KOTBAH MINGGU XVIII SETELAH TRINITATIS
Minggu, 16 Oktober 2022
“ALLAH MENJAWAB SETIAP PERGUMULAN”
Kotbah: Nehemia 5:1-13 Bacaan: 2 Korintus 12:7-10
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kedelapanbelas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Allah Menjawab Setiap Pergumulan”. Perikop bacaan kotbah ini adalah penggalan kisah tentang bagaimana seorang pemimpin seperti Nehemia membela warganya yang miskin dan mengalami pemiskinan terstruktur oleh pemerintahan dan para pembesar saat itu.
Ada beberapa hal yang kita hendak bahas dalam perikop ini, yakni:
Pertama, problem yang dihadapi oleh Nehemia. Jika membaca teks ini, maka kita akan menemukan ada banyak orang Yahudi yang miskin. Mengapa orang-orang Yahudi itu miskin?
1) Karena mempunyai banyak anak/mempunyai keluarga yang besar (ay. 2). Hal ini menyebabkan naiknya kebutuhan hidup dalam keluarga, jumlah penduduk menjadi berlebihan sehingga harga barang/ makanan menjadi naik. Semua ini menyebabkan mereka menjadi miskin / makin miskin. Orang kristen wajib menyesuaikan besarnya keluarga mereka/ banyaknya anak mereka (dengan ikut KB; itu bukan dosa!) dengan keuangan mereka, supaya jangan menjadi miskin karena keluarga yang terlalu besar! Jangan terus punya anak dengan pemikiran ‘Tuhan toh akan mencukupi / memberkati’! Sekalipun Tuhan berjanji akan mencukupi kebutuhan hidup kita (Mat. 6:25-34), tetapi itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu memikirkan bagaimana mencukupi keluarga kita! Kita harus membedakan antara “beriman” dan “mencobai Tuhan!”
2) Adanya bahaya kelaparan/famine (ay. 3). Bahaya kelaparan itu menyebabkan mereka menggadaikan rumah dan ladang mereka. Bahaya kelaparan ini, menyebabkan mereka menjadi miskin dan makin miskin.
3) Adanya pajak yang harus mereka bayarkan kepada raja (ay. 4). Yang dimaksud dengan “raja” di sini adalah Raja Artahsasta/Raja Persia (boss dari Nehemia - bdk. Neh 2:1). Ini juga menyebabkan mereka menjadi miskin dan makin miskin.
4) Pembangunan tembok Yerusalem. Dalam Nehemia 3-4 sudah kita ketahui bahwa bangsa itu bekerja mati-matian untuk membangun tembok Yerusalem. Pekerjaan ini pasti menyita begitu banyak waktu sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk bekerja mencari nafkah. Apalagi setelah dalam Neh 4 ada musuh yang mau menyerang mereka. Ini menyebabkan para pekerja itu bahkan tidak bisa pulang ke rumah mereka masing-masing, dan mereka tidur di Yerusalem untuk berjaga-jaga terhadap serangan para musuh itu (Neh. 4:22). Semua ini juga menyebabkan mereka menjadi miskin dan makin miskin. Dari sini bisa kita pelajari bahwa, berbeda dan bertentangan dengan ajaran Theologia Kemakmuran, orang yang berjuang untuk Tuhan tidak mesti menjadi kaya. Mereka bahkan bisa menjadi makin miskin! Kalau itu saudara alami, maukah saudara tetap berjuang bagi Tuhan di tengah-tengah kemiskinan saudara? Yesus rela menjadi miskin demi kita, maukah saudara mengalami kemiskinan demi Dia?
5) Mereka menggadaikan ladang / kebun, bahkan rumah mereka (ay. 3), dan mereka meminjam uang (ay. 4).Menggadaikan ladang dan rumah memang menyebabkan seseorang menerima sejumlah uang, tetapi ia harus menebus dengan harga yang lebih tinggi. Kalau ia tidak bisa menebus, maka ia akan kehilangan ladang dan rumahnya itu. Meminjam uang, tentu saja harus membayar bunga. Kalau bunganya saja ia tak bisa membayar, maka hutangnya akan makin lama makin menumpuk! Ini semua menyebabkan mereka menjadi miskin dan makin miskin.Dari sini kita harus belajar untuk tidak sembarangan menggadaikan sesuatu ataupun meminjam uang. Banyak orang yang dengan gampang menggadaikan barangnya dan meminjam uang hanya sekedar untuk bisa memenuhi suatu keinginan tertentu dan membeli barang dsb, padahal keinginan / barang tersbut bukanlah sesuatu yang terlalu penting. Sikap seperti ini berbahaya dan bisa menjerat kita ke dalam kemiskinan yang berkepanjangan!
Kedua, tindakan para pemuka dan penguasa (ay. 7). Melihat situasi demikian apakah tindakan yang diberikan pemuka agama dan penguasa terhadap bangsa Israel? Ada beberapa sikap mereka bagi bangsa Israel, seperti:
1) Meminjami uang dengan bunga (ay. 7,11). Ayat 7: “Masing-masing kamu telah makan riba dari saudara-saudaramu”. Ini adalah terjemahan yang salah! Seharusnya ayat itu berbunyi: “Kamu telah meminjamkan uang kepada mereka”. Jadi sebetulnya, dari kata-kata dalam ayat itu sendiri, tidak kelihatan bahwa ada bunga yang diminta. Tetapi karena ayat itu merupakan suatu gugatan / tuduhan, maka bisalah ditarik kesimpulan, bahwa di dalam peminjaman itu ada bunga yang dituntut.
2) Mereka menerima ladang, kebun, atau rumah yang digadaikan (ay. 3,5,11a). Bahkan mungkin sekali semua ini sudah menjadi milik para pemuka dan penguasa itu, karena orang-orang miskin itu tidak bisa menebus apa yang mereka gadaikan.
3) Mereka mengambil anak-anak lelaki dan perempuan dari orang-orang miskin itu untuk dijadikan budak (ay. 5,8). Perbudakan yang mereka lakukan ini jelas bertentangan dengan kesederajadan umat manusia (bdk. ay. 5). Disamping itu, perbudakan terhadap sesama bangsa Israel, sekalipun mula-mula diijinkan (bdk. Kel. 21:2-dst), tetapi akhirnya dilarang (bdk. Im. 25:39-45). Hal-hal yang menambah gawatnya dosa mereka:
a) Saat itu adalah keadaan darurat dimana mereka sedang sama-sama membangun tembok Yerusalem. Bagaimana mungkin mereka masih bisa memikir untuk memeras dan memperbudak orang?
b) Orang-orang miskin yang diperas dan diperbudak itu, juga adalah pembangun tembok Yerusalem. Bahkan, pembangunan tembok Yerusalem itu adalah salah satu alasan yang menyebabkan mereka menjadi miskin. Seharusnya para penguasa itu menolong orang-orang ini karena mereka sudah berkorban bagi Tuhan. Tetapi para penguasa ini ternyata justru memeras dan memperbudak mereka!
c) Para penguasa menggunakan kesempatan (untuk bisa mendapatkan tanah, rumah, budak) dalam kesempitan! Ini jelas bukan tindakan kasih!
d) Para pemuka itu sendiri juga adalah pembangun tembok Yerusalem, atau dengan kata lain, mereka juga adalah orang-orang yang mela-yani Tuhan! (bdk. Neh. 3:9,12,14-19). Jadi, mereka adalah pelayan-pelayan Tuhan yang hidupnya brengsek. Apakah saudara juga adalah orang yang aktif di gereja, aktif dalam Pemberitaan Injil dsb? Kalau ya, coba renungkan bagaimana hidup kita!
Ketiga, sikap dan tindakan Nehemia. Bagaimanakah sikap dan tindakan Nehemia menghadapi pergumulan bangsa Israel ini?
1) Nehemia mau mendengar suara orang miskin! Orang-orang miskin itu berteriak (ay. 1,6). Kebiasaan orang timur untuk meratap dengan nyaring perlu diingat - selalu merupakan yang paling nyaring pada saat orang perempuan ikut ambil bagian, seperti dalam peristiwa ini. Ini adalah sesuatu yang tidak lazim, karena pada jaman itu orang perempuan tidak terlalu berperan. Tetapi karena keadaan yang begitu gawat, maka saat itu orang perempuanpun ikut berteriak! Nehemia mau mendengar teriakan orang-orang miskin ini (ay. 6). Biasanya, orang hanya mau mendengar suara dari orang kaya. Bahkan dalam gerejapun, seringkali suara orang miskin diabaikan! Tetapi Nehemia tidak demikian. Ia mau mendengar teriakan orang-orang miskin. Ini perlu ditiru oleh semua kita, khususnya kita yang adalah Pendeta, Penginjil, Majelis / pengurus, guru sekolah minggu, dsb! Kita harus mau mendengar suara dari orang-orang yang ada “di bawah”.
2) Nehemia marah (ay. 6). Mungkin sekali Nehemia adalah orang yang berangasan (bdk. Neh. 13:25). Ketika ia mendengar tentang penindasan terhadap orang-orang miskin itu, Nehemia tidak menghibur orang-orang miskin itu dengan kata-kata: Sabarlah! Biarlah Tuhan yang bertindak!; Segala sesuatu toh membawa kebaikan!; Tuhan tidak akan biarkan kamu dicobai lebih dari kemampuanmu! Sebaliknya, Nehemia menjadi marah, tentu saja bukan kepada orang-orang miskin yang ditindas, tetapi terhadap para penindasnya! Padahal, dari ayat 18b terlihat bahwa Nehemia adalah orang yang penuh kasih dan belas kasihan. Tetapi kemarahannya disini adalah kemarahan yang benar! Kalau kita mendengar dan melihat orang yang ditindas, apakah saudara cuma berusaha menghibur dengan kata-kata saja, atau, apakah saudara mau bertindak untuk menolong? Gereja membutuhkan orang-orang yang berani marah dan bisa marah secara benar! Kalau tidak ada orang-orang seperti ini, maka segala kesalahan yang terjadi di dalam gereja akan terus berlangsung. Beranikah / bisakah saudara marah secara benar?
3) Nehemia berpikir masak-masak (ay. 7). Sekalipun kemarahannya adalah kemarahan yang benar, tetapi pelampiasan dan perwujudan dari kemarahan itu bisa saja salah. Misalnya: kalau ia jadi mata gelap, lalu melakukan hal-hal yang tidak semestinya terhadap para pemuka. Karena itu, ia berpikir dan merenungkan dulu, apa yang akan ia lakukan. Hal ini penting untuk orang-orang yang berangasan! Adalah sesuatu yang baik kalau saudara bisa marah pada saat tepat. Tetapi supaya pelampiasan dan perwujudan dari kemarahan itu bisa benar, maka ambillah waktu untuk berpikir / merenungkan sebelum bertindak!
4) Nehemia menggugat dan menuduh para pemuka (ay. 7). Nehemia bertindak! Ada orang-orang yang marah, tetapi lalu diam saja (bdk. Daud dalam 2Sam 13:21). Tetapi Nehemia tidak demikian. Persoalan yang sedang terjadi itu adalah suatu ‘internal evil’ (= kejahatan di dalam), yang jauh lebih berbahaya dari pada ‘external evil’ (= kejahatan di luar). Nehemia bertindak menentang dan melawan para penguasa / pemuka (ay. 7). Tadi kita lihat bahwa ia mau mendengar suara orang miskin. Sekarang kita lihat ia menentang / melawan para penggede, yang jelas adalah orang kaya. Orang kristen harus mempunyai sikap tidak memandang bulu seperti ini, baik di dalam gereja (bdk. Yak 2:1-9), maupun di luar gereja! Bagaimana sikap saudara terhadap orang kaya dan orang miskin? Berbedakah?
5) Nehemia mengadakan sidang jemaah yang besar (ay. 7). Rupa-rupanya gugatan dan tuduhan tadi tidak dipedulikan oleh para penguasa dan pemuka itu. Dan karena itu, Nehemia lalu mengadakan sidang jemaah yang besar, mungkin dengan harapan bahwa kalau ada banyak orang, maka para pemuka / penguasa itu menjadi malu atas tindakan mereka dan lalu mau bertobat.
RENUNGAN
Apa yang perlu kita renungkan pada Minggu kedelapan belas setelah Trinitatis ini?
Pertama, mari kita belajar dari kehidupan Nehemia. Ia adalah salah seorang bangsa Yahudi yang dibuang ke Babel. Berada di negeri pembuangan bukan berarti akhir dari segalanya. Nehemia justru menjadi orang yang berhasil dalam berkarir. Ia bekerja sebagai juru minum raja, suatu profesi yang tidak semua orang bisa dipercaya untuk mengerjakan tugas ini, hanya orang-orang pilihan. Kebanyakan orang jika sudah berhasil aakan mudah lupa dengan asal usulnya atau menjadi sombong. Berbeda dengan Nehemia, ia masih teringat dengan saudara-saudara sebangsanya di Yerusalem dan selalu berdoa untuk mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki empati yang tinggi terhadap sesamanya. Begitu mendengar kabar bahwa saudara-saudaranya mengalami penderitaan ditambah tembok-tembok Yerusalem runtuh, hati Nehemia hancur berkeping-keping. Tertulis: "...duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit," (Nehemia 1:4).
Kedua, marilah peduli dan menolong pergumulan saudara-saudara kita. Ketika pembangunan tembok Yerusalem dalam proses pengerjaan, ada kenyataan yang muncul bahwa banyak orang Yahudi yang hidup dalam kemiskinan. Untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman, mereka harus menggadaikan ladang, kebun anggur, rumah, bahkan menjual anak-anak mereka untuk dijadikan budak (ay. 2-3). Untuk membayar pajak kepada raja, mereka terpaksa harus meminjam uang pada rentenir dan ini berujung pada hutang. Kondisi ini membangkitkan keprihatinan Nehemia. Sebagai orang yang diutus oleh Allah, ia harus menegakkan keadilan dan kebenaran Taurat Allah di tengah-tengah bangsanya. Atas anugrah Allah, Nehemia pun berani untuk berseru kepada para pemerintah agar mengembalikan hak orang-orang Yahudi yang telah dirampas dari mereka. Mereka diminta untuk berkomitmen terhadap janji mereka. Sehingga apa yang dilakukan Nehemia memulihkan kembali keadaan mereka dan untuk kesemuanya itu mereka bersorak dan memuji Tuhan. Kepedulian Nehemia terhadap orang-orang yang tertindas memberikan kita keteladanan bahwa mengikut Tuhan berarti peduli pada keadaan yang dialami oleh orang-orang yang ada di sekitar kita. Yesus dalam pelayanan-Nya juga memperlihatkan keteladanan bagi kita. Ia sangat peduli pada yang lemah dan tak berdaya. Keadaan itu dibuktikan dengan sungguh, ketika Ia rela mengorbankan hidup-Nya untuk manusia yang tidak berdaya karena dosa dan memulihkan kembali keadaan manusia.
Ketiga, jadilah Nehemia zaman sekarang. Tuhan sedang mencari Nehemia-Nehemia di akhir zaman, orang Kristen yang memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain dan juga bangsanya. Terbeban di sini bukan hanya merasa kasihan dalam hati tanpa berbuat sesuatu, tapi mengasihi yang diwujudkan dengan perbuatan. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yoh. 3:17). Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bagaimana kita bisa menjadi berkat jika hidup kita hanya berfokus pada diri sendiri (egois)? Orang-orang miskin (kekurangan), anak-anak yatim piatu (telantar) selalu ada di sekitar kita. Mereka menunggu uluran tangan kita. Tidakkah kita tergerak untuk menolong mereka? Karena itu, peduli dan tolonglah saudara kita dengan segala keberadaan dan kemampuan kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar