Sabtu, 09 November 2024

KOTBAH MINGGU XXIV SETELAH TRINITATIS Minggu, 09 Nopember 2024 “MEMBERI DARI KEKURANGAN” (1 Raja-raja 17:7-16)

 KOTBAH MINGGU XXIV SETELAH TRINITATIS

Minggu, 09 Nopember 2024

 

MEMBERI DARI KEKURANGAN”

Kotbah: 1 Raja-raja 17:7-16       Bacaan: Lukas 21:1-4


 

Kini kita tiba pada Minggu Keduapuluh Empat Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Memberi dari Kekurangan”Makna memberi dari kekurangan adalah tindakan memberikan sesuatu yang berharga atau penting bagi seseorang, meskipun orang tersebut sendiri sedang dalam kondisi terbatas atau kekurangan. Ini bukan hanya soal memberikan materi atau harta, tetapi mencakup pengurbanan yang disertai ketulusan dan iman. 

 

Memberi dari kekurangan menunjukkan keyakinan bahwa Tuhan akan memelihara dan mencukupi kebutuhan kita, meskipun secara logika kita mungkin merasa takut akan kekurangan setelah memberi. Ini melibatkan kepercayaan penuh pada pemeliharaan dan janji Tuhan, bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita kekurangan. Makna sejati dari memberi dalam keterbatasan terletak pada ketulusan hati. Pemberian seperti ini tidak didorong oleh kelebihan atau kemewahan, melainkan oleh niat baik untuk berbagi dan membantu orang lain, meskipun kita sendiri berada dalam kondisi sulit.

 

Memberi dari kekurangan adalah bentuk pengurbanan, di mana seseorang rela mengesampingkan kebutuhan pribadi untuk kebaikan orang lain. Ini menunjukkan bahwa nilai pemberian bukan diukur dari jumlahnya, tetapi dari pengurbanan dan makna di baliknya. Tindakan ini menggambarkan keberanian untuk bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, meskipun ada risiko pribadi. Dalam konteks rohani, memberi dari kekurangan sering kali menjadi bukti ketaatan yang tulus dan keberanian untuk mengandalkan Tuhan dalam segala situasi.

 

Makna lain yang penting adalah bahwa tindakan memberi dari kekurangan sering kali membuka pintu bagi berkat yang tak terduga. Kisah janda Sarfat dalam 1 Raja-raja 17:7-16 menunjukkan bahwa ketika seseorang memberi dengan tulus meskipun dalam kekurangan, Tuhan membalasnya dengan pemeliharaan dan keajaiban-Nya.

 

Dalam perikop 1 Raja-raja 17:7-16, kita menemukan kisah inspiratif tentang Nabi Elia dan seorang janda di Sarfat.Kisah ini mengajarkan kita pelajaran mendalam tentang memberi, khususnya memberi dari kekurangan. Ketika Elia diutus oleh Tuhan untuk pergi ke Sarfat, dia bertemu seorang janda yang sedang mengumpulkan kayu untuk membuat makanan terakhir bagi dirinya dan anaknya. Ketika Elia meminta air dan sepotong roti, janda itu dengan jujur mengungkapkan bahwa ia hanya memiliki sedikit tepung dan minyak yang cukup untuk satu kali makan. Namun, di tengah keterbatasannya, ia memutuskan untuk taat dan memberikan roti kepada Elia.

 

Dari tindakan janda ini, kita belajar bahwa memberi bukanlah soal berapa banyak yang kita miliki, tetapi soal kerelaan hati kita untuk berbagi, bahkan saat kita dalam kekurangan. Ketika janda itu memberi dari kekurangannya, Tuhan menggenapi janji-Nya dengan membuat tepung dan minyaknya tidak habis hingga akhir masa kekeringan.

 

Tiga pelajaran utama dari kisah ini adalah:

 

Pertama, iman yang berani. Janda di Sarfat menunjukkan keberanian dalam ketaatannya kepada firman Tuhan. Memberi dari kekurangan memerlukan iman yang melampaui logika manusia.

 

Kedua, ketulusan dalam memberi. Memberi bukan hanya soal materi, tetapi soal hati. Janda itu memberikan dengan hati tulus, meskipun ia tahu resikonya.

 

Ketiga, janji pemeliharaan Tuhan. Tuhan selalu memelihara orang yang mau setia dan percaya pada-Nya. Ketika kita memberi dari kekurangan, Tuhan tidak pernah membiarkan kita kekurangan; justru Dia melimpahi kita dengan berkat yang tak terduga.

 

Kotbah ini mengajak kita untuk merenungkan sikap hati kita dalam memberi. Apakah kita hanya memberi saat berlebih, atau berani memberi meskipun dalam kekurangan? Tuhan menghargai pemberian yang datang dari hati yang ikhlas dan percaya penuh kepada-Nya. Mari kita belajar memberi seperti janda di Sarfat, dengan iman, ketulusan, dan keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber segala sesuatu.

 

Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah cara janda Sarfat itu “Memberi Dari Kekurangan” berdasarkan kitab 1 Raja-raja 17:7-16? Janda Sarfat menunjukkan bagaimana memberi dari kekurangan dengan tindakan nyata yang penuh iman dan keberanian dalam 1 Raja-raja 17:7-16. Berikut cara janda tersebut memberi dari kekurangannya:

 

Pertama, taat pada permintaan Nabi Elia. Meskipun janda itu hanya memiliki sedikit tepung dan minyak yang cukup untuk satu kali makan bagi dirinya dan anaknya, dia tetap memenuhi permintaan Elia untuk membuatkan sepotong roti kecil terlebih dahulu. Tindakannya menunjukkan ketaatan kepada permintaan yang datang dari utusan Tuhan, meskipun secara logis hal itu bisa berarti pengorbanan terakhirnya.

 

Contoh lain ketaatan pada permintaan Nabi Elia dapat dilihat dalam kisah Obaja, seorang pelayan Raja Ahab, yang diceritakan dalam 1 Raja-raja 18. Obaja adalah seorang yang sangat takut akan Tuhan, dan di tengah pemerintahannya yang jahat, dia tetap setia kepada Tuhan. Ketika Elia meminta Obaja untuk menyampaikan pesan kepada Ahab bahwa Elia ingin menemuinya, Obaja merasa takut karena hal itu bisa membahayakan nyawanya.

 

Namun, meskipun memiliki kekhawatiran bahwa raja mungkin akan marah dan membunuhnya, Obaja akhirnya mematuhi permintaan Elia dan menyampaikan pesan tersebut kepada Ahab. Tindakan Obaja ini menunjukkan ketaatan dan iman di tengah situasi yang berbahaya.

 

Contoh ini mengajarkan bahwa ketaatan kepada utusan Tuhan sering kali memerlukan keberanian dan keyakinan, terutama saat itu dapat menempatkan seseorang dalam risiko. Namun, seperti Obaja, kita belajar bahwa ketaatan pada kehendak Tuhan dan perintah-Nya membawa maksud yang lebih besar dan kebaikan yang melampaui ketakutan manusia.

 

Kedua, mengutamakan orang lain di tengah kekurangan. Janda tersebut memilih untuk mendahulukan kebutuhan Elia sebelum memikirkan kebutuhan dirinya sendiri dan anaknya. Hal ini menggambarkan pemberian yang tulus, di mana ia rela berbagi meskipun dalam kondisi sangat terbatas.

 

Contoh lain dalam hal mengutamakan orang lain di tengah kekurangan dapat ditemukan dalam kisah janda miskin yang memberi dua peser di Markus 12:41-44. Dalam kisah ini, Yesus memperhatikan orang-orang yang memberi persembahan di Bait Allah. Banyak orang kaya memberikan jumlah besar dari kelebihan mereka, tetapi seorang janda miskin datang dan memberikan dua peser, yaitu seluruh nafkahnya. Meskipun ia sendiri berada dalam kekurangan dan hanya memiliki sedikit untuk bertahan hidup, ia tetap memilih untuk mengutamakan pemberian kepada Tuhan. Yesus memuji tindakan janda ini dan mengatakan bahwa ia telah memberi lebih banyak daripada yang lain, karena ia memberi dari kekurangannya dengan penuh ketulusan dan pengorbanan.

