Sabtu, 22 Agustus 2020

KOTBAH MINGGU XI SETELAH TRINITATIS Minggu, 23 Agustus 2020 “PENGENDALIAN DIRI TERHADAP TEKNOLOGI”

 KOTBAH MINGGU XI SETELAH TRINITATIS

Minggu, 23 Agustus 2020

 

“PENGENDALIAN DIRI TERHADAP TEKNOLOGI”

Kotbah: 1Korintus 6:12-20 Bacaan: Kejadian 11:1-9



 

Kita telah memasuki Minggu kesebelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Pengendalian diri terhadap Teknologi”. Menarik untuk didalami karena hampir semua penduduk dunia ini sekarang sudah menggunakan teknologi. Dulu kita memasak pakai kayu, sekarang sudah pakai Magic Com, Kompor Gas, dll. Dulu kita pakai cangkul, sekarang pakai traktor, dulu pakai telepon rumah sekarang, pakai Hand Phone. Dulu pakai surat, sekarang pakai Whats App (WA). Dulu menonton ke bioskop, sekarang di youtube, dan lain sebagainya. Itu artinya, kemajuan teknologi sudah berada di tangan kita. Persoalan kita sekarang yang muncul adalah apakah kita yang mengendalikan teknologi itu, atau sebaliknya kita yang dikendalikan teknologi itu. Atau Bahasa sederhananya adalah apakah kita menguasai teknologi itu, atau kita yang dikuasai oleh teknologi itu. Itulah yang akan kita renungkan dalam kotbah Minggu ini. Sebagai orang Kristen yang percaya pada Yesus, sejatinya kita harus mampu mengendalikan diri terhadap kemajuan teknologi itu sendiri.

 

Secara etimologis, kata pengendalian diri berasal dari bahasa Yunani, Egkrateia, yang artinya ketenangan dan pengendalian atas dorongan-dorongan yang timbul dalam hati dan pikiran demi pencapaian hidup yang lebih baik. Pengendalian diri adalah ketenangan dan pengendalian atas berbagai dorongan yang timbul dalam hati dan pikiran untuk demi pencapaian hidup yang lebih baik. Firman Tuhan menghendaki kita semua untuk dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu (Ams. 23:1-3), perkataan (Ams. 15:1-2), pergaulan yang "tidak sehat" dengan lawan jenis (1 Tes. 4:2-6), dan juga nafsu seksual (1 Kor. 7:5, 9). Sebagai contoh, Rasul Paulus mengajar Timotius bahwa seorang pelayan jemaat adalah seorang yang mampu mengendalikan dirinya. Titus harus menjadi contoh dalam penguasaan diri di antara orang muda yang dilayaninya (Tit. 2:6-7).

 

Pengendalian diri ini sangat penting bagi kita sekarang agar kehidupan kita mampu melihat sisi positif dan negatif dari kemajuan teknologi itu. Selain itu juga pengedalian diri ini sangat perlu ditekankan secara khusus bagi generasi muda sekarang agar mereka mampu mengendalikan diri seturut dengan kebenaran firman Tuhan. Anak-anak yang kita bina adalah manusia dengan tabiat berdosa di mana peta dan teladan Allah dalam diri anak-anak kita sudah rusak karena dosa. Untuk itu, peta dan teladan Allah dalam diri anak-anak layan kita harus dikembalikan kepada dasar pijakan iman Kristen, yaitu Alkitab. Tanpa Alkitab, sikap dan perilaku kita hanya tindakan moral belaka dan mengarah ke paham humanistik. Melalui Alkitab, kita mengetahui dasar-dasar etika Kristen dan terus didorong untuk mengaplikasikan firman dalam hidup sehari-hari hingga kita terus berproses serupa dengan Kristus. 

 

Mengapa Paulus menekankan perlunya pengendalian diri di tengah-tengah jemaat Koritus? Karena Paulus sudah melihat bagaimana kebobrokan moral masyarakat setempat mempengaruhi cara hidup jemaat di Korintus.Akibatnya hidup lama terulang kembali yaitu penyembahan kepada dewa dewi dan perzinahan dengan pelacur dikuil dianggap hal biasa dan menjadi kebiasaan buruk yang dipertahankan oleh tradisi. Di pasal 5, Paulus mengkritik pola bermasyarakat jemaat. Hidup bergaul dengan orang yang tidak mengenal Allah dan karya Yesus Kristus menjerumuskan jemaat berbuat dosa “percabulan”, fatalnya mereka menyebut diri sebagai jemaat Kristus tapi tidak risih/resah menghadapi situasi saat itu, bahkan jemaat turut serta dalam aksi perzinahan tersebut.

 

Perikope ini adalah koreksi paham dari Paulus untuk jemaat di Korintus, secara khusus meluruskan soal “kebebasan Kristen” yang benar. Setidaknya ada 3 poin penting mengenai “tubuh” dan kaitannya dengan kebutuhan makan untuk perut berdasarkan konsep teologis “tubuh adalah bait Allah”. 

 

Pertama, halal tidak identik dengan makanan (ay. 12) Perhatikan ayat 12: “Segala sesuatu halal bagiku” penggalan kalimat ini adalah semboyan orang Korintus yang dikutip dan dikoreksi Paulus. Orang Korintus berpendapat bahwa segala sesuatu adalah halal. Terjemahan LAI mengenai kata halal ini jika disepadankan menurut konteks dan bahasa aslinya ditemukan ketidaksesuaian terjemahan, perhatikan kata halal terkesan yang dibahas hanya seputar makanan,padahal pokok persoalan yang dibahas lebih dari soal makanan. Terjemahan bahasa Yunani digunakan kata exestin,berarti diperbolehkan, harusnya terjemahan kalimat begini “segala sesuatu bagiku diperbolehkan (exestin)”. Kata halal bukan berbicara soal makanan melainkan suatu konsep boleh atau tidak boleh. Ternyata, jemaat di Korintus salah fokus pada pengertian “kebebasan” yang diajarkan Paulus.  Benar, jemaat Kristen sudah dibebaskan, namun hal yang harus digaris bawahi adalah kebebasan seperti apa yang dimaksud Paulus. Jemaat tidak mampu memahami makna “kebebasan Kristani” dari Paulus, mereka menerima secara mentah paham kebebasan dan bertindak semau hati karena merasa bebas, dampaknya identitas sebagai jemaat Kristus tercoreng. Lalu apa makna “kebebasan Kristiani” versi Paulus? Ternyata maksud “kebebasan” bukan soal bertindak sesuka hati/kesenangan/kebal hukum. Ini makna bebas yang salah. Paulus memang berulang kali mengatakan bahwa jemaat Kristus berada dibawah kasih karunia, tidak lagi dibawah Taurat atau tradisi (Rm. 6:14). Penekanan soal tidak terkungkung lagi pada Taurat/tradisi disalah mengerti jemaat, Mengapa? Sebab pola pikir mereka terfokus pada kesimpulan “tidak terkungkung = kebebasan”. Ternyata jemaat di Korintus masih mencintai hidup lama mereka, yaitu kesenangan duniawi (perzinahan).  Kesenangan duniawi kita sekarang adalah persundalan kita dengan kemajuan teknologi. Ada banyak orang Kristen lebih mengasihi teknologi yang dimilikinya daripada mengasihi TUHAN. Jika HP kita kehabisan baterai, kita dengan segera mengambil cas-casan untuk menambah daya dalam HP kita. Tetapi jika kita mengalami kekurangan iman, kita tidak segera mencasnya dengan bersekutu dengan TUHAN melalui firman-Nya atau dengan persekutuan orang percaya di Gereja kita masing-masing. Kita lebih menjaga agar mobil mewah kita tidak tergores apapun, tetapi membiarkan iman kita digores oleh jabatan dan pangkat serta karir kita. Inilah kebebasan yang salah pada jaman sekarang ini yang perlu kita waspadai.

 

Dalam ayat 12, Paulus belum membahas kesalahan dari perzinahan tapi ia membukanya dengan dasar etika Kristen yang harus dipahami jemaat Kristus di Korintus. Hakikatnya Kebebasan Kristiani tidak merugikan orang lain melainkan harus membangun sesama. Itu sebabnya Paulus mengatakan “segala sesuatu diperbolehkan (bertindak), TETAPI tidak semuanya berguna”, artinya bertindak bebas perlu memperhatikan baik buruk dan dampak yang ditimbulkan, menariknya dampak tidak saja yang diri sendiri alami tapi juga dampak bagi orang sekitar. Artinya jemaat Kristus harus berhati-hati dalam menggunakan hak bebas/anugerah kasih karunia Allah. Mengapa harus berhati-hati? Sebab kebebasan seringkali membawa kejatuhan yaitu “perbudakan”. 

 

Kedua, soal peringatan! “Tubuh” adalah Bait Allah (ay. 13-15). Koreksi bagian kedua yang dilakukan Paulus adalah soal identitas “tubuh”. Jemaat berpegang teguh pada kepuasan tubuh, mereka berpendapat bahwa perut untuk makanan, dan makan untuk perut, sedangkan dua hal ini makanan dan perut akan dibinasakan Allah (ay.13). Maksud Paulus, jemaat harusnya tidak terfokus soal duniawi yang sifatnya sementara, termasuk memuaskan tubuh sebab tubuh akan dibinasakan dan terpisah dari jiwa dan roh. Akan tetapi, selama manusia hidup ia bertanggung jawab atas tubuhnya termasuk penggunaan tubuh. Penyalahgunaan tubuh oleh jemaat Kristen di Korintus, dipengaruhi paham para filsuf Yunani yang hidup berdampingan dengan jemaat. Pengertian filsafat Yunani mengenai “tubuh” adalah sesuatu yang bersifat sementara dan tidak kekal, akan binasa ketika manusia mati. Dasar pikiran jemaat menghasilkan kesimpulan hal rohani/spiritual (kekal) tidak berhubungan dengan penggunaan tubuh (sementara), akibatnya bersenang-senang dengan cara memuaskan tubuh dianggap baik sebab tubuh akan binasa jadi tidak perlu dijaga. Pola pikir ini yang kemudian diluruskan Paulus, bahwa tubuh memang akan binasa saat manusia mati. Akan tetapi, manusia tidak berhak menggunakan tubuh sesuka hati, tubuh adalah kepunyaan Tuhan artinya Ia berhak penuh atas tubuh ciptaan-Nya. Ayat 14: “Tuhan adalah untuk tubuh”, ungkapan ini berhubungan dengan kebangkitan Kristus dan penebusan. Kristus tidak hanya menebus jiwa dan roh, melainkan juga tubuh, kebangkitan Kristus adalah jaminan bahwa tubuh akan turut bangkit diakhir zaman (Rm. 8:11). Penjelasan soal kebangkitan tubuh dibahas Paulus di Pasal 15:35-58. Jika Allah sebagai Sang Pencipta tubuh saja sangat menghargai karya-Nya, maka tidak ada alasan manusia membeda-bedakan penggunaan tubuh. Manusia wajib menjaga tubuh agar tidak diperbudak dosa, seperti percabulan/perzinahan merupakan dosa yang bersentuhan langsung dengan tubuh. Paulus mengatakan orang-orang yang berbuat  dosa ini adalah mereka yang tidak menghargai tubuh dan Pencipta tubuh. 

 

Tanpa kita sadari tubuh kita ini sudah lebih banyak dipengaruhi kemajuan teknologi dari pada dipengaruhi oleh Roh Kudus. Kita bangun tidur langsung membaca berita di WA, mendengar berita di media elektronik dan cetak, mendengar gosif dari teman-teman. Artinya, tubuh kita lebih banyak dimasuki oleh kabar buruk daripada Kabar Baik. Kemajuan teknologi tidak sebanding kemajuan iman sehingga tubuh kita lebih rentan dengan pengaruh teknologi. Keadaan inilah yang perlu kita waspadai. Jika tubuh kita adalah benar Bait ALLAH, maka sebaiknya lebih banyaklah porsi Kabar Baik yang dimasukkan ke dalam tubuh kita dibandingkan dengan kemajuan teknologi saat ini.

 

Ketiga, soal tubuh harus kudus (ay. 16-20). Alasan mengapa tubuh harus dijaga ada pada bagian ini: perhatikan pilihan yang diberikan Paulus, pertama barangsiapa yang mengikat diri dengan kebiasaan memuaskan hawa nafsu, bersetubuh dengan perempuan cabul (tidak sah dihadapan Tuhan, dan hukum) mereka secara tidak sadar sudah mengikat diri dengan dosa (hamba dosa). Kedua, barangsiapa mengikat diri dengan roh Tuhan maka keduanya akan menjadi satu roh. Artinya tubuh yang fana diikat oleh roh Allah, berdampak pada cara menghargai tubuh yang benar sebagai Rumah Allah. Dua pilihan beserta konsekuensi dipaparkan Paulus dengan sangat jelas soal penggunaan tubuh, Paulus memberikan kebebasan dalam pilihan-Nya namun peringatan keras juga ia sampaikan. Alasan manusia wajib menggunakan tubuh untuk kemuliaan Tuhan adalah sebagai bentuk ungkapan terimakasih, sebab oleh Penebusan Sang Anak, Yesus Kristus, dosa yang mengikat sudah Ia bayar lunas (ay. 20). Hal yang menakjubkan, Allah bersedia membuka ruang bagi manusia untuk menyampaikan ungkapan terimakasihnya. Tidak hanya membuka ruang, tapi Allah juga memberikan cara agar manusia dapat datang menjumpai-Nya. Bersedia menghargai tubuh dan mengikat diri dengan roh Tuhan adalah cara yang ditawarkan kepada manusia, celakanya sisi duniawi (mencari kepuasan) tidak mampu dilepaskan sepenuhnya oleh manusia. Tubuh harus setia pada satu tuan, sebab tidak mungkin tubuh ditempati oleh dua tuan.

 

Sekarang timbul pertanyaan kita, bagaimana cara kita untuk mampu mengendalikan diri terhadap kemajuan teknologi agar seturut dengan firman Allah? Ada beberapa hal yang harus kita lakukan, yakni: 

 

Pertama, kita harus memandang diri sebagai seorang yang tersalib bersama Kristus. ".... Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku ...." (Gal. 2:19-20). Kita adalah orang-orang yang sudah disalibkan bersama-sama dengan Kristus. Ketika Yesus disalib, Dia menyerahkan semua kehendak-Nya kepada Bapa, dan Dia dengan setia melakukan kehendak Bapa. Demikian pula kita sebagai anak-anak Allah, hendaknya kita dapat menyalibkan kedagingan, kuasa teknologi yang hendak merusak dan menguasai pikiran dan tindakan kita. Dengan begitu, kita dapat memandang bahwa kita hidup untuk Tuhan, kita hidup untuk melayani Tuhan, dan kita hidup untuk menyatakan karya Agung Allah, bukan hidup untuk teknologi. Teknologi harus kita kuasai dan kita jadikan alat untuk memuji TUHAN.

 

Kedua, kita harus memberi diri untuk dipimpin Roh Kudus, bukan dipimpin oleh teknologi. Allah menghendaki supaya kita hidup dipenuhi oleh Roh Kudus (Ef. 5:18). Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus menyatakan bahwa anak-anak Tuhan harus "berkali-kali dipenuhi Roh Kudus". Dipenuhi Roh Kudus berarti anak-anak Tuhan harus hidup dalam pembaharuan. Lalu adakah ciri-ciri hidup yang dipimpin Roh Kudus? Jawabannya tentu ada. Seorang yang dipenuhi Roh Kudus akan: memiliki gaya hidup yang menyembah, bersaksi, dan melayani (Kis. 4:31;33), memelihara iman kepada Yesus (Gal. 3:5), penuh dengan Firman Allah (Kol. 3:16), senantiasa berdoa, mengucap syukur, dan memuji Tuhan (Ef. 5:19),  melayani sesama (Ef. 5:21), dan melakukan apa yang berkenan bagi Tuhan (Ef. 4:30). Kita harus menjauhkan diri dari kemajuan teknologi yang bersifat negatif. Keluarga Kristen saat ini sudah tidak mau lagi bersaksi tentang Kristus, lebih mementingkan menggunakan gadget daripada persekutuan keluarga, menghabiskan banyak dana untuk membeli kuota internet dan lupa membayar persembahan bulanannya, dan lain sebagainya. 

 

Ketiga, kita harus membangun pertumbuh rohani bersama komunitas orang percaya. Relasi yang intim dengan Tuhan akan menghasilkan kedisiplinan yang memberikan pengaruh bagi pembentukan identitas diri yang sehat. Komunitas kita akan menentukan pertumbuhan karakter dan kebiasaan kita. Sebagaimana pernah dituliskan dalam kitab Amsal, "Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah, supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya dan memasang jerat bagi dirimu sendiri" (Ams. 22:24-25). Siapa teman kita sejatinya menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk memilih teman. Pilihlah teman dan komunitas yang di dalamnya kita bisa bertumbuh. Bersama-sama sesama orang percaya, kita akan didorong untuk mencintai firman dan menghasilkan buah rohani. Kita harus hindari keintiman kita dengan teknologi sehingga mengurangi keintiman kita dengan Tuhan dan sesama keluarga kita.

 

Berefleksi dari teks di atas, maka ada beberapa hal untuk kita renungkan dalam Minggu kesebelas setelah Trinitatis ini, yakni:

 

Pertama, kita harus berusaha menjaga kekudusan tubuh dengan cara membiarkan Tuhan berdiam dalam diri kita setiap hari. Seringkali menjaga kekudusan tubuh/menghargai tubuh menjadi opsi terakhir, yang dicari pertama kali adalah kepuasan (identik duniawi). Contoh: makan berlebihan untuk memuaskan perut, padahal makan berlebihan dapat memicu penyakit yang merugikan tubuh (kolestrol, darah tinggi dll), jika makan secukupnya dan yang berlebih tadi dibagi untuk sesama, rasanya tidak ada yang akan dirugikan. Tubuh dapat mengelola sesuai kebutuhan, dan berbagi berkat juga terlaksana. 

 

Kedua, jangan sekali-kali berniat merusak tubuh, terjerumus sekali akan sulit dan membutuhkan waktu untuk sadar dan berbalik kepada Tuhan. Ibarat meminjam barang, bagi orang yang tahu diri bahwa benda ini bukan kepunyaanku dan aku hanya meminjam, maka akan timbul rasa tanggung jawab untuk menjaga barang tersebut sampai si pemilik mengambilnya. Seperti tubuh dipinjamkan Tuhan untuk manusia gunakan semasa ia hidup, maka manusia yang mengenal dengan baik siapa pemiliknya, pasti punya rasa tanggung jawab untuk menjaga tubuh tersebut. Ia tidak hanya meminjamkan, tetapi fasilitas lengkap juga diberikan. 

 

Karena itu penting bagi kita untuk “memuliakan Allah dengan tubuh” (1 Kor. 6:20). Maka dengan mengerti pentingnya tubuh kita di hadapan Tuhan, kita akan dapat memelihara tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Biarlah kita memakai tubuh kita ini untuk memuliakan nama Tuhan, supaya melalui tubuh kita bukan dikuasai oleh teknologi, tetapi dikuasai oleh Roh Kudus, sehingga nama Tuhan dipuji dan ditinggikan. (rsnh)

 

Selamat Beribadah untuk TUHAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Renungan hari ini: “BELAJAR MENGENAL KRISTUS" (Efesus 4:20)

  Renungan hari ini:   “BELAJAR MENGENAL KRISTUS"   Efesus 4:20 (TB2) "Tetapi, bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus...