KOTBAH MINGGU ESTOMIHI Minggu, 02 Maret 2025 “MENYATAKAN CAHAYA KEMULIAAN TUHAN” (Keluaran 34:29-35)
Minggu, 02 Maret 2025
“MENYATAKAN CAHAYA KEMULIAAN TUHAN”
Kotbah: Keluaran 34:29-35 Bacaan: 2 Korintus 3:12-4:2
Hari ini kita memasuki Minggu Estomihi yang artinya “Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan - Sai Ho ma gabe Partanobatoan di ahu” (Mzm. 31:3b). Dan dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Menyatakan Cahaya Kemuliaan TUHAN”. Cahaya Kemuliaan Tuhan melambangkan Hadirat dan Keagungan-Nya. Dalam perikop ini, Musa mengalami perubahan setelah berjumpa dengan Tuhan di Gunung Sinai. Wajahnya bercahaya karena telah berbicara langsung dengan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa kemuliaan Tuhan bukan hanya konsep abstrak, tetapi sesuatu yang nyata dan dapat dirasakan oleh orang lain. Cahaya ini adalah manifestasi hadirat Tuhan yang begitu mulia dan kudus, sehingga bangsa Israel merasa takjub dan bahkan takut untuk mendekat. Kemuliaan Tuhan adalah pernyataan keberadaan-Nya yang suci dan penuh kuasa.
Dari perikop kotbah Minggu ini ada beberapa hal yang kita pelajari, yakni:
Pertama, Cahaya Tuhan memancarkan transformasi hidup (ay. 29-30). Musa tidak menyadari bahwa wajahnya bercahaya, tetapi orang lain melihatnya. Ini menunjukkan bahwa perjumpaan dengan Tuhan mengubahkan seseorang, dan perubahan itu akan terlihat oleh orang lain. Bagi kita saat ini, menyatakan cahaya kemuliaan Tuhan berarti: Mengalami perubahan hati dan karakter karena hidup dalam hadirat-Nya. Menunjukkan kasih, kesabaran, keadilan, dan kebenaran dalam hidup sehari-hari. Menjadi saksi yang nyata bagi orang lain melalui perkataan dan perbuatan. Yesus berkata dalam Matius 5:16: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Artinya, kita dipanggil untuk memancarkan cahaya Tuhan di dunia yang gelap ini. Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap kali kita mengalami perjumpaan yang mendalam dengan Tuhan—melalui doa, firman, dan penyembahan—hidup kita akan berubah. Hati yang dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan akan mencerminkan kasih-Nya, kesabaran-Nya, dan kebaikan-Nya kepada orang lain.
Kedua, Cahaya Tuhan harus dibagikan, bukan disembunyikan (ay. 31-32. Musa awalnya menutupi wajahnya dengan selubung, tetapi setiap kali ia masuk ke hadirat Tuhan, ia membuka selubung itu. Ini mengajarkan bahwa kemuliaan Tuhan tidak boleh disembunyikan, tetapi harus dinyatakan agar orang lain dapat melihat dan mengenal-Nya. Sebagai orang percaya, kita tidak boleh takut atau malu untuk menyatakan iman kita. Cara kita hidup, berbicara, dan bertindak harus mencerminkan kebaikan Tuhan sehingga orang lain dapat melihat kasih-Nya dalam diri kita.
Meskipun orang Israel takut, Musa tetap memanggil mereka untuk datang dan mendengarkan firman Tuhan yang ia terima. Ini adalah tanggung jawab setiap orang percaya: menyatakan cahaya kemuliaan Tuhan kepada dunia, bukan menyembunyikannya. Yesus juga berkata dalam Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Kita dipanggil untuk hidup sebagai terang dunia, membawa pengaruh positif bagi orang-orang di sekitar kita melalui kasih, kebenaran, dan perbuatan baik.
Ketiga, hidup dalam Kekudusan menjaga Cahaya Kemuliaan Tuhan (ay. 33-35). Musa menutupi wajahnya dengan selubung setiap kali ia selesai berbicara dengan orang Israel, tetapi saat ia masuk ke hadapan Tuhan, ia membuka selubungnya. Ini melambangkan bahwa hanya dengan hubungan yang erat dengan Tuhan, kita bisa tetap memancarkan kemuliaan-Nya. Sebagai orang percaya, kita harus menjaga kekudusan dan terus tinggal dalam hadirat Tuhan agar cahaya-Nya tetap bersinar dalam hidup kita. Paulus dalam 2 Korintus 3:18 menegaskan bahwa kita semua yang tidak berselubung, memandang kemuliaan Tuhan dan diubah menjadi serupa dengan Dia dari satu tingkat kemuliaan ke tingkat kemuliaan yang lebih tinggi. Mari kita senantiasa mendekat kepada Tuhan, mengizinkan cahaya-Nya bersinar melalui hidup kita, dan menjadi saksi bagi dunia.
Pertanyaan kita sekarang bagaimana cara kita menyatakan kemuliaan TUHAN? Berdasarkan Keluaran 34:29-35 dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut:
Pertama, menjalin hubungan yang erat dengan Tuhan (ay. 29). “Karena ia telah berbicara dengan TUHAN”. Musa mengalami perubahan yang nyata karena ia telah berbicara dengan TUHAN artinya, Musa menghabiskan waktu dalam hadirat Tuhan. Demikian pula kita, semakin kita sering bersekutu dengan Tuhan melalui doa, membaca firman, dan penyembahan, semakin kita dipenuhi oleh kemuliaan-Nya dan dapat memancarkannya kepada orang lain.
Kedua, memancarkan karakter Ilahi dalam kehidupan sehari-hari (ay. 30). Orang Israel melihat wajah Musa bercahaya dan mereka takut mendekatinya. Ini menunjukkan bahwa kemuliaan Tuhan membawa dampak yang nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menyatakan cahaya Tuhan dengan menunjukkan karakter Kristus, seperti kasih, kesabaran, kesetiaan, dan kebaikan (Gal. 5:22-23).
Ketiga, menyampaikan Firman Tuhan dengan setia (ay. 31-32). Musa tidak hanya menerima firman Tuhan tetapi juga menyampaikannya kepada umat Israel. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil dan membagikan kebenaran firman Tuhan kepada orang lain, baik melalui perkataan maupun tindakan.
Keempat, hidup dalam kekudusan dan ketaatan (ay. 33-35). Musa menjaga kemuliaan Tuhan dengan tetap menaati perintah-Nya. Kita pun dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan menjauhkan diri dari dosa agar kemuliaan Tuhan tetap terpancar melalui hidup kita (1 Ptr. 1:15-16).
Menyatakan cahaya kemuliaan Tuhan bukan hanya tentang pengalaman rohani, tetapi juga tentang bagaimana kita hidup sehari-hari. Dengan bersekutu dengan Tuhan, menunjukkan karakter Kristus, memberitakan firman, hidup dalam kekudusan, dan menjadi terang bagi dunia, kita dapat menyatakan kemuliaan Tuhan sebagaimana Musa melakukannya.
RENUNGAN
Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu Estomihi ini? Dalam merenungkan tema ini, ada beberapa hal yang perlu kita refleksikan dari kisah Musa yang wajahnya bercahaya setelah berjumpa dengan Tuhan:
Pertama, mari sungguh-sungguh mengalami Hadirat Tuhan. Musa mengalami transformasi karena ia berada dalam hadirat Tuhan di Gunung Sinai. Wajahnya bercahaya sebagai bukti nyata dari perjumpaan itu. Kita perlu bertanya pada diri sendiri. Kita harus benar-benar mengalami perjumpaan dengan Tuhan dalam doa dan firman-Nya Jika hidup kita masih terasa "biasa saja" tanpa dampak yang nyata, mungkin kita perlu lebih dalam lagi membangun hubungan pribadi dengan Tuhan.
Kedua, kehadiran kita harus mampu memancarkan Cahaya Tuhan kepada orang lain. Ketika Musa turun dari gunung, bangsa Israel langsung melihat perubahan yang terjadi dalam dirinya. Cahaya di wajahnya adalah bukti bahwa ia telah bersama Tuhan. Orang lain bisa harus bisa melihat karakter Tuhan dalam hidup kita bahkan keluarga, rekan kerja, atau komunitas kita melihat kasih, kesabaran, dan kebaikan Tuhan melalui kita. Mungkin kita perlu mengevaluasi apakah hidup kita sudah menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain.
Ketiga, kita harus mampu menyampaikan Kebenaran Tuhan dengan berani. Meskipun wajahnya bercahaya, Musa tetap mendekati umat Israel dan menyampaikan firman Tuhan (ay. 31-32). Ini menunjukkan bahwa pengalaman rohani harus diikuti dengan tindakan nyata dalam pelayanan dan kesaksian. Kita harus berani membagikan firman Tuhan kepada orang lain. Kita jangan malu atau takut untuk menyatakan iman kita dalam lingkungan yang tidak mendukung. Sering kali, kita menikmati hadirat Tuhan hanya untuk diri sendiri, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi saksi bagi orang lain. Karena itu, kotbah ini mengajak kita untuk terus bertumbuh dan hidup dalam kemuliaan Tuhan, agar dunia dapat melihat terang-Nya melalui kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Komentar
Posting Komentar