Renungan hari ini:
BUKAN UNTUK DILAYANI, MELAINKAN UNTUK MELAYANI
Matius 20:28 (TB) “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang"
Matthew 20:28 (NET) “Just as the Son of Man did not come to be served but to serve, and to give his life as a ransom for many”
Dilayani lebih terhormat daripada melayani. Itulah pemikiran manusiawi. Tetapi menurut Yesus, sebaliknya, yang terhormat adalah melayani. Itulah sebanya Tuhan Yesus menyampaikan pernyataan di atas ketika merespon permintaan ibu dari Yohanes dan Yakobus di ayat sebelumnya (20:20) agar kelak di surga Yohanes dan Yakobus dapat duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya. Sungguh menyedihkan melihat kenyataan bahwa menjelang masa sengsara yang hendak dimasuki oleh Tuhan Yesus, murid-murid-Nya (secara khusus Yohanes dan Yakobus) ternyata masih ingin memperebutkan kedudukan. Walaupun Tuhan Yesus telah memperlihatkan banyak teladan melalui kehidupan-Nya, murid-murid-Nya masih belum memahami bahwa kebesaran dalam Kerajaan Allah itu diukur melalui pelayanan yang dilakukan dan orang yang lebih dihargai dalam pandangan Allah adalah orang yang menempatkan diri sebagai hamba (20:26-27).
Kata yang dipakai di sini untuk pengertian “melayani”adalah “diakonein”, yang menggambarkan pelayanan di meja makan. Sehingga penggambarannya adalah bagaimana Yesus melayani setiap mereka yang membutuhkan, dengan penuh kasih dan tanggung jawab penuh. Hal ini juga mengingatkan kita akan apa yang dilakukan Yesus ketika membasuh kaki para murid-Nya.
Guru membasuh kaki murid sungguh tak lazim dan sangat merendahkan diri guru itu sendiri. Ucapan Yesus Kristus ini sangat tepat sasaran untuk mengoreksi sikap para murid yang justru berlomba untuk menjadi yang terbesar. Sikap yang justru mewarnai kebanyakan para pelayan masa kini, yang memakai pakaian serba wah, mobil mewah, bahkan bodyguard, dengan berbagai alasan diberkati dan lain-lain.
Dengan segera kita bisa mengerti apa yang dimaksud Yesus dengan melayani, yakni bukan melayani diri melainkan memberi diri.Yesus Kristus yang melayani, dengan mencari orang berdosa, menebus dosa mereka, bahkan dengan memberikan nyawa-Nya sendiri di salib. Dia yang tidak berdosa, harus menanggung banyak dosa manusia berdosa, sehingga dalam kematian-Nya manusia dibebaskan, dan dalam kebangkitan-Nya manusia dimenangkan. Seluruh hidup Yesus selama 33 tahun ditandai oleh jiwa melayani. Tujuan hidup-Nya bukanlah untuk mendapatkan pelayanan, melainkan untuk memberikan pelayanan. Alkitab tidak menggambarkan Yesus sebagai Tuhan yang berjaya atau berkuasa, melainkan sebagai Tuhan yang melayani dan menghamba.
Hal lain yang juga menarik untuk kita perhatikan adalah penekanan yang disampaikan Tuhan Yesus dalam ayat 26 ketika Ia mengatakan “Barang siapa ingin menjadi besar diantara kamu…” Itu berarti tidak salah untuk menjadi besar. Tapi yang Tuhan peringatkan disini adalah “cara” yang dilakukan untuk menjadi besar. Apa yang “besar” dalam konsep kerajaan Allah ternyata berbeda dengan konsep dunia ini mengejar untuk menjadi besar. Bila kita atau ketika kita ingin menjadi besar, maka ada cara tertentu yang Tuhan sudah tetapkan dan tidak ada cara lain untuk mencapai kebesaran itu.
Dunia mengajarkan kepada kita bagaimana cara untuk mencapai sukses dan besar. Kenyataan memperlihatkan pada kita, orang sering saling sikut untuk bisa mencapai kedudukan tertentu, saling fitnah dan menjatuhkan supaya bisa menduduki posisi tertentu. Orang harus mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya untuk mencapai suatu ukuran kesuksesan. Itulah pembelajaran yang seringkali diberikan oleh dunia ini. Tetapi Tuhan punya cara sendiri yang seharus dilakukan oleh warga kerajaan Allah yang mengejar kebesaran, yaitu: Yang menjadi besar adalah dia yang melayani.
Menjadi pelayan itu berarti menjadi hamba, atau dalam tatanan masyarakat pada waktu itu disebut budak. Budak itu hidupnya hanya bekerja memberi pelayanan bagi orang lain tanpa ada kredit sedikitpun diberikan padanya. Bahkan orang tidak bilang “terima kasih” pada budak, dan seorang budak tidak terpikirkan olehnya untuk menuntut apresiasi dari orang yang dia layani. Sekarang Tuhan mengatakan yang terbesar adalah orang yang menempatkan dirinya sebagai budak ditengah sesamanya.
Maksud Tuhan tentu bukan supaya murid-murid semua menjadi budak dan dijual ke pasar, karena Tuhan pun hadir dalam komunitas saat itu dalam format atau status sebagai guru, bukan budak. Yang dimaksud disini adalah, menjadi hamba yang melayani harus menjadi suatu format cara pikir kita dalam melakukan apa saja, sehingga melayani menjadi paradigma hidup. Apapun profesi yang kita kerjakan, apapun tanggung jawab yang sedang kita pegang, seharusnya kita lakukan dengan hati yang “melayani”. Kita sering berpikir sempit tentang apa yang disebut “melayani” seakan hanyalah sebatas aktifitas dan kedudukan di gereja. Padahal melayani harus menjadi cara hidup dalam keseluruhan hidup kita. Kalau saudara seorang karyawan, maka bekerjalah sebagai seorang yang melayani, yang memberikan terbaik dari apa yang saudara bisa lakukan. Dengan cara itulah kita menjadi orang yang “besar”. Bukankah kalau kita bekerja sungguh-sungguh, belajar sungguh-sungguh, dan memberikan yang terbaik , maka kita juga akan mendapatkan ”upah” yang baik juga? Tapi semua upah itu adalah bonus, bukanlah tujuan atau goal. Karena itu melayanilah dengan baik agar kita menjadi yang terbesar. (rsnh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar