Renungan hari ini:
BERHARAPLAH KEPADA TUHAN
Mazmur 131:3 (TB) "Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!"
Psalms 131:3 (NET) "O Israel, hope in the Lord now and forevermore!”
Berharap itu berarti kita berserah kepada keputusan dan kehendak TUHAN. Kita mengakui kelemahan dan keterbatasan kita, dan hanya mengandalkan pertolongan TUHAN saja. Nas hari ini memerintahkan kita supaya berharap kepada Tuhan. Setidaknya ada dua alasan mengapa pemazmur menuliskan ayat ini dengan kalimat perintah. Pertama, karena dalam banyak kesempatan, manusia sering berharap kepada hal yang lain. Kedua, karena karena Tuhan tahu hal yang paling baik bagi kita saat kita berharap kepada-Nya.
Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul “Menyerah kepada Tuhan” untuk pasal ini. Judul ini untuk menunjukkan kondisi dan kedalaman hati Daud pada saat itu. Sikap tinggi hati dan sombong dalam ayat 1 identik dengan suatu sikap hati yang menganggap diri lebih hebat (superior) dari orang lain; juga sikap hati menafikan keberadaan dan kehadiran Tuhan di dalam hidup seseorang.
Sikap tinggi hati ini sering kita lihat dari perkataan seseorang. Misalnya, “biar miskin, yang penting sombong?” atau, “biar jelek yang penting sombong?” Kalimat-kalimat ini sering diucapkan sebagai semacam sinisme terhadap diri sendiri. Kita mungkin tidak mau menerima bantuan orang lain untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan kita karena mengganggap kita mampu menyelesaikannya. Tinggi hati dan sombong dapat juga diartikan dengan sikap hati yang tidak mau mengakui keterbatasan dan ketidakmampuan diri–munculnya sikap overestimate terhadap kemampuan diri sendiri.
Dalam pasal ini Daud mengatakan bahwa dia bukanlah orang yang seperti itu. Dia mengaku di hadapan TUHAN bahwa dia bukanlah orang yang tinggi hati atau pun sombong. Sikap yang ditunjukkan Daud adalah dengan menyatakan dirinya tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau terlalu ajaib baginya, karena dia tidak mampu untuk itu. Daud merasa tidak sesuai dengan kapasitasnya. Daud sadar dan realistis terhadap dirinya sendiri. Daud tidak punya cita-cita besar yang terlalu sulit baginya atau pun menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang di luar jangkauannya.
Pertanyaan kita sekarang adalah apa yang dilakukan Daud dalam keterbatasannya?
Pertama, Daud menenangkan dan mendiamkan jiwanya. Sesungguhnya, Daud telah menenangkan dan mendiamkan jiwanya. Mungkin ada banyak hal yang membuat jiwanya “berisik’”. Mungkin ada banyak hal yang “menggoda” Daud; banyak hal yang seolah-olah meminta dipikirkan dan dikejar oleh Daud. Namun di titik ini, Daud tahu dia tidak mampu, maka dia memilih menenangkan dan mendiamkan jiwanya. Keputusan yang diambil Daud merupakan salah satu tanda kedewasaan sekaligus kerendahan hatinya. Tidak banyak orang bisa mengenal kemampuannya dan mengakuinya di hadapan Tuhan. Tidak banyak orang berpikir bahwa menenangkan dan mendiamkan jiwa juga merupakan pilihan. Gambaran yang diberikan Daud di sini adalah seorang bayi yang berbaring di dekat ibunya; seperti itulah jiwa Daud. Begitu tenang seolah belum mengenal keruwetan dunia.
Kedua, Daud berharap kepada TUHAN. Dalam nas hari ini menunjukkan apa dan siapa yang menjadi “sandaran” hidupnya. Daud untuk “berbaring”–ke mana ia menenangkan dan mendiamkan jiwanya, sebagaimana digambarkannya pada ayat sebelumnya. Dialah TUHAN, kepada siapa Daud dan seluruh umat Israel sepatutnya berharap tidak hanya saat ini melainkan selama-lamanya.
Perhatikan baik-baik, Daud punya “pelarian” yang tepat di tengah kondisi yang ia alami. Dia tahu bahwa hal-hal yang terlalu besar maupun terlalu ajaib untuk dirinya bukanlah sumber pengharapan bagi jiwanya. TUHAN yang menjadi sumber pengharapan Daud pun dipercayainya sebagai TUHAN yang penuh kasih sayang dan kepedulian, serta yang begitu menenangkan, layaknya seorang ibu.
Dari sini kita bisa belajar pentingnya memiliki kerendahan hati untuk mengenal kemampuan diri sendiri dan mengakui keterbatasan diri–serta apa yang harus kita lakukan dalam merespons keterbatasan kita. Orang yang seperti ini tidak lantas berhenti di situ, dia perlu menenangkan jiwanya di dalam Tuhan yang menjadi tempat berharap bukan hanya pada saat ini melainkan untuk selama-lamanya. Karena itu, teruslah berharap kepada TUHAN selama-lamanya. (rsnh)
Selamat memulai karya dalam Minggu ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar