Minggu, 26 Maret 2023
“LAKUKANLAH KEADILAN DAN KEBENARAN”
Kotbah: Yehezkiel 45:9-17 Bacaan: Kisah 6:1-7
Minggu ini kita memasuki Minggu Judika artinya Berilah keadilan bagiku, ya Allah – Luluhon ahu ale Jahowa (Mzm. 43:1a). Dalam memasuki dan menjalani minggu ini kita akan dikuatkan dan diarahkan Firman Tuhan dengan tema “Lakukanlah Keadilan dan Kebenaran”. Mengapa tema ini perlu kita bahas sekarang? Tentu karena kita menemukan ada banyak ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terjadi di tengah-tengah bangsa dan negara kita. Bisa saja juga kita menemukan ketidakadilan dan ketidakbenaran itu di tengah-tengah keluarga atau bahkan Gereja kita sendiri.
Pertanyaan kita adalah, apakah Kitab Suci ada membicarakan ketidakadilan dan ketidakbenaran ini? Jika kita membaca Kitab Suci, maka kita akan menemukan bahwa Allah adalah Allah yang adil. Bahkan, "segala jalan-Nya adil" (Ul. 32:4). Alkitab mendukung konsep keadilan, di mana perhatian dan kepedulian ditunjukkan kepada penderitaan orang yang miskin dan yang menderita (Ul. 10:18; 24:17; 27:19). Alkitab sering berpihak kepada anak yatim, janda dan para pendatang, yaitu mereka yang tidak mampu untuk menghidupi dirinya sendiri atau tidak memiliki sistem yang mendukung mereka.
Dalam masa nabi Yehezkiel melayani di Israel kala itu, dia melihat bahwa para raja sering berlaku tidak adil dan tidak benar. Karenanya nabi Yehezkiel mengecam para Raja-raja Israel karena mereka gagal memerankan diri sebagai pemimpin yang telah dipilih dan diurapi sesuai yang Allah kehendaki. Banyak terjadi pemerasan atas hak-hak orang miskin dan yang lemah, aniaya, kecurangan takaran yang berdampak pada terciptanya ketidakadilan sosial. Kecurangan yang terjadi di sini bukan hanya di dalam ibadah tapi dalam rangka perdagangan.Tanah dan bahan-bahan untuk persembahan korban di bait suci yang semestinya bekerja untuk pendamaian bagi Allah (ay. 13-15; bnd. Im. 1-5) dan semua kurban yang disalurkan melalui raja (ay. 16-17) diselewengkan karena keserakahan para raja.
Praktik ketidakadilan yang dikecam nabi Yehezkiel itu tampak dalam permainan revolusi, efa, bat dan syikal yaitu alat-alat timbangan dan ukuran raja sebagai standar yang dikenal di Babel. Alat-alat timbangan ini digunakan untuk menipu atau serong dengan cara meningkatkan atau mengurangi timbangan untuk menipu orang lain untuk mencari keuntungan (Ul. 25: 13-15; bnd. Mik. 6: 11; Ams. 11: 1; 20: 23); nyaris bagi bangsa Israel wajib hukumnya selain timbangan, ukuran dan perubahan yang benar (Yeh. 45:10, bnd. Im. 19: 35-36).
Para Raja sebagai pemimpin pemerintahan yang bertanggung jawab untuk memungkinkan Allah memasukkan kekudusan dan melakukan perbuatan curang, tidak adil dan jujur. Ritual sebagai pilar penting dalam ibadah dan persembahan korban dinodai dengan praktek-praktek ketidakjujuran. Peran Raja sebagai pemimpin Israel yang mesti menjadi teladan hidup menjadi gagal.
Bagi Yehezkiel, peran para pemimpin terutama raja Israel tidak untuk memeras orang-orang yang mengupayakan kesejahteraan, menegakkan kebenaran atau semangat demi menopang pelayanan untuk Allah (ay. 9); Tidak perlu ada kecurangan dalam hal mengatur persembahan. Seorang pemimpin haruslah mengelola persembahan untuk orang Israel yang datang kepada Allah (ay. 17). Seorang pemimpin tidak menjadi tuan yang berkuasa secara sewenang-wenang, Sebab yang harus menjadi pusat perhatian adalah Allah yang selalu hadir dalam bait-Nya.
Selain itu sebagai wakil bangsa yang telah dipilih, raja harus mempersembahkan kurban (1 Raj. 8 dan 1 Sam. 10:1), bahkan bertanggungjawab atas segala bentuk korban dan pengolahan jenis –jenis korban persembahan untuk keselamatan dan pendamaian Israel, mengum-pulkan bahan untuk pembangunan bait suci dan memerintahkan pembangunannnya. Ia berkuasa untuk mempengaruhi segala sesuatu yang dilakukan Israel berhubungan dengan ibadah. Begitu amat penting kedudukan dan peranan Raja membuat seluruh relasi umat dengan Tuhan dan sesama turut dipengaruhi oleh cara hidup dan perilaku seorang raja Israel.
Ada beberapa pelajaran penting yang perlu kita gali dari perikop Minggu ini, yakni:
Pertama, TUHAN menegur raja (pemimpin) yang melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya (ay. 9). Tuhan telah memberikan tanah kepada umat Israel, tetapi karena ulah pemimpin/raja maka mereka justru diusir dan terlepas dari apa yang diberi oleh Tuhan. Jadi hak umat dirampas oleh raja, dirampas oleh pemimpin-pemimpin (ay. 16, 18). Ini yang dilakukan oleh raja yaitu merampas hak umat. Jika diaplikasikan dalam kehidupan berjemaat sekarang, betapa kehidupan jemaat akan merana kalau hamba Tuhan sewenang-wenang terhadap jemaat dan merampas hak umat Tuhan untuk menjadi mempelai wanita Tuhan dengan cara tidak memberikan tuntunan yang pasti dan wejangan yang benar serta tidak memberikan buah-buah pikiran Allah yang tepat kepada jemaat yaitu keadilan dan kebenaran. Hamba Tuhan yang seperti itu tidak sadar sudah menjadi alat iblis untuk merampas hak jemaat. Tidak sedikit hal seperti ini terjadi, langkah-langkah umat Tuhan untuk mencapai haknya dirampas oleh pemimpin.
Sikap raja atau pemimpin ini menyebabkan umat Tuhan terusir dari tanahnya. Semestinya ini jangan terjadi tetapi semua ini adalah pembelajaran dari Tuhan. Kita sekarang ada di ruas jalan akhir di mana Kepala dan Tubuh Kristus segera akan menyatu. Kita harus melihat di mana kita digembalakan sekarang. Kalau menemukan diri ada di dalam penggembalaan seperti yang dituliskan dalam Yehezkiel 45:9 berarti rugi jemaat yang digembalakan karena akan kehilangan haknya yang untuk menjadi pewaris dalam arti duduk setakhta dengan Tuhan. Supaya jangan kita gagal maka perhatikanlah Firman Tuhan agar tempat kita ada di sebelah kanan Tuhan Yesus.
Kedua, yang dikehendaki oleh Tuhan adalah keadilan dan kebenaran (ay. 11-12). Untuk menguji apakah memimpin itu ada dalam keadilan dan kebenaran maka ada 6 ukuran yang diangkat oleh Tuhan di sini. “Sepatutnyalah 1 efa dan 2 bat mempunyai ukuran yang sama yang ditera, sehingga satu bat isinya sepersepuluh 3 homer, dan satu efa ialah sepersepuluh homer juga; jadi menurut homerlah ukuran-ukuran itu ditera. Bagi kamu satu 4 syikal sepatutnya sama dengan dua puluh 5 gera, lima syikal, ya lima syikal dan sepuluh syikal, ya sepuluh syikal, dan lima puluh syikal adalah satu 6 mina”.
Yang Tuhan berikan penekanan di sini adalah homer. 1 homer = 10 efa = 10 bat, 10 adalah angka firman sepenuh.Artinya bagaimanapun takaran kita tujuannya tetap 10. Apapun yang kita sampaikan, yang Tuhan cari apakah kita memuliakan Firman? Dalam Titus 2:10 dikatakan “Jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita”.
Tetapi kalau dalam bahasa kita sudah bukan memuliakan ajaran Tuhan itu berarti homer sudah palsu. Tuhan tidak suka hal ini terjadi. Kalau takaran ini diubah maka kita kehilangan umur panjang. Umur panjang bagi kita adalah lanjut sampai ke Yerusalem Baru. Inilah kebiasan raja yang mengutak atik ukuran. Itulah yang membuat Tuhan murka (Ul. 35:13-15). “Haruslah ada padamu batu timbangan yang utuh dan tepat; haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat -- supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu”.
Takaran di sini bukan hanya sebatas ukuran lahiriah ketika kita berdagang tetapi takaran di sini dalam persoalan yang rohani. Kita harus meningkatkan kewaspadaan dalam persoalan ini sebab bila salah menentukan takaran maka akibatnya berumur pendek, dengan kata lain Yerusalem Baru hanya sekedar ucapan yang tidak menjadi kenyataan baginya. Ini yang menyebabkan umat Tuhan tidak bisa umur panjang, tidak mendapatkan haknya masuk dalam Yerusalem Baru. Jangan sampai hak saudara gugur karena ulah pemimpin.
Hamba Tuhan dan jemaat harus imbang. Hamba Tuhan menyampaikan isi hati Allah dari belakang mimbar, bagaimana imbangannya dari jemaat. Kadang kala hamba Tuhan sudah menyampaikan Firman dengan sungguh-sungguh tetapi yang dia terima justru bukan terima kasih tetapi caci maki, kritik, nistaan/ fitnah, ini tidak imbang. Kita harus waspada di akhir zaman ini karena gereja Tuhan sedang dan akan ditimbang oleh Tuhan dalam neraca.
Tanah bagian raja ada di depan dan di belakang mengapit tanah milik umat Tuhan dan yang ada di tengah-tengah adalah bait Allah yang ukurannya 500x500 hasta dan di kelilingi oleh lapangan yang lebarnya 50 hasta. Lapangan adalah tempat yang terbuka berarti transparan. Artinya kita harus transparan di hadapan Tuhan, tidak bisa kita bersandiwara (ay. 7-8).
Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah Nabi Yehezkiel melakukan keadilan dan kebenaran pada masa itu? Ada beberapa cara yang dilakukan nabi Yehezkiel, antara lain:
Pertama, mengajarkan hukum dan perintah Allah kepada umat Israel. Nabi Yehezkiel menjadi perantara antara Allah dan bangsa Israel dalam memberikan hukum dan perintah-perintah Allah kepada mereka. Ia mengajar umat Israel tentang kebaikan dan kejahatan, serta memberikan peringatan tentang akibat dari tindakan-tindakan mereka.
Kedua, menunjukkan kesalahan umat Israel. Nabi Yehezkiel menunjukkan kesalahan umat Israel dan memperingatkan mereka tentang konsekuensi yang akan mereka hadapi jika mereka terus melanggar hukum Allah. Ia juga menjelaskan bahwa hanya melalui pertobatan dan pengakuan dosa mereka dapat mendapatkan pemulihan hubungan mereka dengan Allah.
Ketiga, mendorong umat Israel untuk melakukan tindakan yang benar. Nabi Yehezkiel mendorong umat Israel untuk melakukan tindakan yang benar dan menghindari dosa dengan mengajarkan mereka tentang kebenaran dan keadilan. Ia juga memberikan nasihat dan dukungan kepada mereka agar mereka dapat mengikuti kehendak Allah.
Dengan cara-cara ini, nabi Yehezkiel berhasil membangkitkan keadilan dan kebenaran pada masa itu dan mengarahkan umat Israel untuk kembali kepada Allah.
RENUNGAN
Apakah yang hendak kita renungkan dalam Minggu Judika ini? Ada beberapa hal yang dapat direnungkan dan diimplementasikan dari cara nabi Yehezkiel melakukan keadilan dan kebenaran pada masa itu untuk masa kini, antara lain:
Pertama, kita harus mengutamakan keadilan sebagai landasan utama dalam memimpin dan menegakkan kebenaran. Nabi Yehezkiel memahami bahwa keadilan tidak dapat dipisahkan dari kebenaran. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, ia berusaha untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan menegakkan hukum yang adil.
Kedua, kita harus berani menghadapi dan menentang ketidakadilan dan kejahatan. Nabi Yehezkiel tidak pernah mundur untuk menghadapi dan menentang ketidakadilan dan kejahatan, bahkan ketika itu berarti ia harus berhadapan dengan para pemimpin yang kuat dan berkuasa. Hal ini menunjukkan keberanian dan integritas yang tinggi dalam mengemban tugas sebagai pemimpin.
Ketiga, kita harus menunjukkan dedikasi dan kesetiaan terhadap Allah. Nabi Yehezkiel berpegang teguh pada kepercayaan bahwa Allah adalah sumber segala keadilan dan kebenaran. Oleh karena itu, ia selalu berusaha untuk mengikuti kehendak dan kehendak-Nya dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Karena itu, agar TUHAN memberikan keadilan-Nya bagi kita dalam Minggu Judika ini, maka marilah kita menegakkan keadilan dan kebenaran-Nya dalam tugas dan pelayanankita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar