Minggu, 27 Oktober 2019
GKPA Jl. Cangkir Medan
Kotbah: Amsal 22:8–12 Bacaan: 1Korintus 6:1–8
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kesembilan belas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Allah Mencitai Kesucian Hati”. Kesucian hati menjadi hal yang sangat penting bagi TUHAN. Hati kita yang suci menjadi kata kunci untuk mendapat perhatian TUHAN. Penulis Amsal juga menyatakan hal yang sama. Pengamsal berkata, “Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja” (ay. 11).
Berbicara soal kesucian hati maka kita akan segera teringat perkataan Tuhan Yesus dalam khotbah di bukit “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat. 5:8). Orang yang suci hatinya, termasuk salah satu dalam 8 kategori orang yang akan mewarisi Kerajaan ALLAH sesuai perkataan Kristus Yesus di dalam Matius 5:3-12. Berdasarkan Matius ini ada delapan hal sifat hati yang harus kita miliki agar kita masuk surga, yaitu:
1. Miskin di hadapan ALLAH,
2. Berduka-cita,
3. Lembah-lembut,
4. Haus akan kebenaran,
5. Murah hati,
6. Suci hati,
7. Membawa damai, dan
8. Dianiaya.
Sifat keenam dari orang yang pasti ke sorga adalah suci hati. Tidak seperti banyak orang yang mengaku Kristen, pengikut sejati Kristus tidak hanya suci dari segi luarnya. Oleh kasih karunia ALLAH, hatinya telah disucikan. Ia benar-benar mengasihi Allah dari dalam hatinya, dan hal itu mempengaruhi perilaku dan peri sikapnya. Kristus Yesus berjanji bahwa orang seperti itu akan melihat ALLAH.
Ayat pada Amsal di atas, menunjukkan kesesuaian hati dan perbuatan, di mana orang yang suci hatinya akan berbuah dalam perkataan yang manis, juga perilaku yang manis. Bisa saja kata-kata manis datang dari orang yang tidak suci hatinya, tetapi sampai berapa lama kata-kata manis itu dapat bertahan? Dapatkah kata-kata manis itu berbuah perilaku yang manis bila tidak berasal dari hati yang suci? Tentu saja tidak.
Kesucian hati akan mendapat ganjaran atau upah. Dalam Amsal dikatakan "menjadi sahabat raja" - Kristus Yesus menggenapinya dengan memakai istilah "akan melihat ALLAH"
Dari teks ini perenungan kita adalah maukah kita menjadi sahabat raja atau melihat ALLAH? Peliharalah kesucian hati, jadilah contoh bagi dunia dengan memelihara kesucian hati sebagai orang percaya ... jangan sampai kita hanya menyaksikan orang menjadi sahabat raja, lalu mulai timbul rasa iri hati dan mulai mencemooh orang itu serta akhirnya kita terjatuh dalam dosa dan peghukuman.
Timbul pertanyaan kita sekarang adalah apakah yang harus kita lakukan agar kita bisa disebut orang yang suci hatinya?
Pertama, kita harus memiliki hati yang rasa CUKUP (ay. 8). Rasa cukup akan membuat kita tidak berbuat KECURANGAN, dijauhkan dari AMARAH (Ams. 14:29). Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan. Matius 5:6 menyebutkan, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran”. Artinya, kita tidak berhasrat berbuat curang, karena kita akan dipuaskan.
Kedua, hati kita harus dapat memberi dengan kemurahan hati agar kita menjadi berkat (ay. 9). Dengan rasa cukup yang kita miliki maka kita akan dimampukan memberi dengan kemurahan hati kita. Kita didorong untuk membagi rezeki kita kepada orang yang membutuhkan. Orang yang murah hatinya tentulah akan berbahagia karena mereka akan beroleh kemurahan (Mat. 5:7).
Ketiga, hati kita kita tidak berbantah kepada orang lain (ay. 10). Kita harus berhenti untuk mencemooh dan berbantah dengan orang karena kita dilatih untuk memiliki KETULUSAN dan KESUCIAN hati. Orang yang tidak mau berbantah-bantah dan lebih suka tulus dan suci hatinya maka ia akan berbahagia karena mereka akan melihat Allah (Mat. 5:8).
Ketiga, hati kita kita tidak berbantah kepada orang lain (ay. 10). Kita harus berhenti untuk mencemooh dan berbantah dengan orang karena kita dilatih untuk memiliki KETULUSAN dan KESUCIAN hati. Orang yang tidak mau berbantah-bantah dan lebih suka tulus dan suci hatinya maka ia akan berbahagia karena mereka akan melihat Allah (Mat. 5:8).
Kesucian hati maka akan dibarengi pula dengan kesucian perkataan sebab yang di terucap di mulut itulah yang meluap dari hati yang dapat menajiskan seseorang (ay. 11). Karena itu, tingkatkanlah kesucian hati kita di hadapan TUHAN agar kita menjadi berkat bagi sesama manusia. (rsnh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar