka melihat pekerjaan yang kita lakukan di bangun di atas landasan kehidupan spiritual yang kuat, integritas tinggi dan kualitas yang dapat diandalkan. 

Ketiga, hidup yang disertai TUHAN akan membuat hidup kita semakin kudus (ay. 8-9a). Yusuf menunjukkan sikap moral yang tepat ketika menghadapi masalah. Berbeda dengan para pendahulunya yang melakukan kesalahan (kebohongan) untuk mengatasi masalah, Yusuf justru berpegang teguh pada kebenaran. Dia memiliki konsep yang tepat terhadap kekudusan hidup.

Banyak orang mungkin sudah mengetahui bahwa Yusuf menjaga kekudusan hidup, tetapi tidak semua mereka menyadari seperti apa konsep kekudusan yang dipegangnya. Kekudusan hidup Yusuf bersifat teosentris (berpusat pada Allah). Ketika istri Potifar menggoda dia, Yusuf menegaskan bahwa dia tidak memiliki wewenang atas istri tuannya itu (ay. 8-9a). Banyak orang gagal memahami ucapan ini dalam kaitan dengan ayat 4-6a padahal terlihat dengan jelas bahwa ucapan Yusuf di ayat 8-9a merujuk balik pada ayat 4-6a. Jika kaitan ini antara dua bagian ini dipahami, maka kekudusan hidup Yusuf yang teosentris akan terlihat jelas. Penyertaan dan berkat TUHAN telah membuat Yusuf dipercaya Potifar dalam segala sesuatu di rumahnya (ayat 4, 6a). Ketika istri Potifar menawarkan sesuatu yang di luar berkat TUHAN tersebut (ayat 8-9a), maka Yusuf tidak mau mengambilnya. Kekudusan hidup Yusuf didasarkan pada rasa puas terhadap berkat TUHAN. Seandainya semua orang Kristen merasa puas dengan hidup yang sudah diatur Allah baginya, maka mereka akan mampu menghindarkan diri dari banyak dosa, misalnya mencuri (tidak puas dengan harta), selingkuh (tidak puas dengan istri), dsb.

Konsep kekudusan hidup Yusuf yang teosentris juga terlihat dari pernyataannya di ayat 9b “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” Pada jaman kuno perselingkuhan antara bawahan dan istri penguasa bukanlah sesuatu yang asing. Dalam beberapa tradisi bahkan dikisahkan bahwa para bawahan pria diharuskan untuk dikebiri (dipotong alat kelaminnya) dengan tujuan menghindari perselingkuhan dengan para istri penguasa. Walaupun hal ini mungkin tampak biasa dari kacamata budaya waktu itu, namun Yusuf tetap memandang ini sebagai kejahatan yang besar.

Lebih jauh Yusuf menyebut hal tersebut sebagai dosa terhadap Allah. Penyebutan nama “Allah” di sini merupakan sesuatu yang penting. Yusuf tidak mengatakan bahwa dia berdosa terhadap istri Potifar atau kepada Potifar. Dia berdosa kepada Allah! Dia tidak mengatakan bahwa dia menyalahi aturan budaya atau norma etika pada waktu itu. Dia berdosa terhadap Allah!

Dengan demikian, marilah kita berusaha hidup dalam penyertaan TUHAN agar hidup kita berhasil, semakin dipercaya dan kudus di hadapan TUHAN. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...