Kisah ini mengajarkan bahwa mengutamakan orang lain atau Tuhan di tengah kekurangan menunjukkan iman dan kerelaan hati yang besar, serta pengorbanan sejati. Pemberian seperti ini menunjukkan bahwa makna sejati dari memberi bukanlah seberapa banyak yang diberikan, tetapi seberapa besar pengorbanan dan keikhlasan di baliknya.

 

Ketiga, kepercayaan pada Janji Tuhan. Keputusan janda itu untuk memberi didasarkan pada kepercayaannya pada janji yang disampaikan Elia bahwa tepung di tempayan dan minyak di buli-buli tidak akan habis sampai hujan turun ke bumi. Meskipun situasinya sulit, ia memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhannya jika ia bersedia memberi dari apa yang tersisa.

 

Contoh kepercayaan pada janji Tuhan yang terkenal dapat dilihat dalam kisah Abraham. Di Kejadian 22, Tuhan menguji iman Abraham dengan meminta agar ia mengorbankan putranya, Ishak, yang merupakan anak perjanjian dan satu-satunya pewaris yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Meskipun permintaan itu sangat berat, Abraham menunjukkan kepercayaannya pada janji Tuhan dengan mematuhi perintah tersebut tanpa ragu.

 

Saat Abraham hendak mengorbankan Ishak, Tuhan menghentikannya dan menyediakan domba jantan sebagai ganti persembahan. Peristiwa ini memperlihatkan bahwa Abraham percaya sepenuhnya pada janji Tuhan, meskipun situasinya tampak mustahil. Abraham yakin bahwa Tuhan setia dan akan memenuhi janji-Nya, bahkan jika itu berarti harus membangkitkan Ishak kembali (Ibrani 11:17-19). Kisah ini mengajarkan bahwa kepercayaan pada janji Tuhan memerlukan iman yang teguh, bahkan saat keadaan seolah-olah bertentangan dengan apa yang dijanjikan. Tuhan membuktikan kesetiaan-Nya dengan menyediakan jalan keluar dan menunjukkan bahwa Dia menghargai kepercayaan dan ketaatan umat-Nya.

 

Keempat, memberi dengan iman yang tak gentar. Memberi dari kekurangan memerlukan keberanian untuk mempercayakan hasil akhirnya kepada Tuhan. Janda Sarfat melangkah dengan iman meskipun ia hanya memiliki sedikit untuk menopang hidupnya, membuktikan bahwa ia percaya kepada pemeliharaan ilahi di tengah krisis. Tindakan janda Sarfat ini mengajarkan bahwa memberi dari kekurangan bukanlah tentang seberapa banyak yang dimiliki, tetapi seberapa besar iman dan ketulusan yang dicurahkan dalam tindakan itu.

 

Contoh memberi dengan iman yang tak gentar dapat ditemukan dalam kisah perempuan Sunem di 2 Raja-raja 4:8-37. Perempuan ini adalah seorang yang kaya, tetapi tindakannya memberikan dengan iman sangat luar biasa. Ketika Nabi Elisa sering melewati rumahnya, perempuan Sunem ini memutuskan untuk menyediakan tempat tinggal bagi Elisa. Ia dan suaminya membangun sebuah kamar di atas rumah mereka, lengkap dengan tempat tidur, meja, kursi, dan pelita, sebagai tempat bagi nabi itu beristirahat.

 

Tindakannya menunjukkan iman yang tak gentar, karena ia memberi dengan ketulusan dan keyakinan bahwa melayani nabi Tuhan adalah hal yang benar. Meskipun ia sudah berkecukupan, ia memberi tanpa pamrih, tidak mengharapkan imbalan apa pun. Namun, Tuhan melihat ketulusan hatinya dan membalas kebaikannya dengan memberikannya seorang anak, meskipun sebelumnya ia tidak memiliki keturunan.

 

Ketika anak itu kemudian meninggal secara mendadak, perempuan Sunem itu menunjukkan kembali iman yang tak gentar dengan pergi menemui Elisa, yakin bahwa Tuhan dapat menghidupkan kembali anaknya melalui nabi tersebut. Elisa pun, dengan kuasa Tuhan, membangkitkan anak itu.

 

Kisah perempuan Sunem ini mengajarkan bahwa memberi dengan iman yang tak gentar melibatkan keyakinan bahwa Tuhan melihat dan menghargai setiap tindakan pengorbanan kita. Pemberian seperti ini dilandasi oleh iman dan ketulusan, serta keyakinan bahwa Tuhan akan memelihara dan membalas setiap kebaikan sesuai dengan rencana-Nya.

 

RENUNGAN

 

Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu Keduapuluh Empat Setelah Trinitatis? Dari sikap janda Sarfat dalam 1 Raja-raja 17:7-16, ada beberapa poin penting yang perlu kita refleksikan:

 

Pertama, keberanian untuk taat dalam keterbatasan. Janda Sarfat menunjukkan bahwa ketaatan kepada Tuhan tidak hanya ditunjukkan dalam kondisi nyaman atau berkelimpahan, tetapi justru diuji dalam kondisi kekurangan. Kita perlu merenungkan apakah kita memiliki keberanian untuk tetap taat pada perintah Tuhan ketika situasi kita tidak mendukung.

 

Kedua, keikhlasan dalam memberi. Sikap janda ini mengajarkan bahwa pemberian yang sejati datang dari hati yang ikhlas, bukan dari kelimpahan. Kita diingatkan untuk memeriksa apakah sikap hati kita dalam memberi sudah dipenuhi dengan ketulusan, bahkan saat kita harus berkorban.

 

Ketiga, iman yang melampaui logika. Janda Sarfat memperlihatkan iman yang besar dengan memberi dari kekurangannya, percaya bahwa Tuhan akan memenuhi kebutuhannya seperti yang dijanjikan melalui Elia. Refleksi ini membawa kita pada pertanyaan: sejauh mana kita percaya pada pemeliharaan Tuhan di tengah tantangan dan kekurangan yang kita hadapi?

 

Keempat, mengutamakan kehendak Tuhan. Ketika janda itu memenuhi permintaan Elia, dia menunjukkan bahwa kehendak Tuhan diutamakan lebih daripada kebutuhan pribadinya. Hal ini mengingatkan kita untuk selalu mendahulukan kehendak Tuhan dalam tindakan kita sehari-hari, meskipun itu berarti mengorbankan kenyamanan kita.

 

Kelima, mukjizat melalui ketaatan. Kisah ini mengajarkan bahwa ketaatan yang disertai iman akan membuka jalan bagi mukjizat dan berkat dari Tuhan. Janda tersebut menyaksikan bahwa tepung dan minyaknya tidak habis, suatu bukti nyata bahwa Tuhan memelihara mereka yang setia. Kita perlu merenungkan bahwa mukjizat seringkali dimulai ketika kita mengambil langkah iman, meski kecil sekalipun. Karena itu, refleksi dari kisah janda Sarfat ini mendorong kita untuk melihat bahwa Tuhan menghargai hati yang mau memberi dan taat, dan bahwa Dia setia memelihara kita bahkan di saat-saat yang paling sulit. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Renungan hari ini: “MENJAGA PERDAMAIAN DAN TIDAK MENGHIDUPKAN KEMBALI KONFLIK MASA LALU” (Kejadian 45:24)

  Renungan hari ini:     “MENJAGA PERDAMAIAN DAN TIDAK MENGHIDUPKAN KEMBALI KONFLIK MASA LALU”   Kejadian 45:24 (TB2) Kemudian ia melepas sa...