Renungan hari ini:
“BUAH KEBENARAN DITABURKAN DALAM DAMAI”
Yakobus 3:18 (TB) "Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai"
James 3:18 (NET) "And the fruit that consists of righteousness is planted in peace among those who make peace"
Buah kebenaran sejatinya ditabur dengan damai, bukan dengan paksaan. Damai tidak bisa didapat dengan pemaksaan, ia hanya bisa dicapai dengan pemahaman. Namun, sering manusia mencoba mencapai damai dengan cara yang tidak damai. Dengan dalih kedamaian, cara-cara jahat dilakukan, semisal penyuapan, penyogokan, gratifikasi, bahkan penindasan dilakukan supaya keadaan menjadi damai. Benarkah tindakan itu mendatangkan damai? Bagaimana pemahaman damai yang benar?
Yakobus mengajarkan bahwa mereka yang membawa (mengadakan damai) yang menaburkan/mengajarkan hikmat akan menghasilkan buah kebenaran. Yakobus sepertinya ingin menekankan bahwa suasana/konsisi damai menjadi syarat utama supaya hikmat itu berhasil mengubahkan seseorang.
Apakah yang dimaksudkan dengan suasana/kondisi damai di sini? Dalam Alkitab istilah "damai" biasanya terkait dengan dua hal yakni "beresnya hubungan sesama manusia" dan "kondisi hati yang tenang." Jika melihat konteks pembahasan Yakobus yang berbicara mengenai bahaya perkataan, juga mengenai bahaya iri hati, mementingkan diri sendiri (ay. 16-17), maka Yakobus sepertinya menggunakan istilah "damai" untuk membicarakan mengenai kondisi hubungan yang dibangun secara sehat tanpa perselisihan dan pertengkaran. Dengan demikian, Yakobus melihat bahwa hikmat yang diajarkan akan efektif (menghasilkan buah kebenaran), jika disampaikan tanpa pertengkaran/perdebatan.
Banyak orang terjebat untuk berdebat saat mereka memberitakan injil ataupun berdiskusi mengenai kebenaran Firman Tuhan. Perdebatan memang tidak selalu buruk tetapi sangatlah sulit untuk saling belajar saat kita dalam perdebatan. Mengapa demikian? Sebab saat kita berdebat, yang sering kali jadi persoalan bukan lagi isi atau topik dari apa yang sedang didiskusikan, namun harga diri yang jadi persoalan utamanya. Itulah sebabnya sulit sekali untuk kita dapat belajar sesuatu dalam sebuah perdebatan.
Ada banyak orang yang pernah memiliki pengalaman ditolak saat memberitakan injil karena jatuh dalam perdebatan. Bisa saja ketika kita memberitakan Injil atau berdiskusi tentang Injil kita terjebak dalam diskusi yang hangat dan alot bahkan ada yang sampai tegang leher. Diskusi dan dialog seperti itu tidak sehat lagi sebab Injilnya bisa saja mereka pahami tetapi mereka sulit untuk menerimanya. Contoh lain bisa saja kita berusaha menyadarkan orang dari hidup yang telah jatuh dalam penyembahan berhala karena ia menyembah nenek moyangnya; namun cara kita bukan dengan cara baik dan suasana damai sehingga membuat yang berangkutan menutup diri kepada kebenaran itu sendiri. Harus kita sadari bahwa dalam perdebatan dengan orang, kita berhasil karena orang tersebut tidak bisa membantah apa yang kita katakan, namun kita kalah dalam pembicaraan tersebut sebab orang tersebut tidak berhasil untuk dibawa kepada Kristus.
Kita mungkin menggunakan cara yang salah dalam bersaksi; kita mungkin menyangka jika kita berhasil menjatuhkan pandangan orang lain, maka orang tersebut akan percaya dengan apa yang kita beritakan. Pada kenyataannya hal tersebut tidak terjadi; itulah sebabnya apa yang Yakobus katakan penting untuk kita perhatikan. Hikmat itu haruslah ditaburkan dalam damai, barulah buah kebenaran akan muncul dari padanya. Kita perlu menyampaikan hikmat Tuhan/ajaran Tuhan dengan cara yang benar dan dalam situasi yang tepat (damai); kita tidak dapat membagikan pesan injil dengan efektif, jika kita sibuk dengan usaha kita untuk mendebat orang yang sedang kita injili. Karena itu, taburkanlah kebenaran dengan cara damai agar banyak orang yang menerimanya dengan baik. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar