“AMA GKPA YANG UNGGUL MELAYANI DALAM KELUARGA”
(Efesus 5:23-28)
PENDAHULUAN
Pertama-tama saya menyambut baik acara Pesta Ama GKPA se-Distrik II Sipirok Dolok Hole (SDH) ini dalam rangka memeriahkan dan menyemarakkan “Tahun Ama GKPA 2018”. Kedua, selamat merayakan pesta sukacita ini dalam kebersamaan Ama dalam berbagai kegiatan baik Festival Kor Ama, Seminar, KKR, dan Ibadah Syukuran Ama GKPA Distrik II. Ketiga, kiranya kegiatan Ama ini semakin menjalin hubungan Ama GKPA semakin kuat untuk menjadi kaum Ama yang mampu menopang dan mendukung pertumbuhan keluarga, Gereja dan masyarakat.
Dalam rangka memeriahkan Tahun Ama di GKPA Distrik II ini, kita akan mencoba mendiskusikan bersama tentang “Ama GKPA yang Unggul Melayani dalam Keluarga”. Mari kita gali bersama keunggulan kita dalam rangka melayani keluarga kita, juga Gereja GKPA dan serta masyarakat kita.
Ama GKPA Yang Unggul Melayani
Ama yang unggul melayani pastilah diidam-idamkan setiap istri dan anak-anak di tengah keluarga. Ama yang unggul melayani pasti akan membawa berkat bagi setiap keluarga. Ama yang unggul melayani akan membawa keuntungan besar. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan pelayanan ama yang unggul melayani (excellent service) antara lain:
a. Isteri akan senang dan akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada suami dan anak-anak.
b. Menumbuhkan kepercayaan istri dan anak-anak.
c. Mempertahankan keluarga agar tetap loyal beriman kepada Yesus Kristus.
d. Dapat menumbuhkan semangat fanatis kepada GKPA.
Unggul melayani adalah suatu konsep pelayanan yang dilakukan oleh kaum Ama GKPA untuk melayani keluarga (baca: isteri dan anak-anak) dengan baik. Bisa diartikan bahwa ini adalah usaha agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Secara etimologi, pelayanan bisa diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan keluarga. Pada dasarnya melayani adalah kegiatan yang bersifat tidak berwujud yang ditawarkan kepada keluarga yang dilayani. Karakteristik unggul melayani dinyatakan sebagai berikut:
a. Sifatnya tidak bisa diraba, tetapi bisa dirasakan.
b. Merupakan tindakan nyata bukan isapan jempol.
Unggul melayani adalah suatu pola layanan terbaik yang mengutamakan kepedulian terhadap keluarga. Unggul melayani (Excellent service)ini dasarnya sama dengan customer service, dan customer care,hanya berbeda pada konsep pendekatannya saja. Namun yang paling penting dalam memberikan pelayanan kepada keluarga, minimal harus ada tiga hal pokok, yaitu: peduli pada keluarga, melayani dengan tindakan terbaik, dan memuaskan keluarga. Jadi, keberhasilan ama unggul melayani tergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, dan tanggungjawab dalam pelaksanaannya di tengah-tengah keluarga.
Dalam rangka menjadikan kita menjadi ama yang unggul melayani maka kita juga akan memenuhi standar kualitas yang sesuai dengan harapan dan kepuasan keluarga. Sehingga dalam pelayanan yang unggul terdapat dua elemen penting yang saling berkaitan yaitu pelayanan dan kualitas. Kualitas pelayanan sendiri memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Namun dari beberapa definisi yang dikemukakan, terdapat beberapa kesamaan, yakni:
a. Kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan keluarga.
b. Kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan.
c. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan proses yang memenuhi harapan keluarga.
Intinya, unggul melayani itu adalah kita harus mampu:
1. Membuat keluarga merasa penting.
2. Melayani dengan ramah, tepat, dan cepat.
3. Pelayanan yang mengutamakan kepuasan keluarga.
Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimana cara Ama GKPA agar bisa menjadi ama yang unggul melayani di tengah-tengah keluarga? Untuk menjadi ama yang unggul melayani kita harus bisa menjadi ama yang “TEDUH”.Apa itu ama yang TEDUH?
Pertama,ama GKPA menjadi “T”anggap.Sebagai ama di tengah keluarga kita harus cepat tanggap dan peka terhadap apa yang terjadi dengan isteri dan anak-anak kita. Kita harus menjadi orang yang pertama tahu apa yang terjadi dan dirasakan oleh keluarga kita. Jangan kita lebih tahu apa yang terjadi di tetangga sebelah atau keluarga lain sementara apa yang terjadi di keluarga kita tidak kita ketahui.
Kedua,ama GKPA menjadi “E”mpati.Seorang ama harus bisa berempati dengan istri dan anak-anak kita. Setiap hari kita harus menjalin hubungan emosional dengan mereka. Sebagai seorang suami kita harus bisa merasakan apa yang dirasakan oleh istri dan anak-anak kita dan menolong mereka di kala mereka mengalami pergumulan. Kita harus siap mendengar keluhan mereka dan memberikan nasihat dan bimbingan bagi mereka.
Ketiga,ama GKPA menjadi “D”ambaan.Seorang ama harus bisa menjadi dambaan seorang istri dan anak-anak kita. Kita bisa menjadi panutan, teladan, figure yang baik di tegah-tengah keluarga. Ama yang menjadi dambaan keluarga akan selalu membawa berkat dan kebahagiaan keluarga.
Keempat,ama GKPA menjadi “U”jung Tombak.Seorang ama harus bisa menjadi ujung tombak keluarga untuk mencari dan membutuhi nafkah kehidupan jasmani dan rohani. Kita menjadi ama yang bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan bagi keluarga. Kita menjadi pembela dan pemimpin serta kepala keluarga yang berkualitas. Kita bukan menjadi ujung tanduk yang setiap hari menanduk istri dan anak-anak. Tetapi kia adalah ujung tombak yang berada di garda depan dalam rangka menjadikan keluarga kita menjadi keluarga kebanggan.
Kelima,ama GKPA menjadi “H”armonis.Seorang ama harus bisa menjadikan kehidupan keluarga yang harmonis. Walau ada banyak masalah dan pergumulan di tengah keluarga, namun sebagai ama kita mampu menjadikan suasana tetap harmonis dan rukun dengan keluarga. Kita harus bisa rebut rukun di tengah keluarga. Bisa saja kita bertengkar dengan istri dan anak-anak tapi harus berakhir dengan kebahagiaan. Pergumulan membuat kita semakin harmonis bukan membuat kita semakin kacau-balau.
Couple bagi Isteri
Selain itu, agar kita menjadi ama yang unggul melayani maka kita juga harus bisa menjadi “COUPLE”(pasangan) yang baik bagi istri kita.
C = Closeness (Kedekatan.) “Sebab itu seorang laki laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24). Awal pernikahan sangat penting untuk menciptakan suasana atau kebiasaan hubungan erat di antara suami istri, sebelum mereka menghadapi masalah di kemudian hari.
O = Openess (Keterbukaan). Istri menginginkan keterbukaan dari suaminya, karena itu jangan ada yang ditutupi oleh suami. Istri ingin agar masalah yang dihadapi suaminya juga menjadi masalah bersama.
U = Understanding (Pengertian). Istri mendambakan pengertian dari suaminya dan suami diharapkan untuk banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh istri.
P = Peacemaking (Menciptakan Perdamaian). Istri berharap bahwa suaminya dapat menjadi juru damai di antara mereka. Suami diharapkan untuk bersikap rendah hati dan mau mengakui kesalahan yang dilakukannya serta meminta maaf kepada istrinya. Permintaan maaf yang enggan diucapkan dapat menimbulkan dendam di hati istri dan menjadi sumber pertengkaran yang tidak ada habisnya. “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18).
L = Loyalty (Kesetiaan). Istri harus yakin bahwa suaminya cinta dan setia kepadanya, sehingga membuatnya bersemangat dan termotivasi. Inilah yang Tuhan inginkan dalam perkawinan, yaitu pasangan suami-istri yang setia satu sama lain sampai maut memisahkan mereka.
E = Esteem (Penghargaan). Istri menginginkan agar suaminya menghargai pendapatnya dan memberi dorongan kepadanya. Ia juga berharap bahwa suaminya menghargai apa yang dilakukannya bagi keluarga.
Sebagai ama GKPA kita harus memberikan kasih yang tak bersyarat. “Hai suami kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya (Ef. 5:25). Di dalam Efesus 5:28-29 juga dikatakan, “Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.”
Ayah Dalam Keluarga GKPA
Seorang ama di dalam keluarga GKPA wajib mengenalkan anak-anaknya kepada Tuhan dan mendidik mereka agar siap menghadapi masa depan. Efesus 6:4 mengatakan, “Dan kamu, bapak-bapak, jangan bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Amsal 2:6: juga mengajarkan, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
Apakah tugas mengenalkan anak-anak kepada Tuhan dapat dipercayakan kepada pendeta atau guru Sekolah Minggu? Tentu saja tidak. Tugas ini tidak dapat didelegasikan kepada orang lain, karena merupakan tangung jawab orangtua. Pendeta dan guru Sekolah Minggu hanya membantu anak-anak untuk mengenal Tuhan, tetapi bimbingan yang terutama harus dari ayah dan ibu, yang menjadi panutan bagi anak-anak mereka dalam sikap dan kehidupan mereka sebagai anak-anak Allah.
Pendidikan adalah proses penanaman dan pengembangan hal-hal yang baik dalam diri anak. Karena itu orangtua perlu terlebih dahulu mempunyai pemahaman yang baik tentang apa yang perlu dipupuk demi kepentingan hari depan anak-anak mereka. Pendidikan membutuhkan kerja sama yang erat antara ayah dan ibu. Keduanya perlu sepakat dalam mengarahkan pendidikan itu dan sama-sama mengajarkan hal yang benar. Jika upaya ini hanya dilakukan oleh ibu, kelak ayah akan melihat hasil suatu produk yang mungkin berbeda sekali dengan apa yang dikehendakinya.
Apa yang dilarang oleh ibu, hendaknya juga tidak diizinkan oleh ayah. Apa yang dikecam ayah, jangan disanjung oleh ibu. Amsal 1:8 dengan tegas menyatakan hal itu, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.” Begitu juga kalau ayah dan ibu berbeda pendapat, apalagi terlibat konflik, sebaiknya hal itu tidak dilakukan di depan anak-anak mereka.
Ama menjadi Teladan bagi anak-anak
Ama yang unggul melayani harus bisa menjadi teladan bagi anak-anak kita. Bagaimana menjadi ama teladan di tengah-tengah keluarga?
Pertama,kita harusjujur.Seorang ayah harus jujur mengakui kesalahannya kepada anak dan istrinya, demikian pula kepada orang lain. Buatlah suasana akrab di dalam keluarga, agar masing-masing mau mengakui perbuatannya yang salah dan meminta maaf, sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya. Orangtua yang tidak rendah hati mengakui kesalahannya, memberikan teladan buruk kepada anak-anaknya, dan kelak juga akan menanggung akibatnya.
Kedua, kita haruskonsisten.Kata dan perbuatan kita harus sama. Orangtua juga harus menghindari tindakan menganak-emaskan anak yang satu, dan memojokkan anak yang lain, sehingga timbul persaingan tidak sehat di antara anak-anak itu. Anak yang dikalahkan akan merasa iri, dendam atau rendah diri, sedangkan anak yang dimenangkan akan bersikap sombong dan tidak mau mengalah.
Ketiga,kita harus punyaintegritas.Kepentingan keluarga dan kepentingan bersama harus didahulukan. Hal ini dicontohkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia berdoa di taman Getsemani untuk menyerahkan diri sebagai penebusan dosa manusia: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Mat. 26:42). Billy Graham pun tidak gentar menghadapi celaan orang banyak ketika ia mengunjungi seorang pendeta yang di penjara karena korupsi, “sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk. 19:10).
Keempat,harus menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik sangat penting di dalam sebuah keluarga dan harus dimulai sejak awal pernikahan. Anak-anak yang sejak kecil dididik untuk membina komunikasi yang baik dengan orangtua mereka, akan selalu merasa nyaman untuk mencurahkan isi hati kepada orangtua mereka, meskipun mereka sudah beranjak dewasa.
Untuk bisa berkomunikasi dengan baik, ayah yang bijaksana harus lebih banyak mendengarkan anak dan tidak cepat membuat kesimpulan sendiri yang akhirnya membuat anak menutup diri. Buatlah suasana yang terbuka dan bersahabat, dan hindarilah penggunaan kata-kata yang otoriter dan merasa benar sendiri. Sedapat mungkin, berbicaralah kepada anak dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti. Ada pepatah yang mengatakan, “Masuklah kandang ayam dengan berkotek-kotek, dan masuklah kandang kambing dengan mengembik.”
Keempat pokok di atas sangat membantu seorang ayah di dalam mendidik anak-anaknya, karena mereka memercayainya dengan sepenuh hati. Kita juga harus selalu melibatkan Tuhan di dalam mendidik anak-anak kita, karena anak-anak merupakan anugerah indah yang Tuhan percayakan kepada kita untuk dipelihara dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Memang tidak mudah mendidik anak-anak, karena kita tidak dapat terus-nenerus bersama mereka. Banyak hal yang dapat memengaruhi mereka, baik teman-teman, lingkungan, televisi, ataupun internet, yang belum tentu berdampak baik bagi pertumbuhan mereka. Namun kita harus berpikir positif dan melakukan tugas yang menjadi bagian kita. Tuhan akan menolong kita.
Penutup
Masih banyak lagi yang bisa kita sharingkan dalam kesempatan ini, namun karena keterbatasan waktu maka saya hanya bisa menyampaikan itu saja dulu. Saya berharap dalam diskusi nanti kita bisa gali lebih dalam lagi apa makna dari Ama GKPA yang unggul melayani dalam keluarga. Ama yang sudah unggul melayani dalam keluarga maka dia pasti akan menjadi ama yang unggul melayani dalam Gereja GKPA dan masyarakat di mana kita tinggal. Ingat kita harus menjadi Ama yang Unggul Melayani dalam keluarga, bukan Ama yang “Unggil” atau “Unggal” Melayani. (rsnh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar