Renungan hari ini:
BELAJAR CUKUP
1 Timotius 6:8 (TB) "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah"
1 Timothy 6:8 (NET) "But if we have food and shelter, we will be satisfied with that”
Cukup itu realitf. Cukup bagi saya belum tentu cukup bagi orang. Karenanya setiap orang berbeda-beda rasa cukupnya. Nas hari ini hendak mengajak setiap kita sebagai orang percaya agar tidak menginginkan apapun, lebih dari apa yang kita dibutuhkan atau kita perlukan. Artinya bila yang kita perlukan setiap hari adalah apa yang bisa kita makan dan pakai, maka seharusnya itu cukup.
Bagi orang percaya, seharusnya yang kita pikirkan melebihi apapun termasuk melebihi semua kebutuhan hidup ini, adalah bagaimana kita mengarahkan seluruh hidup kita hanya untuk terus melakukan kehendak Allah, supaya semakin hari kita semakin menjadi pribadi yang berkenan di hadapan Bapa di Sorga.
Mengapa Paulus menegaskan hal ini bagi Timotius? Karena ada golongan pengajar-pengajar yang menempatkan pelayanan gerejawi sebagai "sarana untuk mendapatkan nafkah," bahkan terlebih dari itu "cara memperoleh keuntungan." Memang, seorang pelayan Tuhan tentu boleh hidup dari pelayanan. Namun apabila pelayanan digunakan sebagai "cara memperoleh keuntungan," hal tersebut tentulah bukan pelayanan. Oleh karena itu Paulus memilih pelayanan yang dilakukannya, bukan sebagai pelayan yang "professional," sebaliknya, ia memilih jalur amateur. Ia melatih diri agar dirinya tidak jatuh pada dosa "menjual Firman Tuhan untuk kepentingan diri." Sembari melakukan pelayanan kepada jemaat. Paulus menafkahi dirinya sebagai pembuat tenda. Menjadi pelayan Kristus yang "Amateur" (tidak menerima upah) adalah suatu kehormatan bagi dirinya: “Kalau demikian apakah upahku (MISTHOS)? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah (ADAPANOS), dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (1Kor. 9:18).
Paulus bermaksud mengatakan, "Iman Kristen dengan kecukupan untuk kehidupan ini merupakan cara luar biasa untuk memperoleh keuntungan." Adalah penting untuk memiliki rasa cukup dengan penuh syukur terhadap berkat dan keadaan yang diterima.
Istilah bahasa Ibrani untuk "sikap bersyukur kepada Allah" adalah: הַכָּרַתהַטֹּוב - HAKARAT HATOV,harf: mengingat kebaikan. Syukurilah apapun yang kita miliki. Nas hari ini menulis "asal ada makanan dan pakaian, cukuplah." Sebab, kesalehan (LAI-TB: ibadah) itu menguntungkan dalam segala hal, bahwa kita dapat memberikan pujian dan ucapan syukur kepada Allah. Dan pada ayat 7, Paulus menekankan pengajararan eskatologisnya, bahwa "kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."
Sikap serakah dan bernafsu mengejar uang menyebabkan orang mengabaikan Allah sebagai sumber kebaikan bagi kita. Tuhan kita, Yesus Kristus telah memperingatkan: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Mat. 6:24)
Sikap serakah akan uang/hal-hal materi karena ingin menjadikan dirinya kaya merujuk karena kecintaan mereka kepada uang. Sehingga untuk mendapatkan apa yang ia cintai itu (yaitu uang) banyak orang terjatuh dalam pencobaan (berbuat dosa) yang kalau dilakukan terus-menerus dan tidak mau bertobat akhirnya mencelakakan dirinya kepada kebinasaan.
Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri. Tak perlu takut berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya. “Cukup” jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup. Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Mencukupkan diri dengan rasa syukur, syukurilah apa yang kita punya. Syukur atas makanan, Syukur atas pakaian, Syukur atas keluarga yang baik, dan seterusnya, rumah yang baik, anak-anak yang sehat, dll. Ingatlah akan kebaikan Allah yang memelihara kita selama ini, mengingat kebaikan dan hal-hal yang baik terhadap yang telah kita miliki: “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala” (Mzm. 25:6). Karena itu, marilah belajar mencukupkan diri. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar