KOTBAH MINGGU SETELAH NATAL Minggu, 29 Desember 2024 “MENGUCAP SYUKUR ATAS KASIH KARUNIA ALLAH” (1 Timotius 1:12-17)
Minggu, 29 Desember 2024
“MENGUCAP SYUKUR ATAS KASIH KARUNIA ALLAH”
Kotbah: 1 Timotius 1:12-17 Bacaan: Mazmur 77:12-16
Hari ini kita memasuki Minggu Setelah Natal. Tema kita hari adalah “Mengucap Syukur atas Kasih Karunia Allah”. Tema ini mengungkapkan rasa terima kasih yang tulus kepada Allah atas anugerah-Nya yang melimpah, meskipun kita sebagai manusia tidak layak menerimanya. Kasih karunia Allah merupakan pemberian yang tidak bergantung pada usaha atau kelayakan kita, melainkan merupakan wujud dari kasih dan kemurahan Allah.
Ada beberapa hal yang perlu kita pelajari dari tema ini, yakni:
Pertama, kita menyadari Kasih Karunia Allah yang melimpah. Kasih karunia Allah adalah anugerah terbesar yang kita terima, khususnya melalui Yesus Kristus yang datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Dalam 1 Timotius 1:12-17, Rasul Paulus menyebut dirinya sebagai orang berdosa yang paling besar, tetapi justru melalui kasih karunia Allah, ia diselamatkan dan dipanggil untuk melayani.
Mengucap syukur berarti menyadari bahwa kasih karunia Allah itu melimpah dan tidak tergantung pada kelayakan kita, melainkan sepenuhnya berdasarkan kasih dan belas kasih-Nya. Kesadaran ini membawa kita kepada sikap rendah hati dan pengakuan bahwa segala sesuatu dalam hidup kita adalah hasil dari anugerah Allah.
Kedua, kita menghargai Kasih Karunia dalam Keselamatan. Kasih karunia Allah dinyatakan paling nyata dalam keselamatan yang kita terima melalui karya Kristus di kayu salib. Roma 6:23 menegaskan bahwa upah dosa adalah maut, tetapi pemberian Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus. Mengucap syukur berarti menghargai anugerah keselamatan ini sebagai sesuatu yang tidak ternilai dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun di dunia. Hidup kita diarahkan untuk mencerminkan rasa syukur atas keselamatan ini melalui iman, kasih, dan perbuatan yang memuliakan Allah.
Ketiga, kita mengakui transformasi oleh Kasih Karunia (ay. 13-14). Kasih karunia Allah tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga mengubahkan hidup kita. Dalam 1 Timotius 1:13-14, Paulus mengakui bahwa ia dulunya seorang penghujat dan penganiaya, tetapi oleh kasih karunia Allah, hidupnya diubahkan secara radikal. Mengucap syukur berarti mengakui bahwa perubahan hidup kita, dari orang berdosa menjadi orang yang diperkenan Allah, adalah hasil dari karya Allah, bukan usaha kita sendiri. Ini memotivasi kita untuk hidup dalam kekudusan sebagai wujud rasa syukur kepada-Nya.
Keempat, kita memuliakan Allah dalam segala hal (ay. 17). Dalam ayat 17, Paulus memberikan doksologi (pujian kepada Allah), yang menunjukkan bahwa rasa syukurnya tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga dalam tindakan nyata memuliakan Allah. Mengucap syukur berarti menjadikan Allah sebagai pusat hidup kita dan memuliakan-Nya dalam segala hal, baik melalui perkataan, tindakan, maupun sikap hati. Hidup kita menjadi alat untuk memancarkan kasih karunia Allah kepada orang lain.
Kelima, kita merespons Kasih Karunia dengan pelayanan. Paulus bersyukur karena Allah mempercayakannya pelayanan, meskipun ia merasa tidak layak. Kasih karunia Allah memberikan kita kemampuan untuk melayani-Nya dan menjadi alat bagi kemuliaan-Nya. Mengucap syukur berarti menggunakan talenta, waktu, dan kesempatan yang Allah berikan untuk melayani sesama dan membangun Kerajaan Allah di dunia ini. Respons ini menjadi wujud nyata dari rasa syukur kita atas anugerah Allah.
Pertanyaan kita sekarang bagaimanakah cara Paulus mengucap Syukur atas Kasih Karunia Allah yang telah diterimanya? Dalam 1 Timotius 1:12-17, Paulus menunjukkan cara mengucap syukur atas kasih karunia Allah dengan tiga cara utama:
Pertama, Paulus mengakui Allah sebagai Sumber Segala Kebaikan (ay. 12-13). Paulus memulai dengan mengucap syukur kepada Kristus Yesus karena telah menguatkan, mempercayakan pelayanan, dan memandangnya setia. Ia secara eksplisit mengakui bahwa segala yang ia miliki—kekuatan, panggilan, dan kepercayaan untuk melayani—semua berasal dari Allah. Rendah hati atas masa lalunya: Paulus tidak menyembunyikan siapa dirinya sebelumnya—seorang penghujat, penganiaya, dan orang yang ganas. Namun, ia dengan penuh syukur menyadari bahwa Allah tetap memilih dan mengubahnya. Prinsip syukur: Paulus mengajarkan bahwa ucapan syukur dimulai dengan kesadaran bahwa segala sesuatu yang baik dalam hidup kita adalah hasil dari kasih karunia Allah, bukan hasil usaha kita sendiri.
Kedua, Paulus menghargai Kasih Karunia yang berlimpah (ay. 14-15). Paulus secara khusus menyebutkan bahwa kasih karunia Tuhan melimpah di dalam hidupnya, disertai dengan iman dan kasih yang ada dalam Kristus Yesus. Ia menyebut Injil sebagai inti dari kasih karunia itu: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa." Mengakui dirinya sebagai yang paling berdosa: Paulus tidak hanya mengucap syukur secara umum, tetapi ia merenungkan betapa besar kasih karunia Allah karena ia yang paling berdosa pun telah diselamatkan. Prinsip syukur: Mengucap syukur bukan hanya melihat berkat jasmani, tetapi juga menyadari betapa besar anugerah keselamatan yang kita terima melalui Kristus.
Ketiga, Paulus memuliakan Allah dengan Pujian (ay. 16-17). Paulus tidak berhenti hanya pada refleksi pribadi. Ia melanjutkan dengan memuliakan Allah melalui pujian yang penuh antusias: "Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman." Menjadi teladan kasih karunia: Paulus menyadari bahwa hidupnya yang telah diubahkan menjadi bukti kasih karunia Allah bagi orang lain, sehingga mereka juga dapat percaya kepada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal. Memuliakan Allah secara aktif: Bagi Paulus, ucapan syukur tidak hanya dalam hati, tetapi diwujudkan dalam pujian kepada Allah yang Mahakuasa, Mahakudus, dan Abadi.
Dengan cara ini, Paulus mengajarkan kepada kita bagaimana hidup dalam ucapan syukur yang sejati atas kasih karunia Allah.
RENUNGAN
Apa yang hendak kita renungkan pada Minggu setelah Natal ini? Berikut adalah poin-poin refleksi dari tema “Mengucap Syukur atas Kasih Karunia Allah” berdasarkan 1 Timotius 1:12-17:
Pertama, Kasih Karunia Allah tidak bergantung pada kelayakan kita. Rasul Paulus, yang dulunya adalah seorang penghujat, penganiaya, dan orang yang ganas, dipilih oleh Allah untuk menjadi pelayan-Nya. Ini menunjukkan bahwa kasih karunia Allah tidak bergantung pada masa lalu kita atau apa yang telah kita lakukan.
Kedua, Kasih Karunia Allah melimpah dan mengubahkan. Dalam ayat 14, Paulus menyatakan bahwa kasih karunia Tuhan “berlimpah dengan iman dan kasih.” Kasih karunia Allah tidak hanya mengampuni dosa tetapi juga mengubah hidup kita, memperlengkapi kita dengan iman, dan memampukan kita untuk mengasihi seperti Kristus.
Ketiga, Keselamatan adalah Anugerah yang tidak ternilai. Dalam ayat 15, Paulus mengingatkan bahwa inti dari kasih karunia Allah adalah kedatangan Kristus Yesus ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa. Keselamatan ini adalah hadiah terbesar yang tidak bisa kita usahakan sendiri, melainkan diterima melalui iman.
Keempat, Kasih Karunia Allah mengubah hidup menjadi teladan bagi brang lain. Paulus menyadari bahwa hidupnya yang telah diubahkan menjadi bukti nyata kasih karunia Allah (ayat 16). Kehidupannya menjadi teladan bagi orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal.
Kelima, mengucap Syukur dengan Memuliakan Allah. Paulus menutup bagian ini dengan sebuah doksologi, sebuah seruan pujian kepada Allah: “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman.” Ucapan syukur tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga pujian dan penyembahan yang tulus kepada Allah. Paulus bersyukur karena Allah mempercayakannya pelayanan meskipun ia tidak layak (ay. 12). Karena itu, Kasih Karunia Allah memampukan kita untuk melayani dan menjadi alat-Nya. (rsnh)
Selamat menikmati lawatan TUHAN!
Komentar
Posting Komentar