Renungan hari ini:
HIDUP OLEH ROH
Galatia 5:25 (TB) "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh"
Galatians 5:25 (NET) "If we live by the Spirit, let us also behave in accordance with the Spirit”
Perkataan Paulus ini perlu kita cermati dengan baik, “Hiduplah oleh Roh”. Kalimat tersebut dalam bahasa Yunani menggunakan kalimat: “pneumati peripateite”. Kalimat tersebut diartikan sebagai: “berjalanlah oleh/dengan/dalam Roh”. Kata "oleh" adalah untuk menandai seseorang itu hidup kepada, bagi, untuk, dan dengan Roh Kudus. Artinya seseorang itu adalah pelaku dari sebuah tindakan yang seharusnya dia lakukan dengan segenap hati. Latar belakang Paulus menuliskan surat ini adalah karena keprihatinan Paulus atas berbaliknya jemaat Galatia dari iman Kristen sebagai pedoman hidup kepada hukum Taurat yang sudah dicampur dengan tradisi-tradisi bahkan lebih daripada itu mereka menghambakan diri kepada allah-allah yang pada hakikatnya bukan Allah (Gal. 4:8, 9).
Timbul pertanyaan kita sekarang, apakah makna dengan Hidup oleh Roh? Untuk menjawab ini kita harus melihat landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari Galatia 5:16-26. Ketika kita membaca teks tersebut, maka kita menemukan bahwa rasul Paulus mengulang sebanyak dua kali tentang hidup oleh Roh.
Bagian yang pertama, kita temukan dalam Galatia 5:16b, rasul Paulus menulis dalam nada perintah:“hiduplah oleh Roh”. Kalimat tersebut dalam bahasa Yunani menggunakan kalimat: “pneumati peripateite”.Kalimat tersebut diartikan sebagai: “berjalanlah oleh/dengan/dalam Roh”.
Kalimat perintah peripateite (berjalanlah/hiduplah), berasal dari kata dasar: “peripateô”. Rasul Paulus acap kali memakai kata tersebut dalam tulisan-tulisannya. Itu dilakukan karena rasul Paulus memberikan penekanan-penekanan khusus, yaitu:
1) Setiap orang yang hidup oleh Roh menunjukkan adanya perkembangan yang positif. Maksudnya ialah bahwa hidupnya memperlihatkan suatu progres atau kemajuan yang signifikan. “Berjalan” di sini bukanlah berjalan di tempat, apalagi berjalan mundur, melainkan berjalan maju. Artinya, seseorang yang hidup oleh Roh, semestinya bergerak maju dalam keimanannya dan dalam kehidupan kerohaniannya.
2) Mengelola dan mengontrol diri sendiri (self control). Jadi, “berjalan” yang Paulus maksudkan bukanlah berjalan karena dorongan faktor luar, melainkan sepenuhnya karena kesadaran diri sendiri. Dengan demikian, seseorang yang hidup dalam Roh bergerak atas dasar kesadaran sendiri, termasuk kesediaan untuk dibimbing dan diarahkan oleh Roh Kudus.
Untuk mengimbangi “hidup” (peripateô) seperti ini, maka peran Roh Kudus adalah “memimpin” dalam pengertian agesthe (ay. 18), yang berakar dari kata agô (memimpin). Pengertian agô di sini yaitu mengarahkan atau mendampingi dengan memberikan pengaruh yang terkadang bersifat desakan. Jadi, sebagai orang percaya, kita perlu menundukkan ego kita di bawah kendali Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus bertindak seperti guru atau panglima dalam hidup kita.
Bagian yang kedua, muncul pada ayat 25a “Hidup oleh Roh” diterjemahkan dari teks Yunani: zômen pneumati. Kata zômen (hidup) berakar dari kata zaô merujuk pada hidup yang baik dan teratur. Karenanya, peran Roh Kudus digambarkan dengan kata memimpin (ay. 25b. Secara harfiah, kata ini berarti “berjalan dalam iring-iringan yang teratur”. Artinya, sebagai orang percaya, kita cukup mengikuti arah dan menjaga diri kita agar tidak keluar dari barisan yang ada.
Dari kedua frasa di atas, maka jelaslah bahwa “hidup oleh Roh” berbicara tentang proses kepemimpinan Roh Kudus dalam hidup kita, baik dalam proses pembentukan ke arah yang lebih baik, maupun dalam proses memelihara keteraturan hidup kita.
Pertanyaannya, darimana kita mengetahui bahwa ada Roh Kudus dalam diri kita? Dalam Kisah Para Rasul 2:38, Rasul Petrus berkata, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia, yaitu Roh Kudus”. Setiap orang yang telah bertobat dan dibaptis, maka ia telah menerima Roh Kudus di dalam dirinya. Jadi, baptisan bukanlah ukuran seseorang telah menerima Roh Kudus (bnd. Kis. 8: 16), melainkan dibutuhkan “pertobatan”. Dalam bahasa Yunani, “bertobat” menggunakan kata metanoeô, yang secara harfiah berarti “mengalami perubahan pikiran”.
Cara berpikir seseorang menentukan sikap dan perilakunya sehari-hari. Karena itu, pertobatan yang paling hakiki adalah bagaimana kita mengalami perubahan paradigma dengan memiliki cara berpikir seperti Kristus (1Kor. 2: 16). Sebab, jika perubahan sikap dan perilaku kita hanya didorong oleh ketakutan akan hukuman atau neraka, maka fungsi dan peran Gereja tidak akan jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi pada zaman Yesus.
Mereka bertindak dengan cara menakut-nakuti umat jika umat tidak mau tunduk dan patuh pada “hukum Taurat”. Model pendekatan seperti ini tidak disukai oleh Yesus, sebab tidak mendorong umat untuk menyadari pentingnya perubahan sikap dan perilaku itu. Karena itu, Yesus melakukan pendekatan melalui penyadaran, yang membutuhkan respon pikiran yang matang dari kita. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar