KOTBAH MINGGU IV SETELAH TRINITATIS
Minggu, 23 Juni 2024
“BERSERU KEPADA TUHAN DALAM KESESAKAN”
Kotbah: Mazmur 107:23-32 Bacaan: Markus 4:35-41
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keempat setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Berseru kepada TUHAN dalam Kesesakan”. Dalam bagian ini, kita akan melihat bagaimana Tuhan menolong umat-Nya yang berseru kepada-Nya dalam kesesakan. Firman Tuhan ini sangat relevan bagi kita semua, karena dalam kehidupan ini, kita pasti akan mengalami masa-masa sulit dan penuh tantangan. Namun, kita diingatkan bahwa Tuhan selalu ada bagi kita, siap menolong dan menyelamatkan kita dari segala kesesakan.
Mazmur 107:23-27 menggambarkan sekelompok orang yang pergi berlayar di laut, melakukan pekerjaan mereka di lautan yang luas. Namun, tiba-tiba, mereka menghadapi badai yang hebat. Angin kencang dan ombak besar membuat kapal mereka terombang-ambing. Mereka ketakutan dan kehilangan keberanian. Situasi ini menggambarkan bagaimana kehidupan kita sering kali dapat berubah dengan cepat dan kita menemukan diri kita berada dalam situasi yang sangat menakutkan dan tidak terkendali.
Namun, di tengah-tengah badai tersebut, orang-orang ini melakukan hal yang sangat penting: mereka berseru kepada Tuhan. Ayat 28 mengatakan, "Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan ditarik-Nyalah mereka dari kecemasan mereka." Di saat mereka merasa tidak berdaya, mereka mengangkat suara mereka kepada Tuhan yang Maha Kuasa, memohon pertolongan-Nya.
Dan apa yang terjadi? Tuhan mendengar seruan mereka. Dia meredakan badai dan menenangkan gelombang. Ayat 29 mengatakan, "Disuruh-Nya badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang." Tuhan mengubah situasi yang penuh ketakutan menjadi ketenangan. Ini adalah pengingat bagi kita bahwa tidak ada kesesakan yang terlalu besar bagi Tuhan. Dia sanggup menenangkan badai dalam hidup kita dan membawa kita keluar dari kesulitan.
Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa pemazmur berseru kepada TUHAN? Apa yang sedang dia hadapi? Berikut adalah beberapa alasan mengapa pemazmur berseru kepada Tuhan dalam konteks ini:
Perama, pemazmur menghadapi kesesakan yang hebat (ay. 23-27). Orang-orang yang pergi ke laut untuk bekerja menghadapi angin kencang dan gelombang besar yang mengancam keselamatan mereka. Kapal mereka terombang-ambing, dan mereka kehilangan keberanian. Keadaan ini menunjukkan bahwa mereka berada dalam kesesakan yang sangat menakutkan dan mengancam nyawa.
Kedua, pemazmur merasakan ketidakmampuan manusia mengatasi situasi (ay. 27). Ayat 27 menyatakan bahwa mereka "berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk, dan kehilangan akal." Ini menggambarkan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan atau mengatasi situasi yang mereka hadapi. Dalam keadaan seperti itu, mereka tidak memiliki pilihan lain selain berseru kepada Tuhan.
Ketiga, pemazmur mengakui ketergantungan dirinya kepada Tuhan (ay. 28). Dalam ayat 28, pemazmur menunjukkan tindakan penting, yaitu berseru kepada Tuhan. "Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan ditarik-Nyalah mereka dari kecemasan mereka." Mereka mengakui bahwa hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan mereka dari situasi yang mengerikan itu. Dengan berseru kepada Tuhan, mereka menunjukkan ketergantungan dan iman mereka kepada Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan.
Keempat, pemazmur mengalami pertolongan Tuhan (ay. 29-30). Ketika mereka berseru kepada Tuhan, Dia merespons dengan meredakan badai dan menenangkan gelombang. "Disuruh-Nya badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang." Pertolongan Tuhan ini menunjukkan kuasa-Nya atas alam dan kemampuan-Nya untuk mengubah situasi yang penuh kesesakan menjadi ketenangan. Ini menjadi alasan mengapa pemazmur berseru kepada Tuhan, karena mereka tahu bahwa Tuhan mampu memberikan pertolongan yang nyata dan berkuasa.
Kelima, pemazmur bersyukur dan memuji Tuhan (ay. 31-32). Setelah mengalami pertolongan Tuhan, respons pemazmur adalah bersyukur dan memuji Tuhan. "Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia. Biarlah mereka meninggikan Dia dalam jemaat umat-Nya dan memuji-muji Dia dalam majelis tua-tua." Mereka mengakui kebaikan dan kasih setia Tuhan yang telah menyelamatkan mereka, dan ini menjadi alasan tambahan mengapa mereka berseru kepada Tuhan dalam kesesakan.
Dalam keseluruhan perikop ini, pemazmur menunjukkan bahwa dalam kesesakan dan ketidakberdayaan, berseru kepada Tuhan adalah tindakan iman yang membawa pertolongan ilahi. Tuhan mendengar seruan umat-Nya dan merespons dengan kasih dan kuasa-Nya, membawa keselamatan dan ketenangan.
RENUNGAN
Apa yang harus kita renungkan dalam Minggu Keempat Trinitatis ini? Dalam merenungkan tema "Berseru kepada Tuhan dalam Kesesakan" berdasarkan Mazmur 107:23-32, ada beberapa hal penting yang perlu kita renungkan. Ayat-ayat ini memberikan pelajaran yang mendalam tentang bagaimana kita harus bersikap dan beriman di tengah kesesakan. Berikut adalah beberapa poin yang perlu direnungkan:
Pertama, kita pasti menghadapi realitas kesesakan dalam hidup. Dalam Mazmur 107:23-27, kita melihat bahwa kesesakan adalah bagian dari realitas hidup. Orang-orang dalam perikop ini adalah pelaut yang menjalani kehidupan normal mereka, namun tiba-tiba mereka dihadapkan pada badai yang mengancam nyawa. Ini mengajarkan kita bahwa kesulitan dan krisis bisa datang kapan saja dan sering kali di luar kendali kita. Renungkanlah bahwa dalam hidup ini, kita tidak bisa menghindari kesesakan, namun kita bisa mempersiapkan diri bagaimana meresponnya dengan bijaksana.
Kedua, kita harus menyadari ketidakberdayaan kita tanpa Tuhan. Ayat 27 menggambarkan bagaimana manusia bisa merasa kehilangan akal dan tidak berdaya di tengah kesesakan. Ketidakmampuan pelaut untuk mengendalikan badai menggambarkan keterbatasan manusia dalam menghadapi banyak tantangan hidup. Renungkanlah bahwa dalam situasi sulit, mengakui ketidakberdayaan kita adalah langkah awal menuju penyerahan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Ketiga, kita harus berseru kepada Tuhan sebagai tindakan iman. Ayat 28 menunjukkan bahwa dalam kesesakan, orang-orang ini berseru kepada Tuhan, dan Tuhan mendengar serta menolong mereka. Berseru kepada Tuhan bukan hanya sekadar tindakan putus asa, tetapi merupakan tindakan iman dan kepercayaan bahwa Tuhan adalah penolong yang sejati. Renungkanlah pentingnya memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan sehingga dalam setiap kesesakan, seruan kita kepada-Nya adalah respons alami dari hati yang percaya.
Keempat, kita harus meyakini bahwa ada Kuasa Tuhan dalam menenangkan badai hidup. Dalam ayat 29-30, kita melihat bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk meredakan badai dan menenangkan gelombang. Ini adalah pengingat bahwa tidak ada situasi yang terlalu sulit bagi Tuhan untuk diatasi. Renungkanlah kuasa dan kebaikan Tuhan yang mampu mengubah situasi kita dari ketakutan dan kecemasan menjadi ketenangan dan damai.
Kelima, respon kita adalah mengucap syukur dan memuji Tuhan. Setelah mengalami pertolongan Tuhan, ayat 31-32 mengajak kita untuk mengucap syukur dan memuji Tuhan. Mengakui perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dalam hidup kita adalah bentuk penghargaan dan pengakuan atas kasih setia-Nya. Renungkanlah betapa sering kita lupa untuk bersyukur setelah menerima pertolongan Tuhan, dan pentingnya memiliki sikap hati yang selalu memuji dan memuliakan Tuhan.
Mazmur 107:23-32 mengajarkan kita untuk selalu berseru kepada Tuhan dalam setiap kesesakan, mengakui ketergantungan kita pada-Nya, dan mempercayai kuasa-Nya yang mampu menenangkan setiap badai dalam hidup kita. Marilah kita selalu bersyukur dan memuji Tuhan atas setiap pertolongan yang Dia berikan dan menyaksikan kasih setia-Nya di tengah-tengah jemaat kita. Karena itu, dengan merenungkan hal-hal ini, kita diingatkan untuk selalu mengandalkan Tuhan dan menjadikan Dia sebagai penolong utama dalam setiap aspek kehidupan kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar