Minggu, 29 Nopember 2020
“NUBUAT TENTANG KEDATANGAN RAJA KEMULIAAN”
Kotbah: Mazmur 24:7-10 Bacaan: Lukas 12:35-40
Minggu ini kita memasuki Minggu Advent I. Tema yang akan kita renungkan adalah “Nubuat tentang Kedatangan Raja Kemuliaan”. Nubuat ini terinspirasi oleh Daud sebagai responya atas perpindahan tabut perjanjian dari Obed Edom ke Yerusalem. Itulah sebabnya Daud menuliskan Mazamur 24 dan Mazmur 68.
Bagi Daud pemindahan tabut perjanjian itu merupakan suatu peristiwa yang luar biasa. Dalam Mazmur 68 diberi judul perarakan kemenangan Allah. kemenangan ini bukan hanya dalam hal peperangan tetapi juga kemenangan dari kenajisan dan ketidaklayakan manusia untuk membawa tabut perjanjian yang begitu mulia ke dalam Yerusalem. Akibatnya keberhasilan pemindahan tabut itu merupakan kemenangan yang patut dirayakan. Sebelumnya sudah ada rencana untuk langsung membawa tabut perjanjian ke Yerusalem, tetapi di tengah perjalanan Uza yang mengangkut tabut perjanjian menyentuh tabut perjanjian karena ingin menahannya supaya tidak jatuh, mati seketika. Kemudian tabut perjanjian dibawa oleh Obed Edom dan selama 3 bulan kemudian ia diberkati luar biasa karena keberadaan tabut tersebut. Akhirnya tabut tersebut diupayakan untuk dibawa kembali ke Yerusalem.
Tabut perjanjian melambangkan kehadiran Allah. Daud mau membawa tabut ke Yerusalem dengan harapan agar Allah sendiri yang memimpin Yerusalem, bukan Daud. Allah yang memimpin Yerusalem dan seluruh rakyat harus taat pada pimpinan Allah, yang diwakili oleh Daud, raja yang dipilih Allah. Allah sendiri akan bertindak sebagai Raja Kemuliaan.
Mazmur 24 menyatakan bahwa Tuhan adalah Raja yang bertakhta di atas segalanya, tidak ada konflik dengan kuasa-kuasa lain karena hanya Dialah satu-satunya Allah (1-2). Maka pujian kepada Tuhan sebagai Raja membuka dan menutup mazmur ini (7-10). Kalau demikian bagaimanakah seharusnya menyambut dan merayakan Tuhan sebagai Raja?
Pertama, di hadapan Raja manusia harus bersih dari segala kotoran dan bebas dari segala motif palsu. Itu sebabnya dipakai ungkapan "yang bersih tangannya dan murni hatinya." Ungkapan ini menunjukkan kehidupan yang tak bercacat karena dikendalikan oleh hati yang tulus, yang berakar pada kesetiaan tunggal pada Allah.
Kedua, kita harus memiliki ketulusan yang dapat dilihat oleh sesama manusia dan yang jauh dari kemunafikan yang memanipulasi nama Allah. Betapa mudah kita bersandiwara di hadapan orang lain dengan kesalehan semu, padahal tujuannya menipu demi keuntungan diri sendiri! Hanya orang yang memelihara pasangan sikap hati dan tindakan ini yang akan menerima berkat Allah (5-6).
Saat Daud menuliskan Mazmur 24 ini, dia menggambarkan raja yang akan datang memimpin Yerusalem itu sebagai Raja Kemuliaan. Allah harus dipandangkan sebagai Raja Kemuliaan karena Raja pastilah mulia. Tetapi jika disebut bahwa raja ini adalah Raja Kemuliaan, maka itu bermakna Raja di atas segala raja. Bagaimanakah menyambut Raja Kemuliaan itu? Pemazmur memberikan dua cara secara berurutan yang diulang pada ayat 7 dan 9. Cara menyambut-Nya adalah dengan “Angkatlah kepala” dan “Terangkatlah pintu yang berabad-abad”. Apa maksud kalimat-kalimat itu?
Pertama, angkatlah kepalamu. Yerusalem sebelum menjadi ibukota kerajaan Israel, wilayah ini juga dikuasai Filistin. Umat Israel menjadi “bulan-bulanan” Filistin pada masa itu. Bagaikan orang yang kalah, demikian kepala tertunduk penuh dengan kepedihan. Namun, ketika Raja di atas segala raja datang, yakni Raja Kemuliaan, maka mereka yang menyerah, tertunduk dalam kekalahan dan terpuruk pada kondisi yang tidak menggenakkan, diminta berhenti berkabung, melainkan mengangkat kepala tanda menang ketika Raja Kemuliaan itu datang.
Hal ini bermakna, menyambut kehadiran Raja Kemuliaan, harusnya dilakukan dengan girang, tanpa ragu namun dengan optimisme tinggi sebagaimana simbol kepala ditegakkan. Sukacita kemenangan harusnya menjadi warna khusus cara menyambut kemuliaan Sang Raja di atas segala raja itu. Tidak ada lagi kepedihan, yang ada adalah kepastian dalam kemenangan. Mengapa? Sebab yang datang ini adalah Pribadi yang jaya perkasa, yakniA TUHAN yang berkasa dalam peperangan (ay.8).
Kedua, terangkatlah pintu yang berabad-abad. Pintu apakah itu? Tiap orang atau rombongan yang akan memasuki kota, wajib berhenti sejenak untuk menunggu pintu gerbang kota terbuka sebagai tanda bahwa rombongan ini diterima. Menariknya, pemazmur mengunakan kalimat seru sebagai tanda perintah agar mereka segera masuk. Dan bunyi perintah itu bukan: “terbukalah pintu” melainkan ia menyebut kalimat: “terangkatlah pintu-pintu”. Memerintahkan pintu-pintu yang sudah ada berabad-abad di situ untuk terangkat dan bukan terbuka menunjuk pada makna: “hilangkan pintunya, tidak usah memakai pintu lagi”.
Apa maknanya? Bahwa selebar apapun pintu itu dibuka, ia tidak sanggup terbuka lebih lebar lagi menyambut kemuliaan Raja Kemuliaan yang Mahabesar itu. Pintu-pintu itu tidak sanggup menandingi besarnya kemuliaan TUHAN, Allah Israel yang Mahamulia. Pintu-pintu yang dibangun oleh tangan manusia itu tidak cukup layak untuk “menyambut dan mempersilakan masuk” TUHAN, Allah yang MahaAgung itu.
RENUNGAN/REFLEKSI
Apa yang hendak kita renungkan dan refleksikan dari kotbah Advent I ini dalam kehidupan kita sehari-hari?
Pertama, sambutlah Dia Raja Kemuliaan itu dengan girang dan optimisme dengan pengakuan bahwa Dialah Raja kemuliaan, Raja di atas segala raja. Sehingga tahta hati kita sekalipun, singgasananya adalah milik Tuhan. Dialah yang harus bertahta di hati kita dan buka diri dan ego kita.
Kedua, bukalah hatimu menerima Raja Kemuliaan itu. Hilangkan segala pintu pembatas, tembok pembatas yang menghambat kedatangan Raja Kemuliaan itu ke dalam hati kita, ke tengah-tengah rumah tangga kita, ke Gereja kita, ke Masyarakat kita agar Dia yang memerintah dan memimpin langkah kehidupan kita. Karena itu, marilah kita bersiap diri dengan segala kerendahan hati menyambut kedatangan Raja Kemuliaan itu. (rsnh)
Selamat Merayak Advent I!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar