Minggu, 7 Oktober 2018
Kotbah: 2Timotius 4:1-5 Bacaan: Keluaran 4:10-17
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kesembilan belas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Menjadi Pemberita Firman”. Pemberita Firman TUHAN selalu orang anggap adalah dengan cara berkotbah di mimbar dan harus belajar ke sekolah teologi. Selain itu, pemberita firman TUHAN dipahami ialah mereka yang menerima tahbisan (pendeta, guru jemaat, biblevrow, diakones, dan sintua). Pemahaman ini tidak salah sebab merekalah yang sering secara verbal kita lihat pemberita Firman TUHAN baik di Gereja, Keluarga dan Masyarakat.
Menjadi pemberita Firman tidak hanya anggapan seperti di atas tadi. Pemberita Firman TUHAN itu berlaku bagi semua orang. Sebagai kepala rumah tangga, sebagai ibu rumah tangga, sebagai pegawai negeri/swasta, sebagai pengusaha/wiraswasta, sebagai sopir/masinis/pilot, sebagai tukang sapu, pebisnis, penjual Koran, dan lain-lain juga adalah pemberita Firman. Memberitakan Firman tidak harus fasih berkata-kata seperti berkotbah, tetapi kita memberitakan Firman TUHAN melalui tutur kata, pola laku, tindakan, dan perbuatan kita kepada semua orang itulah juga pemberita Firman.
Sebagai orang percaya kita bersama-sama memberitakan Firman TUHAN kepada semua orang. Kita memberitakan Firman TUHAN dalam keseharian kita. Melalui tutur kata dan sikap sopan santun kita di kantor, di pasar, di ladang/sawah, orang merasakan kehadiran TUHAN. Saat kita berada bersama-sama dengan keluarga, sahabat dan rekan-rekan kita mereka merasakan ada kebaikan, kebahagiaan yang keluar dari dalam diri kita. Itulah pemberita Firman.
Kita semua adalah pemberita Firman TUHAN. Firman TUHAN ini bukan hanya untuk Timotius, tetapi untuk semua gereja Tuhan, orang-orang percaya yang telah dipanggil-Nya dan menerima kasih Tuhan yang besar. Kesempatan dan tanggung jawab untuk memberitakan Injil adalah milik kita semua. Mungkin kita berkata: “Aku tidak tahu caranya, bagaimana ya, aku bukan pendeta atau penginjil”. Setiap orang percaya yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, di dalam dirinya ada Firman yang hidup. Di mana dan kemana, ia sedang memberitakan firman itu, ”kamu adalah kitab terbuka yang dikenal dan dibaca oleh semua orang” (2Kor. 3:2). Ide-ide hasil pemikiran kita, tutur kata dan cara penyampaian bahasa, juga semua karya yang dihasilkan, sesungguhnya adalah buah pemberitaan Injil, yang Tuhan tanam didalam diri kita. Masalahnya apakah kita berani menyaksikan itu kepada orang lain, bahwa semua itu datang dari kasih Allah yang besar bagi kita, melalui karya Yesus.
Sebagai pemberita Firman TUHAN, jangan mengubah berita Kabar Baik itu. Pusat dari pemberitaan adalah Allah sendiri. Kasih-Nya yang besar yang diberikan kepada manusia yang sesungguhnya tidak pantas menerimanya, diberikan melalui Yesus Kristus sebagai penebus, dan bagaimana manusia yang ditebus itu hidup dalam ketaatan. Inilah pusat dari semua pemberitaan kita. Bukan dongeng-dongeng atau semua cerita yang hanya memuaskan keinginan telinga (ay. 3-4).
Sebagai pemberita Firman TUHAN, jangan hanya sesekali, melainkan kita harus rajin dalam melakukan pemberitaan Firman TUHAN itu. Pemberitaan Injil sering diibaratkan seperti seseorang yang sedang pergi menabur, kita tidak tahu mana setiap taburan itu yang tumbuh dan menghasilkan buah. Pengkotbah 11:6 mengatakan: “Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil atau kedua-duanya sama baik”. Tidak semua orang menerima baik setiap pemberitaan, kita akan menemukan bermacam-macam respon orang atas pemberitaan ini. Ada orang yang menerima dengan senang tetapi kemudian melupakan. Ada orang yang dengan terang melawan dan menolak pemberitaan. Ada juga yang menerima dengan sungguh-sungguh dan menghasilkan buah yang baik. Sehingga Paulus mengatakan: “Siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,..rajinlah dan terus bekerja, selagi kesempatan itu diberikan kepada kita”. Paulus menjadikan dirinya sebagai teladan, bagaimana ia berusaha keras menjadi pemberita. Kalau kita melihat peta perjalanan misi Paulus dalam memberitakan firman itu luar biasa, bukan hanya lingkup Asia kecil tapi juga sampai ke Eropa, bahkan penjara dan belenggu tidak menjadi penghalang bagaimana Injil sampai kepada setiap telinga. Para prajurit, pengawal, penguasa,orang yahudi bahkan orang-orang yang jauh yang susah untuk dia jumpai sekalipun, Paulus sampaikan berita Injil, meskipun hanya lewat surat-suratnya. Banyak sekali buah yang dihasilkan Paulus yang dampaknya sampai sekarang ini, bahkan para misionaris yang datang ke Indonesia membawa Injil adalah mereka yang datang dari bangsa-bangsa dimana Paulus memberitakan injil.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah yang harus kita persiapkan agar kita menjadi pemberita Firman TUHAN yang baik? Setidaknya ada empat hal yang harus kita lakukan, yakni:
Pertama,perhatikanlah dirimu dalam segala hal. Seorang pemberita Firman TUHAN haruslah seorang yang dapat menjaga, mengamati, dan menonton, dirinya sendiri: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.”(1Tim. 4:16). Kecenderungan manusiawi kita adalah melihat apa yang ada di depan mata. Kita susah melihat kelemahan kita tetapi sangat cepat mengamati kekurangan orang: “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” (Mat. 7:3), sehingga kita sangat senang menghakimi: “Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.” (Mat. 7:4). Padahal pekerjaan menghakimi bukanlah hal yang patut dikerjakan oleh manusia: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Mat. 7:1) Karena sudah jelas ukuran penghakiman kita tidak layak dan kita sendiri pun penuh kelemahan: “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Mat. 7:2)
Kedua, tahan menderita. Kristianitas adalah tindakan secara rela untuk memikul salib. “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24). Kita tidak dipanggil menjadi umat kristiani dengan garansi tanpa penderitaan. Bahkan sejatinya kekristenan adalah penderitaan. Mengapa? Karena kita ditempatkan di dunia ini dengan kewajiban untuk tidak menjadi sama dengan dunia. Kita harus berbeda dengan gaya hidup duniawi: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm.12:2) Bahkan secara khusus Paulus mengatakan bahwa orang yang hendak menjadi pelayan Tuhan, akan menderita aniaya: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2Tim. 3:12). Jadi orang yang menganggap bahwa menjadi hamba Tuhan akan selalu baik-baik saja harus mulai mengerti bahwa jawatan palayanan dalam gereja adalah sebuah pekerjaan memikul salib yang berat, namun demikian Paulus berpesan kita tidak perlu khawatir karena Dia akan selalu menolong dan menguatkan kita untuk menahan penderitaan.
Ketiga, lakukan pekerjaan pemberita Firman TUHAN dengan sebaik-baiknya. Pemberita Firman TUHAN bukan sekedar jawatan, tetapi merupakan pengabdian tanpa mengenal batas dan waktu. Seorang pelayanan bukanlah seorang pemalas yang ogah-ogahan dan berpangku tangan. Seorang hamba Tuhan tidak cukup berdiri di depan pintu gereja dengan senyum dan menyalami jemaat saat pulang gereja, tetapi dia harus pergi dan berusaha dengan keras agar Injil diberitakan. Gereja di mana kita hidup hari ini mengalami degradasi. Para pendeta menjadi gemuk dengan perut membuncit karena lebih senang duduk-duduk di kantor gereja tanpa merasa perlu lagi memberitakan Injil. Kebanyakan pendeta juga terlena dengan jumlah pengunjung ibadah raya sehingga tidak merasa perlu bekerja dengan keras lagi menjangkau jiwa di luar sana. Yang paling menyedihkan adalah banyak pelayan di gereja yang bekerja karena dorongan perut bukan dorongan hati. Mereka melayani karena perut mereka. Atau dengan kata kasar. Mereka hanyalah sebatas pelayan amplop: “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya” (Rm.16:18) Sejatinya, Alkitab mengatakan bahwa pelayanan yang benar adalah pelayanan yang menjangkau jauh keluar tembok gereja: “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”(Yak. 1:27)
Keempat, tuntaskanlah pelayananmu. Pelayanan seorang kristiani adalah sampai akhir hayat. Tidak ada istilah pensiun dalam pelayanan. Saya adalah salah seorang yang menentang aturan emiritus (pensiun) dalam jawatan gereja. Kita tidak boleh pensuin sampai Tuhan memanggil kita pulang. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia sudah sampai ke garis finish. Dia telah berhasil mengakhiri pertandingan imannya “melawan” dunia. Ia telah setia memelihara iman kepada Yesus Kristus selama hidup: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim. 4:7). Ada sebuah terjemahan yang indah: to do your job well, (CEV). Benar, dalam menunaikan tugas pelayanan, kita harus bekerja dengan baik. Jangan serampangan dan asal jadi. Jadilah pelayan yang mengerjakannya dengan sungguh dari dasar hati sampai engkau kelak kembali dipanggil pulang oleh-Nya. Amen.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah apakah yang menjadi alasan mengapa kita harus menjadi pemberita Firman Tuhan?
Pertama, karena mandat Allah (ay. 1-2). Panggilan pemberita Firman TUHAN adalah panggilan setiap orang percaya. Memang dalam surat ini secara khusus Paulus memberi mandat kepada Timotius untuk memberitakan firman Tuhan, tetapi perintah atau mandat untuk memberitakan firman Tuhan, bukan berasal dari Paulus, tetapi dari Allah (lihat ay. 1-2 bnd. Mat. 28:18-20; Mrk. 16;15; Kis.1:8). Begitu pula cakupannya, bukan semata ditujukan kepada Timotius, tetapi juga ditujukan kepada setiap orang percaya, karena setiap orang percaya adalah imamat yang rajani (bnd. 1Ptr. 2:9). Ini konsep yang baru dan berbeda dengan era dalam Perjanjian Lama di mana pemberita firman Tuhan hanya sebatas kepada orang-orang tertentu (imamat meditorial).
Setiap orang percaya berhak dan bertanggung jawab untuk memberitakan firman Tuhan. Tetapi sebagai pemberita ada hal penting yang perlu diketahui agar memiliki pemahaman yang benar dalam memberitakan firman Tuhan.
Kedua, karena pemberita Firman TUHAN hendak membawa berita keselamatan (ay. 3-4). Alkitab adalah berita keselamatan dan kebenaran Allah yang memerdekakan (bnd. Yoh. 8:32). Firman itu harus diberitakan kepada setiap orang agar menjadi pedoman bukan sebagai kenang-kenangan, sehingga iman mereka bertambah kian dewasa (Rm. 10:17) dan tidak bercacat cela (1Tim. 6:14). Barang siapa yang menerima firman Tuhan yang didengar saat firman itu diberitakan akan menjadi "alat pacu" untuk meresponi keselamatan dan pemateraian Roh Kudus (Ef. 1:13). Dan penghayatan terhadap firman Tuhan akan membuat hidupnya kian bertambah baik (lihat Kis. 17:11). Begitu pula dengan damai sejahtera yang menyelubungi hati adalah hasil yang diperoleh akibat penerimaannya akan firman Tuhan.
Timotius memiliki seorang ayah kafir, tetapi ibunya Eunike dan neneknya Lois adalah orang percaya yang menuntun dia kepada keselamatan (bnd. 2Tim. 1:5). Firman Tuhan yang diajarkan kepadanya sejak di usia dini menyebabkan Timotius meresponi keselamatan dari Allah (baca 2Tim. 3:15b; bnd. Ef. 1:13; Rm. 10:14-15). Selanjutnya, Paulus kian melengkapi Timotius dengan pengajaran yang benar dan pola hidup yang selaras dengan kebenaran firman Tuhan (bnd. 2Tim. 3:10, 14).
Ketiga,pemberita Firman TUHAN akan membawa transformasi kehidupan (ay. 5). Seorang Ateis berkata kepada seorang kepala suku di Afrika ketika melihat anaknya sedang membaca Alkitab. Dengan sikap mengejek ateis tersebut sesumbar berkata, ”Kenapa kau ijinkan anakmu membaca Alkitab, itu buku jelek dan tidak masuk akal,” Lalu kepala suku berkata kepada Ateis itu, ”Karena Alkitab yang telah dibacanya itu maka kehidupannya mengalami perubahan. Sebelumnya ia adalah seorang yang jahat, pemarah dan penuh kebencian, tetapi sekarang ia berubah secara drastis. Kalau dahulu, bila dia melihat kamu bersikap seperti ini, pasti kamu sudah dimakannya karena sebelumnya dia adalah seorang penjagal manusia. Kalau Alkitab itu buku yang jelek dan tidak baik kenapa hidupnya bisa menjadi lebih baik?”
Kondisi manusia di saat Paulus menuliskan surat ini, sedang mengalami kemerosotan moral. Ada 19 ciri kemerosotan moral yang sedang terjadi saat itu, yaitu: mencintai diri sendiri, pendusta, sombong dan lainnya (baca selengkapnya dalam 2Tim. 3:1-9). Paulus menegaskan bahwa kemerosotan moral itu dapat diantisipasi melalui pemberitaan firman Tuhan yang akan mentransformasikan kehidupan bagi siapa saja yang dengan segenap hati mendengarnya (2Tim. 3:16-17 bnd. Rm. 10:17). Itu artinya, tidak satu pun buku yang dapat mengubahkan hidup manusia kecuali Alkitab.
Tetapi Paulus juga menegaskan bahwa upaya transformasi kehidupan itu harus dibarengi dengan cara penyampaian firman Tuhan yang baik dan benar serta keteladan hidup dari sang pengkotbah yang mencerminkan firman Tuhan yang telah dikotbahkannya. Frase ”kuasailah dirimu dalam segala hal” (ay. 5), memberi indikasi bahwa bahwa pengkotbah bukan semata menguasai teknik berkotbah tetapi juga mampu menguasai prilakunya. Dalam suratnya yang lain, Paulus mengingatkan Timotius akan konsekuensi penolakan dari jemaat bila hidupnya tidak seperti yang dikotbahkannya (lih. 1Tim. 4:16; bnd. 1Kor. 9:27). Bukankah kotbah yang hidup itu adalah kehidupan dari sang pengkotbah itu sendiri? Gagasan itulah yang sedang ditekankan oleh rasul Paulus melalui teks ini, sehingga kehidupan umat Tuhan mengalami transformasi oleh pemberitaan firman Tuhan. Karena itu, jadilah pemberita Firman TUHAN yang baik. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar