Minggu, 19 Pebruari 2023
“YESUS SANG RAJA YANG MAHAMULIA”
Kotbah: 2 Petrus 1:16-21 Bacaan: Mazmur 99:1-9
Hari ini kita memasuki Minggu Estomihi yang artinya “Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan - Sai Ho ma gabe Partanobatoan di ahu” (Mzm. 31:3b). Dan dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Yesus Sang Raja yang Mahamulia”. Kedatangan Yesus sebagai Raja yang Mahamulia itu, bukanlah berita hoax atau berita isapan jempol saja, tetapi berita tentang Yesus sebagai Sang Raja yang Mahamulia itu merupakan berita yang benar dan disaksikan banyak orang.
Penulis Surat 2 Petrus mengandung penjelasan mengenai iman Kristen yang benar. Sang penulis, rasul Petrus, perlu men
yajikannya mengingat pada zaman itu banyak bermunculan ajaran-ajaran sesat. Malah, ada upaya untuk membangun opini masyarakat bahwa apa yang diberitakan para rasul hanyalah dongeng isapan jempol semata. Khususnya mengenai ajaran tentang Yesus Kristus yang berkuasa dan penantian akan kedatangan-Nya kembali, tak perlu didengarkan. Semua itu adalah tahkyul belaka.
Petrus melawan ajaran sesat tersebut dengan menekankan bahwa dirinya adalah saksi mata dari kebenaran tersebut (ay. 17). Itu bukanlah kabar angin melainkan berita yang dibawa dan disampaikan oleh orang-orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus. Dirinya adalah salah satu dari antara mereka itu. Petrus juga menekankan bahwa apa yang disampaikannya tidak berasal dari manusia. Sebagai rasul, ia menyampaikan nubuat yang berasal dari Allah. Allah telah berkenan menggunakan dirinya sebagai alat untuk menyampaikan rencana dan kehendak-Nya (ay. 21).
Menurut pendapat umum, saksi adalah orang yang melihat sendiri atau mengetahui suatu peristiwa atau kejadian. Saksi mata artinya orang yang melihat sendiri suatu kejadian. Isapan jempol berarti kabar yang tidak benar atau kabar bohong. Isapan jempol adalah kabar yang tidak dapat dipercaya.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah bukti bahwa kedatangan Yesus itu benar-benar sebagai Sang Raja yang Mahamulia? Ada beberapa bukti dan kesaksian dari Petrus bahwa Yesus itu benar-benar Raja yang Mahamulia, yakni”
Pertama, Petrus, Yakobus dan Yohanes adalah saksi kebenaran dan kebesaran Yesus (ay. 17). Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, mengingatkan kita bahwa dia dan hamba-hamba Tuhan lainnya bukanlah tipe orang yang percaya pada dongeng-dongeng isapan jempol. Simon Petrus dan hamba Tuhan lainnya bukan contoh atau model orang yang suka percaya dan mengikuti kabar bohong atau kabar dusta. Mereka juga bukan orang yang senang berbohong atau berdusta.Simon Petrus, Yakobus dan Yohanes tidak berdusta ketika memberitakan kepada mereka, mengenai kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Mesias dan Raja dari segala raja. Simon Petrus tidak berbohong pada waktu mengabarkan kepada mereka tentang Firman Tuhan, Kabar Baik atau Kabar Keselamatan yang membawa sukacita dan damai sejahtera. Sebab mereka adalah saksi mata dari kebenaran dan kebesaran-Nya. Sebab mereka adalah saksi kunci dan saksi kebenaran Tuhan. Jadi, tidak mungkin Petrus menyampaikan dongeng. Dongeng tidak bersentuhan dengan kebutuhan kita. Tentu juga, kabar angin sudah pasti tidak akan relevan dengan keberadaan manusia. Semua itu tidak nyata. Tetapi bila kita bicara mengenai keselamatan, itu berhubungan langsung dengan kebutuhan manusia. Setiap orang merindukannya. Lagi pula, keselamatan yang datang dari Allah adalah nyata. Yesus Kristus adalah wujud konkritnya. Ia telah rela menderita dan mati untuk merealisasikan rencana penyelamatan Allah. Proses realisasi ini masih berlangsung hingga kedatangan Yesus kembali. Dengan demikian nubuat dan berita keselamatan Allah ada untuk menjawab kebutuhan manusia yang merindukan keselamatan.
Kedua, berita tentang Yesus adalah Raja yang Mahamulia bukan isapan jempol (ay. 116-17). Dalam Surat 2 Petrus 1:16, Firman Tuhan tertulis, “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.” Simon Petrus benar-benar menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri ketika Tuhan Yesus Kristus menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa. Simon Petrus mendengar dengan telinganya sendiri, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia. Dia mendengar Suara Allah Bapa yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Hal ini ditegaskan Petrus lagi dalam ayat 17, “Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”
Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, sungguh mendengar suara Yang Mahamulia dari sorga, ketika ia dan Yohanes diajak bersama-sama dengan Dia naik di atas gunung yang kudus. Beginilah bunyi Firman Tuhan sebagaimana dicatat dalam Surat 2 Petrus 1:18: “Suara itu kami dengar datang dari surga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.” Sungguh! Petrus, Yakobus, dan Yohanes mendengar suara Yang Mahamulia yang datang dari surga. Mereka mendengar dan mengerti maksud suara Yang Mahamulia. Sungguh! Bukan isapan jempol. Hal demikian karena Allah membuka telinga dan pengertian dari mereka bertiga untuk menerima apa yang perlu untuk mereka ketahui.
Ketiga, Petrus melihat Yesus sebagai Pelita yang Bercahaya (ay. 19). Rasul Petrus mengaku bahwa dirinya semakin diteguhkan oleh segala firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Karenanya, ia mengingatkan kita betapa indahnya, jika kita memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap. Karenanya, perhatikan dan nikmatilah pelita yang bercaya itu sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hati kita. Sampai kita percaya seratus persen bahwa Dia adalah Anak Tunggal Allah yang sudah menggagalkan kabar isapan jempol. Sampai Dia Yang Hidup dan menjadi sumber kehidupan diam di dalam kita.
Keempat, nubuat para Nabi adalah dorongan Roh Kudus (ay. 21). Nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri. Kita tidak boleh menafsirkan semua nubuat para nabi dalam Kitab Suci. Hal demikian karena nubuat dalam Kitab Suci bukan dibuat oleh para nabi dan bukan oleh kehendak manusia, melainkan karena dorongan Roh Kudus. Nubuat para nabi adalah yang disampaikan oleh dorongan Roh Kudus atas kehendak Allah dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kita.
RENUNGAN
Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu Estomihi ini? Ada bebeapa hal yang hendak kita renungkan dalam Minggu Estomihi ini, yakni:
Pertama, jadikanlah dirikita (baca: Gereja) sebagai saksi kebenaran tentang Tuhan Yesus dan hindarilah kesaksian hoax. “Dongeng” adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. Tetapi justru dongeng inilah yang sedang dicari-cari orang di zaman sekarang ini, tak terkecuali orang Kristen. “Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng” (2 Tim. 4:4). Mereka seringkali lebih menyukai kotbah “ringan” yang meninabobokan, kotbah yang bisa membuat tertawa lepas, kotbah yang menghibur. Tanpa disadari gereja bukan lagi menjadi tempat untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan dan kebenaran-Nya, tapi tempat mencari hiburan penghilang kepenatan. Akhirnya kita (Gereja) pun dipenuhi dengan orang-orang yang menjalankan peran seperti tokoh-tokoh dalam dongeng, penuh kepura-puraan dan kepalsuan. Para pelayan Tuhan pun saat menjalankan tugas pelayanannya berlaku seperti orang yang memerankan tokoh pada sandiwara atau sinetron, menjalankan karakter yang berbeda dari aslinya, berlaku seperti malaikat dengan tutur kata yang santun dan tampak rohani. Para pengkotbah pun menempuh jalur “aman” dengan berusaha menyampaikan materi-materi kotbah yang dapat diterima dan disenangi jemaat. Banyak orang tidak suka dengan firman Tuhan keras yang berisikan teguran dan pertobatan karena dianggap menghalangi untuk menikmati kesenangan dagingnya. Ini adalah jebakan Iblis! Padahal teguran keras firman Tuhan bertujuan membangunkan kita dari “tidur” rohani, mengingatkan kita akan akibat dosa, “Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibr.5:13-14).
Kedua, percayalah kepada Kebenaran Sejati. Oleh sebab itu, percayalah bahwa kesaksian mengenai Kabar Baik yang disampaikan oleh Rasul Petrus dan para hamba Kristus adalah kebenaran yang sejati. Bahwa Kabar Baik tentang Yesus Kristus Anak Allah, Mesias dan Juru Selamat kita adalah benar. Bahwa semua berita yang dikabarkan oleh Petrus tentang Dia bukanlah kisah-kisah atau dongeng-dongeng yang tidak berguna atau hal yang sia-sia. Berita Kabar Baik tentang Dia bukanlah kabar isapan jempol. Tetapi kebenaran sejati yang beradal dari Allah yang sudah direncanakan dan ditetapkan-Nya sejak semula. Imanilah kebenaran Firman Tuhan.
Ketiga, jangan kita ragu atau bimbang. Janganlah kita ragu terhadap kesaksian Rasul Petrus dan hamba-hamba Kristus tentang Anak Tunggal Allah adalah Mesias dan Juru Selamat kita. Percayalah! Bahwa Dia sudah mengorbankan diri-Nya, disalib, dikuburkan dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga adalah untuk mebebus dosa umat-Nya yang percaya keoada-Nya. Janganlah kita bimbang terhadap kesaksian para gembala, majelis gereja, pelayan Tuhan dan saudara-saudara seiman kita. Imanilah! Bahwa dengan darah-Nya yang kudus dan mahal, Dia sudah menebus dan menyelamatkan kita dan semua orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu, yakin dan percayalah bahwa Yesus adalah Raja yang Mahamulia yang datang untuk menebus kita dari dosa dan kejahatan kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN