Sabtu, 07 Maret 2020

KOTBAH MINGGU REMINISCERE Minggu, 08 MARET 2020 “KASIH SETIA ALLAH PADA UMATNYA”

Minggu, 08 MARET 2020

Kotbah: Keluaran 17:1-7  Bacaan: Roma 5:1-11



Minggu ini kita memasuki Minggu Reminiscere. Reminiscere artinya, “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu ya Tuhan” (Sai ingot ma angka denggan ni basaM) (Mzm. 25:6).  Tema yang akan kita renungkan adalah “Kasih Setia ALLAH pada Umat-Nya”. Kasih ALLAH kepada bangsa Israel tidak henti-hentinya. ALLAH setia menyertai perjalanan mereka sewaktu keluar dari tanah Mesir menuju Tanah Perjanjian. ALLAH menyediakan kebutuhan jasmani dan rohani mereka sepanjang hari di perjalanan. ALLAH memakai Musa sebagai pemimpin mereka dalam perjalanan itu.

Namun dalam perjalanan itu tentu ada kisah yang perlu kita pelajari dan renungkan. Jika kita pelajari perikop ini secara mendalam maka sejatinya, yang permasalahan dalam perikope ini bukanlah masalah sungut-sungut, melainkan yang hendak diperlihatkan pada kita saat ini adalah tiadanya iman mereka dalam menghadapi kesulitan. Dengan jelas mereka mengatakan, “Adakah Tuhan ditengah-tengah kita atau tidak?”. Inilah yang menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan. Perjalanan yang mereka lalui adalah sesuai dengan titah Tuhan. Tuhanlah yang menuntun dan mengarahkan perjalanan mereka, namun mereka tetap harus mengatakan demkian.

Kita dapat melihat bagaimana ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan melalui apa yang sudah terjadi sebelumnya atas kehidupan mereka. Sampai dengan nas ini, mereka sudah 4 kali bersungut-sungut kepada Tuhan, yaitu: ketika mereka dikejar tentara Mesir, air pahit di Mara, meminta daging dan roti di padang gurun Sin, dan sampailah pada nas bacaan kita kali ini yang mana mereka bersungut-sungut karena ketiadaan air. Kejadian ini membuat Musa bertengkar dengan bangsa Israel.

Timbul pertanyaan kita sekarang. Dalam perjalanan hidup kita saat ini menuju Tanah Perjanjian (baca: Surga), bagaimanakah sebenarnya sikap yang harus kita miliki ketika diperhadapkan pada pergumulan hidup di saat mengikuti Tuhan? Ada beberapa sikap yang harus kita lakukan berdasarkan perikop ini, yakni:

Pertama, kita hendaknya jangan memberontak dan bersungut-sungut kepada ALLAH (ay. 2-3). Bersungut-sungut seperti bangsa Israel bukanlah solusi dalam menghadapi pergumulan hidup. Karena sungut-sungut tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan memperparah masalah. Sungut-sungut akan menimbulkan pertengkaran dan hanya akan menggagalkan rencana Tuhan dalam kehidupan kita. Seperti ungkapan dari bangsa Israel yang berkata bahwa mereka akan mati di padang gurun padahal janji Tuhan bagi mereka hidup di Tanah Perjanjian. 

Kedua, sebaiknya kita berseru kepada Allah (ay. 4). Musa mengerti jawaban dari jalan yang sulit yang sedang dia hadapi yaitu berseru-seru di hadapan Allah. Dia tidak mempersalahkan Allah yang telah memimpin mereka berada di situ. Musa mengimani bahwa kalau Tuhan yang menuntun dia ada di suatu keadaan,  maka Dia juga yang memimpin dia untuk keluar dari masalah itu. Jadi, serukan persoalan Anda di hadapan Allah, sebab Dia yang bertanggung jawab atas hidup Anda kalau Anda berjalan di jalan-Nya tidak peduli sesulit apapun keadaan dari jalan itu.

Ketiga, kita harus mentaati firman-Nya (ay. 5-6). Seruan dari orang yang percaya pasti didengar. Seperti Allah mendengar seruan Musa dengan memberikan jalan keluar, maka imanilah bahwa seruan kita pun Allah dengar. Namun dibutuhkan ketaatan kepada firman-Nya kalau ingin mengalami jalan keluar yang datang dari Allah. Mungkin perintah-Nya sesuatu yang aneh tetapi Allah tahu apa yang harus Dia perbuat. Hanya lewat ketaatan kepada-Nya maka kita akan mampu melewati masalah di jalan itu dengan kuasa yang datang dari pada-Nya

Apakah yang hendak kita renungkan melalui kisah perjalanan bangsa Israel keluar dari Mesir ini. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari melalui nas ini:

Pertama, hidup bersama Tuhan bukan berarti kita tidak lagi menghadapi pergumulan dan tantangan hidup. Kita harus mengatakan, bersama Tuhan apa yang tidak dapat kita lalui, apa yang tidak dapat kita hadapi, apa yang tidak dapat kita selesaikan. Sebab Tuhan ada bersama dengan kita. Demikianlah umat Israel dalam perjalanannya keluar dari Mesir, mereka berjalan sesuai dengan titah Tuhan, namun tidaklah artinya kesulitan itu tidak akan ada lagi.

Kedua, kita diarahkan untuk tidak bersungut-sungut ketika persoalan hidup itu di depan kita. Jika kita boleh menoleh ke belakang melihat apa yang sudah terjadi, terlebih ketika kita menghadapi masalah dan pergumulan hidup. Kita ditanyakan, apakah kita dapat melalui semuanya itu? Jika kita dapat melalui kesulitan pada masa yang lalu, kenapa kita tidak bisa menghadapi kesulitan yang akan datang? Kita percaya bahwa Tuhan bekerja dan mengawal kehidupan orang percaya. Ingatan yang seperti inilah yang tidak ada pada umat Israel dalam perjanannya, mereka dengan cepat lupa bagaimana tantangan dalam perjalanan mereka dapat dilalui berkat pertolongan Tuhan.

Ketiga, kita jangan lebih mendengarkan suara perut kita daripada suara Tuhan. Inilah sebabnya mereka terus berulang-ulang bersungut-sungut. Sampai kapanpun kita akan menjadi umat yang bersungut-sungut jika dasar iman kita pada kebutuhan jasmani (perut). Apakah iman kita itu berada di tepi jalan, di bebatuan, di semak berduri atau di tanah yang baik. Tanpa memahami dan mempercayai keberadaan Tuhan dalam kehidupan kita, tentulah kita akan tetap menjadi umat yang cengeng yang tahu hanya menuntut. Karena itu, ingatlah segala kasih setia TUHAN dalam kehidupan kita agar kita terhindar dari rasa sungut-sungut. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...