KOTBAH MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI
Minggu, 21 Nopember 2021
“AJARLAH KAMI MENGHITUNG HARI-HARI KAMI”
Kotbah: Mazmur 90:1-12 Bacaan: Wahyu 1:4-8
Kini kita tiba pada Minggu “Ujung Tahun Gerejawi” (Ujung Taon Parhuriaon) dan sekaligus “Parningotan di angka naung monding” (Mengenang Orang yang Sudah Meninggal). Sebagai minggu akhir penutup kalender gerejawi, tentu kita masing-masing perlu merenung ulang (flasback) perjalanan kehidupan selama satu tahun kalender gerejawi ini. Kita boleh mengevaluasi kinerja pelayanan dan keuangan Gereja selama setahun. Kita boleh melihat capaian yang telah kita lakukan dan program yang tidak bisa kita selesaikan. Kita juga belajar dari kegagalan dan meningkatkan keberhasilan kita menuju pelayanan yang lebih baik tentunya ke tahun Baru Pelayanan Gerejawi yang akan datang.
Minggu ini juga kita akan mengenang keluarga, sahabat, warga jemaatkita yang telah mendahului kita dari dunia ini. Minggu “Parningotan di angka naung monding” ini bukan dalam maksud untuk mendoakan arwah-arwah yang telah meninggal tetapi untuk menyadarkan orang yang hidup, bahwa suatu saat nanti kita pun akan mati seperti mereka. Karena itu, sebelum kita mati, marilah kita mempergunakan hidup yang sementara ini menjadi masa-masa persiapan menuju kematian. Kelak ketika kita mati kita mati di dalam TUHAN.
Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Ajarlah Kami Menghitung Hari-harikami”. Menghitung hari berarti kita sedang menanti sesuatu yang hendak kita dapatkan. Musa meminta kepada Tuhan agar diajari menghitung hari-hari hidup dirinya dan juga bangsanya Israel. Betapa pentingnya permintaannya ini karena dengan bisa menghitung hari-hari membuat orang jadi bijaksana. Dengan menghitung secara tepat maka yang akan kita peroleh adalah kualitas hidup yaitu kualitas hidup seperti kualitas hidup Kristus Putera Tunggal Bapa yang berkenan kepada Bapa.
Kata "menghitung" dari kata Ibrani manah yang artinya: menghitung (to count, to reckon, to number), mempersiapkan (to prepare), dan mendaftarkan (to enroll). Orang percaya harus memperhitungkan atau memperkirakan bahwa umur hidupnya ada batasnya 70 atau 80 tahun. Memang ada juga orang yang bisa punya usia lebih panjang dari itu tetapi tetap terbatas. Jika kita memahami bahwa ada batas umur hidup kita maka kita akan mempersiapkannya dengan sebaik mungkin karena dibalik kubur ada kehidupan abadi.
Menghitung hari bukan sekedar mengurutkan hari-hari, minggu, bulan dan tahun. Tetapi ada upaya menyiapkan segala sesuatu sehingga waktu yang kita jalani menjadi waktu yang berkualitas dan berguna bagi kehidupan kekal kita. Jika untuk hal-hal yang fana saja kita merencanakan dengan baik, betapa terlebih lagi dengan nasib kekal kita.
Kita perlu belajar dari Allah yang Kekal. Bukan belajar teknik baru tentang Majanejemen Waktu atau Pengelolaan Waktu (Time Management), tetapi kita harus belajar tentang Pengelolaan Hidup (Life management), yang hanya dapat dilakukan oleh seorang yang berhati sungguh berhikmat.
Dalam menghitung hari-hari kita, kita membutuhkan pengelolaan hidup yang baik. Pengelolaan hidup yang baik itu adalah dengan memiliki hati yang bijak. Oleh sebab itu kita harus mengelola hari-harikita dengan Hati yang Bijak.Itu sebabnya Musa dalam doanya berkata: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay.12). Doa ini dipanjatkan oleh bangsa Israel yang telah lama dihukum oleh Allah, karena dosa-dosanya. Israel menyadari bahwa dia memang pantas dihukum, akan tetapi pertanyaannya, masih berapa lama lagi?
Situasi pandemi Covid 19 membuat kita seolah-olah terasa dihukum. Kita tidak bisa pergi dan berjumpa dengan orang lain, kita harus membatasi banyak hal, bahkan ibadah kita pun harus dibatasi. Tak terbayang kalau situasi ini berkepanjangan, bagaimana ibadah Advent dan Natal 2021 ini? Pertanyaan kita dalam doa kita mungkin sama, kita bertanya: “Masih berapa lama lagi situasi Covid ini Tuhan? (ay. 13).
Pertanyaan itu wajar muncul dari diri kita, sebagaimana Musa dalam doanya, namun nadanya haruslah dalam semangat dan syukur. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari diri kita dalam situasi Covid 19 ini haruslah muncul dari niat dan semangat untuk belajar menghitung hari-hari hingga beroleh hati yang bijaksana.
Mazmur 90 ini mengajarkan kepada kita sebuah gambaran tentang bagaimana hati yang bijaksana itu. Karena dengan hati yang bijaksana itulah kita mampu menghitung hari-hari kehidupan kita dengan baik. Pertanyaannya adalah bagaimana kita caranya agar kita mampu meraih hati yang bijaksana itu? Ada beberapa hal yang harus kita lakukan untuk menata hari-hari kita dengan bijaksana, yakni:
Pertama, kita harus menyadari bahwa hanya Tuhan tempat perteduhankita (ay. 1-2). Sikap hati bijaksana yang pertama dan utama ditandai dengan kesadaran bahwa hanya Tuhan tempat berteduh. Situasi seperti sekarang sungguh membuat kita melihat bahwa tidak ada tempat yang dapat menjadi tempat kita berteduh selain dalam Tuhan Yesus Kristus. Musa dalam doanya pada ayat 1 dan 2 ini memberikan dua gambaran tentang Tuhan tempat perteduhan itu. Pertama Ia adalah Juru Selamat dan kedua Ia adalah Pencipta. Sebagai Juru Selamat Allah bekerja di dalam waktu, sedangkan sebagai Pencipta Allah bekerja di luar dan mengatasi waktu.
Menyadari dan mempercayai bahwa Allah tempat perteduhan kita itu adalah Juru Selamat dan Pencipta akan membuat kita dapat tetap tenang dan bersemangat menghadapi situasi saat ini. Ketika kita bertanya sampai kapan Tuhan masalah ini? Kita diingatkan bahwa Allah bekerja di luar waktu dan mengatasi waktu, sehingga kita diyakinkan bahwa semua pasti indah pada waktunya, tinggallah kita terus beriman dan berteduh kepada-Nya.
Kedua, kita harus menyadari kerapuhan dirikita (ay. 3-6). Musa dalam doanya pada bagian ini menyadarkan kita bahwa kita begitu fana dan rapuh. Kesadaran akan hal ini merupakan ciri kedua dari hati yang bijaksana. Pada situasi seperti saat ini, kita melihat korban-korban berjatuhan, bahkan mungkin beberapa adalah kerabat kita. Sepertinya mereka sehat, kuat, bahkan ada yang dokter dan hamba Tuhan yang kita tahu punya kesaksian iman yang baik, namun pada akhirnya melalui Covid 19 ini mereka menghadap sang Pencipta. Pilunya lagi, mereka dikuburkan dalam kesenyapan, tidak ada banyak orang atau kerabat yang boleh hadir. Di sini kita bisa melihat betapa fananya kita.
Kefanaan manusia itu seperti rumput yang di waktu pagi berkembang dan tumbuh, namun di waktu petang lisut dan layu. Situasi saat ini menyadarkan kita bahwa kefanaan itu tidak mengenal status, kekayaan, kedudukan dan kepintaran pada akhirnya kita semua akan dikembalikan menjadi debu lewat panggilan ilahi: “Kembalilah, hai anak-anak manusia!” (ay. 3)
Ketiga, kita harus menyadari dahsyatnya murka Allah (ay. 7-12). Hati yang bijaksana ditandai juga dengan kesadaran bahwa Allah bisa murka dan murkanya itu dahsyat. Musa menggambarkan bagaimana manusia tidak akan bisa berlari dari murka Allah. Tetapi, ingat kehangatan murka Allah itu untuk “mengejutkan” kita (ay. 7b). Murka atau amarah Tuhan itu bertujuan untuk menyampaikan atau mengingatkan kembali sebuah pesan bagi umat-Nya.
Situasi saat ini “mengejutkan” kita, menyadarkan kita kembali sebagai umat Tuhan untuk sungguh kembali kepada-Nya, sungguh membangun relasi personal bersama dengan Tuhan. Untuk beberapa waktu kita tidak akan bisa bersekutu bersama secara social dan fisik di gereja, bahkan umat beragama lain pun tidak bisa pergi ke tempat ibadahnya. Kita dibawa kepada keadaan dimana kita harus bertanggung jawab secara personal dan keluarga untuk membangun relasi dengan Tuhan. Gereja pun dipaksa untuk mengoreksi kembali agenda-agendanya dengan menyesuaikannya dengan pesan dan maksud Tuhan lewat pandemi Covid 19 ini.
Sekali lagi murka atau amarah Tuhan itu bertujuan untuk menyampaikan atau mengingatkan kembali sebuah pesan bagi umat-Nya, oleh karena itu pada akhir bagian ini Musa berseru: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay. 12). Menghitung hari berarti sebagai orang percaya kita mengingat kembali bagaimana kita menjalani hari-hari kita, bagaimana kita menggunakan hari-hari yang Tuhan berikan, dan bagaimana kita mempertanggung jawabkan setiap waktu yang Tuhan berikan. Ingat suatu saat kita akan menghadap tahta pengadilan Kristus.
RENUNGAN
Kehidupan kita pendek sekali, singkat sekali. Kita tidak boleh meremehkan satu detikpun dari waktu kita apalagi memboroskannya. Karenanya kita perlu merenungkan bagaimana kita menghitung-hari-hari kita pada Minggu Ujung Taon Parhuriaon ini.
Pertama, kita selalu disadarkan bahwa betapa sedikitnya dan terbatasnya hari-hari hidup kita di bumi ini. Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap (ay. 10). Ada sebuah kenyataan yang perlu kita pahami mengenai waktu hidup manusia di bumi ini dan bagaimana menanggapi pengertian bahwa hidup ini sangat singkat dan sementara. Manusia biasanya tidak pernah sadar bahwa waktunya terbatas sampai suatu saat dimana sudah tidak ada kesempatan lagi, barulah dia sadar bahwa waktunya terbatas. Manusia jarang merasa bahwa waktunya terbatas saat dia dalam keadaan sehat-sehat. Tetapi ketika sakit keras dan tidak ada obatnya lagi, pada saat itu barulah sadar kalau waktu yang ia miliki sangat terbatas.
Periode empat puluh tahun kedua Musa diisi oleh perkara-perkara yang biasa dan sangat menjemukan. Tidak ada hal-hal yang menggairahkan selain diisi oleh hari-hari menggembalakan kambing domba mertuanya di Tanah Median. Itulah sebabnya, Musa berdoa agar hidupnya diisi oleh perkara-perkara ilahi yang dari Tuhan, karena ia kuatir kondisi tubuhnya selepas usia tujuh puluh tahun akan diwarnai oleh penderitaan demi penderitaan. Dia rindu hidupnya menjadi sesuatu yang sangat berarti di tangan Tuhan, dan doa Musa terjawab. Tepat di usia ke delapan puluh, Tuhan memanggilnya lewat peristiwa semak belukar yang menyala dan sejak saat itu Tuhan mengutus Musa pergi ke Mesir untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir.
Kedua, kita harus mengevaluasi hidup yang sudah kita jalani selama ini. Efesus 5:16 mengatakan, “Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Terjemahan Yunani untuk kata “pergunakanlah” adalah sebuah kata “redeem” atau “menebus”. Kalau hari-hari ini kita sering mendengar istilah “membeli kembali” atau “buy back”. Istilah ini biasanya digunakan ketika seseorang membeli barang di sebuah toko namun ternyata barangnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka toko tersebut bersedia membelinya kembali. Istilah itu juga digunakan orang-orang zaman dulu yang hendak membebaskan seorang budak dari belenggu tuannya, dimana ia harus membayar uang penggantian terlebih dahulu sebesar yang diajukan oleh pemilik lamanya. Nah, kata “redeem” ini pulalah yang digunakan ketika Yesus mati di atas kayu salib untuk menebus dosa kita. Saat ini kita sudah bukan milik siapa-siapa lagi, tetapi milik Yesus Kristus, karena Ia sudah membelinya dan harganya sudah lunas dibayar. Harga yang sudah lunas dibayar itu bukan hanya harga untuk tubuh kita saja, tetapi termasuk juga di dalamnya “waktu” kita.
Ketiga, kita harus memiliki hati yang bijaksana agar kita dapat mengatasi hidup yang sementara dan jahat ini. Bagaimana kita menjalani dengan bijaksana hidup kita yang berada di depan? Yakni dengan memohon anugerah Tuhan dalam menjalani hidup ini (ay. 13-17). Manusia bisa saja sadar akan singkatnya hidup dan adanya dosa dalam hidupnya, namun mereka bisa meresponinya secra berbeda. Orang bebal akan meresponinya dengan cara memuaskan dirinya untuk terus melakukan kesenangannya yang berdosa karena dia menganggap bahwa sebentar lagi hidupnya akan berkahir. Mari kita bersenang senang, makan dan minum karena sebentar lagi kita akan mati. Ini bukan langkah yang bijaksana melainkan tinakan yang bebal. Itu hanya akan membawa saudara kepada kebinasaan yang kekal. Langkah bijksana yang dilakukannya oleh pemazmur adalah dengan berdoa memohon agar Allah tidak mengabaikan hidup nya yang singkat dan akan berlalu di dalam kemalangan, tetapi memohon anuegrah Allah atas umat-Nya. Karena itu, mari pegunakanlah semua waktu hidup kita dengan bijaksana untuk memuliakan TUHAN. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar