Minggu, 22 September 2019
“BERIBADAH HANYA KEPADA TUHAN”
Kotbah: Yosua 24:13-25 Bacaan: Wahyu 20:11-15
Minggu ini kita memasuki Minggu Keempatbelas Setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Beribadah hanya kepada TUHAN”.Ibadah yang benar hanyalah jika kita beribadah kepada TUHAN Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Banyak orang Kristen berpikiran bahwa yang dimaksud dengan ibadah hanyalah sebatas kegiatan-kegiatan di dalam gereja atau di persekutuan, di mana ada susunan liturgi yang harus diikuti: ada pujian, penyembahan, membaca Alkitab dan mendengarkan hamba Tuhan berkhotbah, serta berdoa. Akibatnya kita mendapati mereka memiliki dua sisi kehidupan yang berbeda, yaitu saat mereka berada di dalam gereja untuk mengikuti acara kebaktian dan saat mereka berada di luar jam-jam ibadah.
Saat berada di dalam gedung gereja mereka sepertinya khusuk (alim), taat kepada firman Tuhan, perkataan yang keluar dari mulut pun begitu Alkitabiah. Kemudian perilaku dan karakter mereka pun langsung berubah total saat berada di luar jam-jam ibadah, entah itu di rumah, kantor, sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Topeng-topeng mulai ditanggalkan dan kelihatanlah warna aslinya. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya" (2Tim. 3:5a). Tuhan menentang keras orang-orang yang "...datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan" (Yes. 29:13). Apalah arti semuanya itu!
Sesungguhnya, ibadah yang sejati bukan sekedar mengikuti acara-acara ibadah di gereja atau persekutuan, namun meliputi seluruh keberadaan hidup kita yang dilandasi oleh ketaatan dan sikap hati sebagai seorang hamba. Kita tahu bahwa tugas utama seorang hamba adalah untuk melayani dengan sepenuh hati, bukan minta dilayani, dihargai dan dihormati. Inilah sikap yang harus kita miliki dalam beribadah yaitu sikap seorang hamba yang sepenuh hati melayani Tuhan, yang di dalamnya terkandung unsur rasa takut dan hormat akan Dia. Sudahkah kita memiliki 'hati hamba' saat beribadah kepada Tuhan?
Di Yosua 24:14 diawali dengan pernyataan: “oleh sebab itu.” Dalam teks Ibrani sebenarnya terdapat kata “sekarang”(attah) dan “karena itu” (yare).Karena itu makna kata “oleh sebab itu” dalam Yosua 24 menyatakan: kini (sekarang) tibalah umat Israel harus mengambil sikap sebagai respons iman terhadap karya keselamatan yang telah dilakukan Allah. Respons iman yang diharapkan adalah: “Takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.”
Karena itu dalam beribadah dan menyembah Allah yaitu Yahweh tidak ada ruang sedikitpun untuk mendua kepada para allah tersebut. Umat Israel dalam beriman kepada Yahweh tidak dapat berada dalam wilayah “abu-abu.” Mereka harus berada pada posisi yang jelas. Karena itu di Yosua 24:15, Yosua berkata: ‘Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” Umat Israel diberikan suatu pilihan tanpa paksaan, apakah mereka pada hari itu mau beribadah kepada para allah nenek-moyang, ataukah kepada Yahweh. Mereka diberi kesempatan oleh Yosua untuk mengevaluasi seluruh pengalaman dan tindakan Yahweh, apakah ada yang tidak baik bagi mereka. Jika tidak baik, janganlah beribadah kepada Yahweh. Iman kepada Yahweh dibuktikan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari. Namun apapun pilihan umat Israel, Yosua sebagai pemimpin dan keluarganya telah mengalami dan membuktikan kebaikan dan pemeliharaan Yahweh. Karena itu Yosua terlebih dahulu menegaskan sikapnya, yaitu: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”
Sikap Yosua tersebut mengekspresikan suatu sikap seorang pemimpin yang tidak mudah terpengaruh oleh pandangan, opini, dan sikap umat yang dipimpinnya bila menyangkut soal iman. Yosua dengan jernih telah memberi wawasan dan refleksi teologis karya keselamatan yang telah dilakukan Yahweh. Karena itu logis bila dia telah menetapkan pilihan sikapnya untuk beribadah dan menyembah kepada Yahweh belaka. Namun sebagai pemimpin yang bersikap “demokratis” Yosua memberi keleluasaan kepada umatnya untuk mengambil pilihan dan sikap iman. Dengan sikap Yosua tersebut justru memampukan umat Israel untuk memilih sikap imannya dengan jernih.
Karena itu umat Israel kemudian memberi jawaban di Yosua 24:16-18 memberi jawaban yang intinya adalah: “Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain.” Umat Israel memilih dan memutuskan untuk beribadah dan menyembah kepada Yahweh saja, dan tidak kepada allah lain.
Namun Yosua mengingatkan bahwa sikap umat Israel yang memilih percaya kepada Yahweh bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Yosua mengingatkan umat Israel akan konsekuensinya bila mereka beribadah dan menyembah kepada Yahweh. Di Yosua 24:19, Yosua berkata: “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu.” Semangat dan antusiasme umat Israel untuk menyembah Yahweh dihadapkan oleh Yosua dengan suatu konsekuensi yang berbahaya dan menakutkan. Yahweh yang akan disembah umat Israel adalah Allah yang kudus dan cemburu. Allah yang kudus berarti Dia akan membinasakan semua hal yang cemar, dan berdosa. Allah yang mahabaik bisa menjadi “tidak baik” sehingga akan menghukum umat-Nya yang tidak setia (Yos. 24:20). Ia juga adalah Allah yang cemburu (elqana). Ungkapan Allah yang cemburu di Keluaran 20:4-5 dikaitkan dengan tindakan Allah yang akan membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Allah. Yahweh adalah Allah yang tidak bisa dipersekutukan dengan allah yang lain. Dia adalah Allah yang mahakuasa, satu-satunya Pencipta dan penyelamat bagi seluruh umat manusia. Karena itu beribadah, menyembah, dan melayani Dia membutuhkan keseluruhan (totalitas) diri umat. Yahweh hanya berkehendak dikasihi dan disembah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan umat-Nya. Dia menolak ibadah dan penyembahan yang setengah hati. Memilih dan beribadah kepada Yahweh, atau sama sekali tidak!
Respons umat Israel ternyata tidak berubah. Mereka memilih tetap setia dan melayani Yahweh, sehingga mereka berkata: “Kepada Tuhan, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan” (Yos. 24:24). Mereka dengan sungguh-sungguh mengucapkan ikrar yaitu sumpah setia kepada Yahweh, dan bersedia senantiasa mendengarkan firman-Nya. Atas dasar ikrar umat Israel tersebut, Yosua kemudian mengikat perjanjian dan membuat ketetapan serta peraturan bagi mereka di Sikhem (Yos. 24:25). Dengan perjanjian di Sikhem tersebut, umat kini memasuki tahap kehidupan baru sebagai umat perjanjian yang diperkenankan Allah hidup di tanah perjanjian, yaitu Kanaan.
Dari perikop ini setidaknya ada empat hal penting tentang ibadah bagi orang percaya, khususnya arti pentingnya bagi keluarga Kristen saat ini, yakni:
Pertama, ibadah harus didasarkan pada takut akan Allah.Orang yang beribadah belum tentu takut akan Tuhan, tetapi orang yang takut akan Tuhan pasti beribadah, bagaimanapun situasi dan kondisinya. Contoh : Daniel, sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah orang yang takut akan Tuhan dan tetap ibadah kepada Tuhan walaupun bahaya menanti dan rintangan menghadang mereka.
Kedua, ibadah kepada Allah harus berasal dari hati yang tulus iklas. Kata tulus iklas dapat diartikan sebagai: rela, sungguh-sungguh, dan penuh penyerahan. Ketulusan kita berbakti kepada Tuhan terlihat dari sikap dan tindakan-tindakan kita. Contoh : Ketika saya meminta putra saya mengambilkan secangkir air minum atau mengambil sesuatu untuk saya, maka saya akan tahu dengan segera apakah ia melakukannya dengan tulus atau tidak, reaksinya terlihat atau tergambar dari raut mukanya dan tindakannya.
Ketiga, ibadah kepada Allah harus dilakukan dengan setia.Ibadah dengan setia ini dalam tiga pengertian, yaitu: Ibadah dengan komitmen, ibadah dengan tekun atau terus menerus, dan ibadah yang menjadi gaya hidup kita. Kesetiaan diawali dari sebuah komitmen (keputusan) yang kuat. Komitmen adalah sebuah penyerahan yang total. Komitmen yang setengah-setengah tidak dapat disebut komitmen. (contoh raja Saul). Komitmen dimulai dari sikap hati. Selanjutnya komitmen itu harus dilakukan, sebab sebuah komitmen tidak dapat disebut komitmen jika tidak dilakukan. Dan ibadah ini akhirnya harus menjadi gaya hidup yang dilaksanakan tanpa paksaan tetapi dengan sukacita dan karena kasih kepada Tuhan.
Keempat, peranan seorang ayah (pria) untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada tuhan tidak dapat ditawar-tawar. Inilah yang dilakukan Yosua terhadap keluarganya. Ia mendemonstrasikan peran ini. Peranan orang tua terutama, seorang ayah (pria) untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada Tuhan berlaku dalam Perjanjian Lama dan tidak dibatalkan dalam Perjanjian Baru. Dari sekian banyak peranan ayah dalam Alkitab, saya membagikan dua hal kepada kita, yaitu : (1) Peranan ayah sebagai kepala rumah tangga, (Ef. 5:22-29). Yaitu: Pemimpin keluarga dan pengambil keputusan; Pengayom bagi semua anggota keluarga; Pelindung yang melindungi dan bertanggung jawab; Mendidik, menegor dan menasihati (Ef. 6:4); Memberi contoh dan teladan yang baik bagi keluarga. Ada yang mengatakan “anak adalah blue print dari orang tua”. (2) Peranan ayah sebagai imam, yaitu: Sebagai imam Ia harus memimpin dan mengatur ibadah dalam keluarga; Berdoa setiap waktu kepada Allah bagi seluruh anggota keluarganya dan juga bagi dirinya sendiri. Karena itu, marilah kita pastikan bahwa semua keluarga kita hanya beribadah kepada TUHAN saja. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar