Minggu, 15 MARET 2020
Kotbah: Roma 8:18-25 Bacaan: Mazmur 25:15-22
Minggu ini kita memasuki Minggu Okuli (Mataku tetap terarah kepada Tuhan - Mazmur 25:15a). Dalam memasuki dan menjalani minggu ini kita akan dikuatkan dan diarahkan Firman Tuhan dengan tema “TUHANLAH PENGHARAPANKU”. Pengharapan dapat kita artikan sebagai permohonan, minta, keinginan supaya sesuatu terjadi dan sesuatu itu biasanya hal yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan (baca Ibr. 6:19-20). Jadi Pengharapan tidak berdiri sendiri tapi bersanding dengan iman, karena iman membuat orang memiliki pengharapan kepada Allah.
Yang harus kita pahami, pengharapan berbeda dengan keinginan. Menginginkan adalah sesuatu yang kita mau untuk memuaskan diri kita pribadi. Sedangkan pengharapan adalah sikap dan cara hidup yang mengandalkan pada apa yang Allah kehendaki. Hidup dalam pengharapan adalah hidup yang mendasarkan diri pada anugerah keselamatan Allah di dalam diri Tuhan Yesus Kristus, karena di dalam diri-Nya ada pengharapan kehidupan.
Meskipun kita memiliki pengharapan akan kemuliaan kita di dalam kekekalan, kita tetap harus rela menderita di dalam dunia yang semu ini. Hidup dan keselamatan Kristen bersifat paradoks, yaitu sudah (already) dan belum (not yet).Pengharapan itulah yang akan dinikmati oleh setiap kita yang hidup menurut Roh. Sudahkah kita hidup menurut Roh dan beriman akan pengharapan yang pasti ?
Setiap kita pasti selalu berharap bahwa perjalanan hidup kita baik-baik saja tanpa hambatan yang merintangi. Demikian pun Tuhan selalu ingin kita menjadi kuat seperti rajawali, yang meskipun harus melewati badai tetapi mampu terbang tinggi. Tuhan tidak pernah membiarkan kita bergumul seorang diri, Dia sangat peduli dan sanggup memberikan pengharapan yang pasti dan tidak pernah mengecewakan!
Kita harus yakin dan berpengharapan bahwa di dalam Tuhan bahwa “pasti ada jalan keluar.” Sesulit apapun persoalannya, jalan keluar selalu tersedia. Yang perlu diingat, kesulitan adalah bukan akhir dari segala-galanya. Tekun dan penuh motivasi dalam berpengharapan merupakan syarat untuk bisa memiliki pengharapan yang berkemenangan.
Inti dari perikop kita ini adalah agar kita berpengharapan kepada TUHAN. Hindarilah berharap kepada manusia sebab pasti kita akan mendapatkan kekecewaan. Berharap kepada TUHAN tidak akan mengecewakan kita. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana pengharapan orang percaya kepada TUHAN? Apakah kita sering menemui jalan buntu? Atau memang sudah mentok di sini, mandek? Dari perikop Minggu ini kita akan mempelajari bagaimanakah pengharapan kita kepada TUHAN. Ada beberapa pelajaran yang kita dapatkan dari perikop ini, yakni:
Pertama, pengharapan orang percaya itu pasti adanya (ay. 21). Ayat 21 menekankan kepada kita bahwa, baik penderitaan yang kita alami (ay. 17-18) maupun kesia-siaan yang dialami oleh ciptaan Allah (ay. 20) bersifat sementara, dan akan diganti dengan kemerdekaan yang mulia. Ayat 22 merupakan ilustrasi Paulus yang mengatakan penderitaan itu sifatnya seperti orang yang sakit bersalin. Bagi para ibu yang sudah pernah melahirkan tentu lebih mengerti apa yang dimaksud dengan rasa sakit bersalin. Disitulah letak perjuangan antara hidup dan mati; tetapi ketika bayi tersebut sudah lahir ke dunia ini, rasa sakit itu langsung berakhir diganti dengan sukacita. Percayalah pada suatu saat segala ciptaan akan dibebaskan dan segala ciptaan yang mengeluh akan menjadi ciptaan yang mulia! Orang percaya tidak boleh selalu berpusat pada penderitaan-penderitaan yang dialaminya pada saat ini; ia menantikan kemuliaan yang akan dinyatakan kelak.
Kedua, pengharapan manusia membuahkan hasil yang baik (ay. 25). Sebagai orang percaya kita yakin bahwa semua kejadian yang terjadi dalam hidup kita ini berada di bawah pengawasan Allah. Tidak ada satu kejadianpun yang terluput, termasuk kejadian-kejadian yang buruk, yang merugikan, yang tidak kita sukai dan yang menyakitkan kita. Dan sebagai orang percaya kita harus yakin bahwa Allah akan mengerjakan hasil yang baik buat kita.
Banyak orang cenderung mengaitkan "prestasi" yang dicapai dengan "kesuksesan" dan "ketiadaan prestasi" dengan "kegagalan". Jikalau hari ini kita diberi sekarung emas, maka kita akan dikatakan orang sukses; jika tidak maka kita akan disebut gagal. Jika kita memperoleh selembar ijazah, maka kita akan dikatakan sebagai orang yang sukses, jika tidak maka kita gagal. Jika kita telah sanggup memikat hati wanita yang kita cintai, kita "orang yang sukses". Jika tidak, kita "orang yang gagal". Memang manusia sesungguhnya tidak sanggup, namun Roh Kudus senantiasa akan memberi pertolongan. Orang-orang dunia tidak mau tahu dari mana dan bagaimana caranya kita memiliki emas, memiliki ijazah, memiliki wanita, yang penting itulah yang kelihatan nyata di dalam hidup kita yang dianggap berhasil.
Kita yang suka menonton film Hongkong tentu mengenal Jackie Chan (Chen Lung). Karena tak dapat memberi makan ketika bayi, orang tuanya ingin menjual Jackie seharga US$26 kepada dokter kandungan Inggris yang mengantarnya. Pada umur 7 tahun, Jackie bekerja di Academy Of Chinese Opera, yang terkenal akan kedisiplinannya di mana lebih dari 10 tahun, dari pagi sampai tengah malam, tujuh hari seminggu, Jackie harus menahan diri untuk tidak melihat acara musik, tari-tarian, dan pelatihan seni perang tradisionil. Pelatihan yang ia ikuti biasanya brutal dan kasar, di mana siswa digigit dan dibuat jerah jika tampil kurang bagus.
Nantinya ia tampil di film Hongkong sebagai stanman dan merangkak menjadi koordinator stanman lantas ia menjadi sutradara. Ketika Bruce Lee mati, Jackie dan bintang lain terpanggil mengisi kevakuman. Sayangnya ia gagal. "Sulit, sangat sulit sekali," ujar Jackie, "dari pada menjadi Bruce Lee palsu, lebih baik jadi diri sendiri"
Jackie lahir dengan nama kecilnya Steve, yang nantinya diubah Jackie Chan dan akhirnya Raymond Chow dari Golden Harvest mengubahnya menjadi Jackie. Pamornya naik pada tahun 1978 dalam film Snake In Eagle's Shadow. Sekarang Jackie menjadi bintang film besar Hongkong dan berpenghasilan besar di Amerika hampir US$50 juta setahun!
Sekali lagi, orang percaya diselamatkan dari pengharapan, walaupun semua itu tidak pernah kita lihat dari mata kepala kita sendiri. Artinya hanya boleh dijalani dengan iman kepada Tuhan. Sebuah pepatah yang indah berbunyi "Lebih baik mencoba, dari pada gagal mencoba." Sesuai dengan Roma 8:26 Roh yang akan membantu menyelesaikan segala kesulitan yang kita alami.
Ketiga, pengharapan orang-orang percaya merupakan kemuliaan. Setiap orang yang percaya kepada TUHAN pada akhir hidupnya akan dimuliakan TUHAN (ay. 30). Itu artinya bahwa jikalau pun kita menderita sementara di dunia ini, itu adalah merupakan sebuah proses menuju kemuliaan kita kelak. Kemuliaan kita harus dibayar dengan kesetiaan kita beriman kepada Yesus walau terkadang ada penderitaan yang harus kita lewati. Karena itu, teruslah berharap kepada TUHAN maka TUHAN akan memberikan kemuliaan-Nya bagi kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar