Renungan hari ini:
“YESUS MEMBASUH KAKI MURIDNYA”
Yohanes 13:5 (TB) "Kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu"
John 13:5 (NET) "He poured water into the washbasin and began to wash the disciples’ feet and to dry them with the towel he had wrapped around himself"
Tradisi mencuci kaki sudah menjadi bagian hidup orang Israel. Mereka mencuci kaki sebelum makan dan sebelum tidur. Orang Israel yang sengaja untuk beberapa waktu yang lama tidak mencuci kaki mereka, itu adalah tanda dari duka yang mendalam (bnd. 2 Sam. 19:24). Ada ketentuan mengenai hukum mencuci tangan dan kaki, yaitu “wudhu” (Ibrani: Netilat Yadayim - נְטִילָת יָדַיִם dan di Kemah Suci, disediakan satu Bejana pembasuhan kaki, yaitu baskom tembaga portable (Kel. 30:18-21). Para imam harus mencuci tangan dan kaki mereka untuk memasuki Kemah Suci atau sebelum mendekati mezbah korban bakaran. Orang-orang Israel juga tidak diizinkan mendekati seorang raja atau pangeran tanpa persiapan yang matang, yang mencakup pencucian tangan dan kaki.
Dalam budaya kuno pembasuhan kaki selalu dilakukan oleh orang posisinya lebih rendah daripada yang dibasuh. Palaing umum adalah budak membasuh kaki tuannya. Kadangkala ada cerita tentang murid membasuh kaki gurunya, isteri melakukan pada suami, dsb. Di Yohanes 13:1-17 kita menemukan kisah yang memberi gambaran sebaliknya: orang yang lebih tinggi membasuh kaki yang lebih rendah. Dalam hal ini Yesus bukan hanya ditampilkan sebagai Guru dan Tuhan (13:13-14), tetapi juga sebagai Allah yang mahatahu dan berdaulat. Dua kali dicatat bahwa Yesus tahu waktu-Nya sudah tiba (13:1a, 3). Walaupun pengetahuan seperti ini (bdk. 2:4; 7:30; 8:20; 12:23, 27; 16:32; 17:1) tidak secara otomatis membuktikan keilahian-Nya, tetapi bagian lain dari Injil Yohanes berkali-kali mengarah pada kesimpulan ini (1:48, 50; 4:17; 5:42; 6:61, 64; 13:1, 11; 18:4). Yesus bukan hanya mahatahu, tetapi Ia juga berdaulat. Ia sadar bahwa segala sesuatu telah diserahkan Bapa kepada-Nya (13:3; 3:35). Menariknya, setelah 13:3 (Yesus tahu segala sesuatu diserahkan kepada-Nya), 13:4 dimulai dengan kata sambung “lalu” dan seterusnya mengisahkan pembasuhan kaki (13:4-5). Dari penggunaan kata sambung “lalu” ini kita melihat dengan jelas bahwa pembasuhan ini dilakukan oleh Pribadi yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang dibasuh.
Waktu yang digunakan untuk pembasuhan dalam kisah ini juga menarik untuk dicermati, karena memperkuat kesan kerendahhatian itu. Pembasuhan biasanya dilakukan pada saat tamu-tamu baru saja tiba di rumah. Di Yohanes 13:1-17 pembasuhan dilakukan pada saat makan (13:2, 4). Sesuai teks Yunani seharusnya diterjemahkan “lalu Yesus bangun dari perjamuan malam”. Dengan demikian apa yang dilakukan Yesus pasti tampak berlebihan dari sisi kultural; bukan hanya dilakuakn oleh pihak yang lebih tinggi, namun juga dilakukan pada momen yang tidak dituntut. Dengan kata lain, pembasuhan ini bukan keharusan, tetapi kerelaan Yesus.
Dalam diri Yesus kita bisa melihat arti melayani yang sesungguhnya. Bukan untuk popularitas, atau mengharapkan keuntungan dari sesuatu yang dilakukan-Nya. Lebih jauh dari itu Yesus juga merelakan diri-Nya didera, dihina dan disalibkan. Ia tidak mempertahankan nyawa-Nya, melainkan memberikan-Nya sebagai tebusan untuk segala tindakan tercela kita di dunia. Itulah hakekat pelayanan. Karena itu, marilah kita melayani dengan kerendahan hati agar pelayanan kita memuliakan TUHAN. (rsnh)
Selamat Sabtu sunyi dan besok kita beribadah kepada TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar