Minggu, 05 April 2020
Kotbah: Yohanes 12:12-19 Bacaan: Yesaya 52:7-12
Minggu ini kita memasuki Minggu Palmarum. Minggu Palmarum. Umat Kristiani menyambut hari yang khusus ini sebagai hari yang penting, lima hari menjelang Hari Raya Jumat Agung. Pada tahun ini Hari Raya Jumat Agung jatuh pada 10 April 2020. Dalam Minggu Palmarum, biasanya kita membawa daun palem ke Gereja. Daun palem adalah lambang keadilan, kebaikan, dan kebijaksanaan sehingga tepatlah jika mereka ingin memperoleh perkara-perkara itu pada diri Tuhan Yesus. Minggu Palmarum tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan Hari Raya Jumat Agung. Makna utama minggu Palmarum yaitu: Minggu penghayatan akan arti penderiataan, juga dimaksud sebagai minggu pemuliaan bagi nama Tuhan Yesus. Dua hal yaitu penderitaan dan kemuliaan seolah berlangsung menyatu. Maka makna dari minggu palmarum berarti menyiapkan penderitaan Kristus, melalui pemuliaan terhadap pribadi Tuhan Yesus.
Pada Minggu Palmarum ini kita akan membahas tema “Sambutlah Rajamu Datang”. Yohanes mencatat penyambutan Yesus bagaikan Raja oleh banyak orang di Yerusalem dengan sorak-sorai dan lambaian daun palem (ay. 12-13). Apakah saat itu orang sungguh menyadari bahwa Yesus adalah Tuhan, Raja atas segenap semesta? Kita tak tahu pasti. Alkitab mencatat sambutan meriah itu diberikan karena Yesus baru saja membangkitkan orang mati (ay. 17). Mungkin mereka berharap melihat lebih banyak demonstrasi kuasa dari “Raja” ini.
Di tengah riuh masa ada juga celetuk sekelompok Farisi yang terdengar frustrasi. “Lihat sendiri, kamu sama sekali tidak berhasil.” Apanya yang tidak berhasil? Menurut Yohanes, kelompok ini selalu berusaha mencari kesalahan Yesus, berusaha menangkap dan membunuh-Nya (lih. pasal 7:32; 8:3-6, 13; 11:47, 57). Mereka tak ingin orang mengikuti, apalagi me-Raja-kan Yesus. Namun, usaha mereka selalu gagal. Merenungkan semua itu Yohanes menyadari bahwa Yesus, Sang Anak Allah, memegang kendali atas dunia. Ia mencatat bahwa Yesus bertindak menurut “saat-Nya” (lih. pasal 7:30; 8:20), bukan saat manusia.
Benar, bukan manusia yang menjadikan Yesus berstatus Raja. Suka atau tidak, diakui atau tidak, Yesus adalah Tuhan, Raja yang patut disembah segenap semesta. Kedatangan dan penyambutan-Nya di Yerusalem telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya (Za. 9:9; Mzm. 118:26). Para murid ikut menggenapkan nubuat itu tanpa mereka sadari (ay. 16). Bahkan, celetukan orang Farisi “seluruh dunia datang mengikuti Dia” akan menjadi kenyataan (Flp.2:9-11). Seberapa jauh pengenalan akan Yesus sebagai Sang Raja membuat perbedaan dalam hidup kita semuanya.
Keunikan cerita ini ialah Yohanes tidak mencatat sepatah katapun ucapan Yesus. Ia mengamati kisah masuknya Yesus ke Yerusalem dari tiga sisi. Pertama, orang banyak yang sedang ada di sana untuk merayakan rangkaian acara Paskah Yahudi. Kedua, kedua belas murid yang sejak awal berjalan dalam arak-arakan mengiringi Yesus yang naik keledai. Ketiga, perdebatan yang terjadi di antara orang-orang Farisi pada saat itu juga. Yohanes memakai tiga lensa berbeda untuk memantau apa saja yang terjadi saat Yesus memasuki kota dengan menunggangi seekor keledai muda. Membaca kisah ini, seolah-olah Yohanes mengingatkan kita sebagai pembaca bahwa kisah ini tidak boleh dilepaskan dengan rangkaian kejadian sesudahnya, baik atas diri Yesus maupun atas diri orang-orang yang disebut di atas.
Dengan penyambutan itu, mereka yakin bahwa Yesuslah Raja dan juga Mesias yang dijanjikan Allah untuk menyelamatkan mereka dari penindasan dan belenggu penjajah, karena mereka telah melihat wibawa dan kuasa yang ada pada Yesus. Karena keyakinannya itu maka mereka menyambut dan mengelu-elukan Yesus dengan melambai-lambaikan daun Palma.
Kata “Hosana…” yang artinya selamatlah kami, menjadi ungkapan pengharapan dan sekaligus keyakinan mereka kepada Yesus sebagai Raja yang dari Allah yang akan menyelamatkan dan membawa perdamaian bagi mereka, untuk itu mereka melambai-lambaikan daun palma sebagai lambang perdamaian. Yesus Sang Raja datang ke Yerusalem dengan menunggang keledai,ini juga sebagai simbol bahwa Sang Raja yang rendah hati datang untuk berdamaidengan orang Yerusalem.
Menyambut Raja (bisa diartikan juga pemimpin) biasanya dilakukan dengan persiapan yang super istimewa. Jalan dipersiapkan dengan baik, tempat-tempat dibersihkan dan steril dari gangguan keamanan, bahkan penyambutan di kanan kiri jalan juga disiapkan dengan berbagai cara. Begitulah kita menyambut sang pemimpin. Yesus Sang Raja Damai yang datang ke Yerusalem juga disambut dengan meriah dengan simbol-simbol perdamaian, namun itu akan berubah dengan begitu cepatnya ketika orang-orang Yerusalem kemudian meminta Yesus untuk disalibkan.
Dari peristiwa penyambutan umat itu kepada Yesus di Yerusalem, lalu apakah yang Tuhan Yesus lakukan dalam kehidupan setiap orang percaya yang menyambut-Nya itu? Ada beberapa hal yang menarik untuk kita simak dari tindakan Yesus bagi kita, yakni:
Pertama, Kristus menyatakan bahwa Ia berkuasa atas setiap orang percaya (ay. 12-13). Ketika Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem menjelang paskah; terjadilah sesuatu yang luar biasa, yaitu banyak orang yang menyatakan iman percayanya kepada Kristus. Yohanes mencatat: “Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!”(ay.12-13). Menyambut Tuhan seperti menyambut raja tentunya memiliki resiko, di mana orang Roma akan memandangnya sebagai sebuah tindakan makar, yaitu pemberontakan terhadap pemerintahan Roma pada waktu ini. Namun demikian, tidak ada kegentaran dalam hati masyarakat. Tuhan Yesus mau menyatakan hal yang penting ini, yaitu bahwa “Ia berkuasa atas setiap orang percaya. Bentuk kekuasaan Tuhan terlihat dari adanya pengakuan masyarakat dengan menyatakan: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!”(ay. 12), dan “Pujilah Allah! Diberkatilah Dia yang datang atas nama Tuhan. Diberkatilah Raja Israel!” (ay. 13), serta diikuti dengan tindakan “mengambil daun-daun palem lalu pergi menyambut Dia,” (ay. 13). Hal ini merupakan sebuah pernyataan sikap di mana mereka mengakui-Nya sebagai raja Israel, dan tentunya dengan sendirinya menolak otoritas kekaisaran Romawi yang pada waktu itu menjadikan wilayah Palestina sebagai bagian dari pemerintahan kolonial mereka. Dengan mengakui Yesus sebagai raja, maka dengan sendirinya menerima dan tunduk pada kekuasaan yang ada pada diri-Nya. Hal inilah yang dinyatakan sebagai bentuk pernyataan kuasa atas diri setiap orang.
Kedua, Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan kelepasan dari rasa takut (ay. 14-15). Dalam Alkitab tertulis: Yesus menemukan seekor keledai muda lalu Ia naik ke atasnya, seperti ada tertulis: Jangan takut, hai puteri Sion, lihatlah, Rajamu datang, duduk di atas seekor anak keledai (ay. 14-15). Menarik untuk dipahami dalam bagian ini adalah, ungkapan “jangan takut, hai puteri Sion”, bukanlah sebuah ungkapan basa-basi. Status sebagai negara jajahan telah memberikan ketakutan tersendiri didalamnya. Tentunya ada rasa takut yang menghantui semua orang Yahudi. Ketegasan pemerintah Roma bukan lagi sebuah rahasia, melainkan suatu kenyataan bahwa ada ketakutan yang mendalam dalam kehidupan mereka. Ada rasa takut dimana-mana. Salah bertindak bisa dianggap melawan pemerintah, salah pengertian bisa ditangkap dan dihukum; inilah gambaran masyarakat terjajah, namun ditengah-tengah tekanan yang dimaksudkan tersebut, lahirlah ungkapan ini, “jangan takut, hai putri Sion”. Ada ketakutan dalam diri para wanita, namun rasa takut itu dapat hilang dengan kehadiran Kristus. Ingatlah bahwa Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan kelepasan dari rasa takut.
Ketiga, Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan pengertian kepada semua orang (ay. 16). Dalam kehidupan seorang percaya, ada satu hal lagi yang perlu direnungkan dengan serius, yaitu bahwa Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan pengertian kepada semua orang. Yohanes mencatat kisah ini dengan baik, sebagai berikut: “Mula-mula murid-murid Yesus tidak mengerti akan hal itu, tetapi sesudah Yesus dimuliakan, teringatlah mereka, bahwa nas itu mengenai Dia, dan bahwa mereka telah melakukannya juga untuk Dia”. (ay. 16). Dari “tidak mengerti”, menjadi “teringat”, yang kemudian mengerti. Pengertian sorgawi tidak bisa dibandingkan dengan hikmat manusia, pengetahuan ilahi tidak mungkin sama dengan pemahaman manusiawi. Orang memerlukan suatu pengertian dalam memahami sesuatu. Tanpa pengertian, sesuatu akan sulit dipahami. Tuhan Yesus pernah “dipermuliakan”, dan hal itu menjadi sebuah ingatan yang tajam dalam kehidupan manusia, sehingga dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perlu diketahui bahwa pengertian sorgawi tidaklah sama dan bahkan setara dengan hikmat duniawi. Beberapa orang tidak dapat memahami kebenaran dan maksud Tuhan Allah secara utuh, tepat dan benar; mereka terhadang oleh pengertian manusiawi, dosa dan bahkan pemberontakan. Itulah sebabnya manusia semakin bodoh dan terjerumus dalam kehidupan yang kelam. Dengan pengertian sorgawi maka hal yang tidak mungkin dipahami, menjadi sesuatu yang mungkin. Para murid yang tadinya tidak mengerti apa yang Tuhan maksudkan, kini memperoleh pengertian atas tindakan Tuhan dalam dirinya.
Ingatlah hal yang penting ini, Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan pengertian kepada semua orang, dan orang yang dimaksudkan-Nya itu, salah satunya adalah kita! Dengan demikian, maka apakah yang Tuhan Yesus lakukan dalam kehidupan setiap orang percaya? Pertama: Kristus menyatakan bahwa Ia berkuasa atas setiap orang percaya, Kedua: Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan kelepasan dari rasa takut, dan Ketiga: Kristus menyatakan bahwa Ia memberikan pengertian kepada semua orang. Ketiga hal tersebut merupakan karya besar Tuhan kita dalam kehidupan setiap orang percaya, termasuk saudara. Kita manusia sebagai hamba, apakah benar-benar siap menyambut Sang Raja Damai dengan penuh rasa suka cita dan perdamian? Mari Sambutlah Sang Raja dengan penuh damai seperti seorang hamba yang menunggu kedatangan Tuannya. Hosana !!! (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN