Renungan hari ini:
“JANGAN BERZINAH”
Ulangan 5:18 (TB) "Jangan berzinah"
Deuteronomy 5:18 (NET) "You must not commit adultery"
Perintah yang singkat “jangan berzinah” ternyata mempunyai penerapan yang begitu dalam, yang mengaitkan begitu banyak sisi dari peraturan Tuhan. Ketika Tuhan memerintahkan “engkau jangan mengikuti kebiasaan bangsa-bangsa yang Aku lenyapkan dari tengah-tengah kamu”, dan waktu Tuhan membagikan apa-apa saja yang mereka sudah kerjakan, kita mungkin sangat kaget, kita heran mengapa ada manusia bisa melakukan itu. Dan kecemaran mereka begitu luar biasa, sehingga setiap larangan Tuhan adalah cerminan dari betapa rusaknya manusia. Hukum Taurat tidak diberikan untuk mencegah dosa yang akan datang, Hukum Taurat diberikan untuk menggambarkan apa yang sudah terjadi. Ini seperti alat rontgen, ini seperti satu diagnosa yang melihat kerusakan manusia. Kalau manusia tidak mengenal Tuhan, maka manusia makin lama makin dibiarkan Tuhan untuk terus berada dalam kecemaran.
Jangan berzinah artinya hargai relasi pernikahan, hargai perjanjian nikah antara satu laki-laki dengan satu perempuan di hadapan Tuhan. Dan inilah yang Tuhan tuntut dalam perkataan jangan berzinah. Selalu ada relasi dan komunikasi yang wajib dipelihara. Ini yang menjadi dasar juga. Kita menjalani perjanjian, kita perlu mengingat ada kewajiban untuk komunikasi, ada kewajiban untuk cinta, ada kewajiban untuk mengasihi, ada kewajiban untuk menjadi akrab dan dekat, dan ada kewajiban untuk menyalurkan cinta kasih dan komunikasi itu dalam level yang paling dalam yaitu relasi seksual. Ini semua berkaitan, hubungan seks bukan untuk saya lega dan saya senang.
Di dalam Alkitab, di Kitab Korintus, kita sering salah mengartikan, Paulus mengatakan “lebih baik menikah dari pada hangus karena hawa nafsu” benarkah ini perkataan Paulus? Jika kita membaca Kitab Korintus, mesti ingat bahwa Paulus sedang merespon kalimat dari orang Korintus. Paulus membahas dengan cara yang unik, dia mengatakan “kalau engkau tidak sanggup kekang hawa nafsu, pernikahanmu pun akan menjadi pernikahan yang rusak. Kalau engkau tidak sanggup menghargai sesamamu manusia, pernikahanmu pasti menjadi pernikahan yang rusak”. Maka tidak ada pernyataan “kalau kamu punya hawa nafsu terlalu besar, maka pernikahan menjadi solusi” bukan itu. Paulus mengatakan “kalau begini caranya, engkau harus belajar berdiam dan hidup dengan tenang seperti aku” atau mungkin sebaiknya tidak perlu menikah. Karena kalau pernikahanmu untuk memanipulasi orang lain, apa gunanya. Karena itu di bagian itu dikatakan suami istri harus dekat, harus saling cinta, harus tidak menjauhkan diri satu dengan yang lain, supaya tidak ada godaan yang masuk. Kemudian setelah itu haruslah punya waktu untuk berpisah untuk berdoa kepada Tuhan. Maka yang bisa mengintervensi kedekatan suami istri hanya Tuhan.
Alkitab membagikan ini dengan bijaksana yang dalam. Kita terus pelajari lebih dalam lagi. Relasi pernikahan relasi yang unik, relasi suami istri adalah relasi yang agung, relasi yang Tuhan ijinkan ada komunikasi sampai level paling dalam karena ini mencerminkan komunikasi kita dengan Tuhan. Tuhan berfirman, kita berdoa. Suami istri tidak lagi dua tapi menjadi satu. Dan menjadi satu di dalam keintiman yang hanya Tuhan ijinkan sebagai bentuk komunikasi cinta kasih dan relasi komitmen paling dalam di dalam konsep pernikahan. Relasi seksual tidak bisa lepas dari kasih, komitmen, pernikahan, perjanjian, dan keintiman komunikasi antara suami istri. Itu sebabnya konsep pernikahan harus menjadi inti yang dihargai dan relasi seksual menjadi pernyataan relasi kasih, keintiman, kedekatan dan juga keterbukaan antara suami dan istri.
Ketika kita melihat lakimat ini “jangan berzinah”, “asal saya tidak tidur dengan perempuan lain. Tapi apakah engkau memelihara pernikahanmu sebagaimana yang seharusnya? Apakah ada keterbukaan, keintiman dan relasi yang dekat? Kalau tidak ada, kita sedang melanggar perintah ini. Kalau kita sedang mengidamkan orang lain lebih dari pasangan kita sendiri, kita melanggar perintah ini! Kita lebih akrab berbicara dengan orang lain dari pada pasangan sendiri, kita akan mengatakan “tapi kan karena pasanganku sulit untuk diakrabi, karena orangnya seperti ini” Tapi Alkitab mengatakan kalau Tuhan memberitakan sedemikian maka harus ada usaha dari kita untuk kerjakan. Usaha untuk melakukan apa yang Tuhan sudah perintahkan. Ketika pasangan mulai membandingkan pasangannya dengan orang lain, biasanya dia akan membandingkan sifat bagus dari orang lain lalu bandingkan dengan sifat jelek pasangannya. Misalnya seorang perempuan, “suami saya itu tidak sabaran orangnya, tapi di kantor saya ada teman saya yang sabar sekali” ini berarti membandingkan kesabaran satu orang dengan ketidaksabaran suaminya, membandingkan kebagusan atau keunggulan orang lain, diadu dengan kejelekan suaminya. Kalau kita mengatakan itu, kita sedang membandingkan kejelekan orang ini dengan keunggulan orang lain, ini tidak fair. Mestinya kita balikkan, bandingkan kejelekan orang lain dengan kebagusan pasangan, kita mengatakan “di kantor orangnya itu tidak sabaran semua, suamiku sabar”, jangan bandingkan sebaliknya. Jika tidak demikian, kita sedang masuk dalam pencobaan yang besar, kita sedang masuk dalam ujian.
Tuhan tidak mengatakan “jangan berzinah” hanya supaya orang tidak melanggar secara seksual saja, tetapi supaya orang menghargai yang Tuhan tempatkan menjadi pasanganku dialah pribadi yang Tuhan sudah percayakan untuk menjadi pendampingku dan aku menjadi pendamping dia. Inilah relasi pernikahan yang Tuhan mau. Kedekatan Tuhan dengan umat-Nya harus dicerminkan dengan kedekatan antara suami dan istri. Maka ketika kita mempunyai pasangan, kita jangan terus lihat kejelekan dia lalu mulai kritik kejelekan dia, lalu mulai merasa “saya lebih gampang kalau bicara dengan orang lain”. Ada orang nyaman sekali bicara dengan orang lain, akhirnya masuk di dalam perzinahan karena sibuk dengar pembicaraan dengan orang lain lalu merasa nyaman dengan pembicaraan itu. Maka relasi pernikahan menuntut kerelaan, tapi jangan lupa untuk menjadi rela harus wajib dulu. Kalau kita mengabaikan kewajiban, kita akan hidup di dalam zaman yang sesukanya sendiri, begitu banyak peraturan yang dihantam, begitu banyak hal yang penting diabaikan karena atas nama kerelaan. Kalau tunggu sampai orang rela, sampai sekarang tidak ada orang yang jadi Kristen. Orang jadi Kristen karena rela, tapi waktu dia rela dia harus dibentuk dengan kewajiban pikul salib. Melakukan hal yang dia tidak suka dulu, meninggalkan hal yang dia suka. Waktu dia lakukan rasanya berat, tapi makin lama akan menjadi makin mampu. Itu sebabnya Taurat lalu setelah itu Injil, martin Luther tafsirkan wajib setelah itu kerelaan lakukan. Waktu belum ada wajib, kita tidak tahu apa yang sudah kita rela lakukan. Karena itu, jagalah relasi yang intim agar terhindar dari perzinahan. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar