Senin, 31 Desember 2018

KOTBAH AKHIR TAHUN Senin, 31 Desember 2018 “PERCAYA KEPADA TUHAN DENGAN SEGENAP HATI”

Senin, 31 Desember 2018

PERCAYA KEPADA TUHAN DENGAN SEGENAP HATI
Kotbah: Amsal 3:1-8 Bacaan: Roma 8:33-39




Kita patut bersyukur kepada TUHAN sebab hari ini kita akan mengakhiri perjalanan hidupkita di 2018. Tiga ratus enam puluh lima hari telah tuntas kita jalani bersama TUHAN. Itu bukan karena kuat dan gagah kita, tetapi karena anugerah TUHAN yang setiap hari memberikan kesempatan bagi kita untuk menjalani hari demi hari dengan perlindungan dan penyertaan TUHAN. Malam ini kita akan memuji dan memuliakan TUHAN atas penyetaan-Nya yang luar biasa itu. Malam ini akan membahas tema “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hati”. Mempercayai Tuhan dengan segenap hati itu sungguh penting. Jangan setengah-setengah, jangan asal jadi, jangan malas-malasan, jangan tergantung mood dan jangan pula memberontak, tetapi harus dengan sepenuh hati. Ini penting untuk kita ingat karena pada dasarnya manusia memiliki sifat tidak sabar dan sangat mudah goyah, kehilangan kepercayaan diri dan sebagainya.

Kita bisa berada pada penghujung tahun ini adalah karena TUHAN bukan karena kekuatan kita sendiri. Itu berarti kita diajak percaya sepenuhnya kepada TUHAN bahwa perjalanan hidup kita selama setahun ini adalah merupakan karya TUHAN bagi kita. Kita tidak boleh bersadar pada kekuatan dan pemikiran kita sendiri. Itulah sebabnya pengamsal meminta kita untuk percaya sepenuhnya kepada Tuhan dalam pemeliharaan-Nya bagi kita selama satu tahun ini.

Kata “percaya” dalam ayat tersebut sama dengan  “trust” yang berarti menaruh percaya / harapan.  Jadi, Amsal 3:5-6 menegaskan supaya kita menaruh percaya kepada Tuhan dengan segenap hati. Seringkali yang membuat kita tidak bisa segenap hati menaruh percaya kepada Tuhan, adalah karena kita bersandar kepada pengertian sendiri (menggunakan analisa menurut logika kita sendiri); sehingga pekerjaan Tuhan itu tidak maksimal bekerja dalam hidup kita.

Dalam bahasa Indonesia, kata “iman” dan “percaya” itu sering didefinisikan sama. Tetapi dalam bahasa Inggris, keduanya mempunyai arti yang berbeda: kata “iman” (faith)mempunyai dua unsur, yaitu “believe”dan “trust”. Believeberarti percaya, tetapi percaya yang dimaksud adalah percaya yang berada dalam batasan luar (memiliki kadar percaya yang biasa). Sedangkan Trust berarti menaruh percaya, di mana percaya yang dimaksud memiliki kadar percaya yang lebih dalam dan terjadi akibat hubungan yang sangat dekat.

Kita percaya (believe)bahwa Tuhan itu Gembala yang baik, pencipta alam semesta, penolong, dan penyembuh kita, dll. Seringkali kita menjalankan kekristenan hanya sebatas believe,tetapi pada saat kita diminta untuk lebih dalam lagi percaya (trust)kepada Tuhan, seringkali kita gagal karena kita lebih banyak menggunakan pengertian kita sendiri.  

Mengakhiri 2018 ini kita perlu menaruh percaya (trust) sepenuhnya kepada Tuhan supaya tahun 2018 benar-benar bisa kita lampaui dengan baik. Ketika kita berani memutuskan untuk semakin trust (bukan sekedar believe) kepada Tuhan, percayalah TUHAN akan memberikan kita kekuatan melewati 2018 dan memasuki 2019.

Kata-kata “Segenap hati”,” segala lakumu” menunjukkan bahwa memilih Tuhan harus dilakukan dengan totalitas hidup, sepenuh kehidupan kita. Memilih untuk percaya kepada Tuhan  harus merupakan yang terutama. Karena itu disebutkan:  “jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri". Akuilah yaitu mengakui kelemahan kita dihadapan Tuhan dan mohon bimbingannya. Takutlah akan Tuhan adalah melakukan apa yang Tuhan perintahkan dan jangan melanggar apa yang dilarangnya.

Ada 3 perintah yang disampaikan melalui ayat di atas, yaitu: 

Pertama,kita harus percaya kepada Tuhan dengan segenap hati dan bersandar kepada Tuhan dengan segenap hidup, jiwa dan kekuatan kita.  Alkitab tidak hanya mengatakan percaya kepada Tuhan saja, tetapi percaya kepada Tuhan dengan SEGENAP HATI.  Orang Kristen sering mengatakan percaya kepada Tuhan di dalam mulutnya, tetapi tidak di dalam hati, hidupnya tidak sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan.

Ada satu peristiwa penting dalam Alkitab yang menjelaskan hal ini, yaitu di dalam Yeremia 29 : 12-13, diceritakan mengapa percaya dengan segenap hati merupakan hal yang penting bagi orang percaya. Tuhan pasti akan mendengarkan doa kita, karena kita adalah umatNya, tetapi tidak semua orang akan mendapatkannya. Jadi, siapakah yang akan mendapatkan berkat Tuhan itu?  Yaitu mereka yang berseru kepada Tuhan dengan segenap hatinya. Segenap hati berarti utuh total dan tidak ada yang tersisa. Jadi mereka yang berseru, bersandar dan percaya total kepada Allahlah yang akan mendapatkan berkat Tuhan.

Ada komitmen hati yang bersifat menyeluruh untuk bersandar, menyerahkan segala-galanya kepada Tuhan, dengan total sampai tidak ada kuatir, cemas dan sampai kita merasakan damai. Apakah setelah kita berdoa kita merasakan damai? Sering kita sudah berdoa, namun kita belum merasa tenang. Berarti kita belum bergantung dengan segenap hati kita. 

Kedua,janganlah kita bersandar pada akal dan pengertian kita sendiri.Alkitab mengatakan percayalah pada Tuhan dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri. Seperti sudah tertulis di Alkitab, janganlah percaya pada dirimu sendiri.

Alkitab melihat segala sesuatu di dalam dunia adalah berada di dalam kuasa dan kedaulatan Allah. Tak ada satu bagian pun dalam hidup ini yang tidak berada dalam kuasa dan kedaulatan Allah.  Maka segala sesuatu harus bergantung pada Allah.  Kalau kita meneliti lebih jauh, sebenarnya dasar pikiran manusia yang mencoba untuk melihat dunia ini dengan dasar pikiran sendiri adalah sepenuhnya bersifat kafir dan non-biblical.

Calvin pada abad ke-16 melihat bahwa segala sesuatu tidak boleh dilepaskan dari Firman Tuhan. Apa pun juga harus dilihat di dalam cahaya terang Firman Tuhan. Tetapi bagaimanakah membuktikan bahwa Alkitab itu Firman Tuhan? Kita tidak dapat membuktikan Alkitab itu adalah Firman Tuhan dengan mempergunakan pikiran kita sendiri, karena kebebasan hati dan kerusakan pikiran manusia yang sudah dikuasai dosa. Di sini Alkitab kembali mengingatkan kita bahwa janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri, tetapi percayalah kepada Tuhan.

Ketiga,akuilah Tuhan dengan segala laku kita di seluruh aspek kehidupan kita. Bagaimana cara kita mengakui Tuhan dalam segala laku kita? Yaitu bila saat bertindak semua kelakuan saya berdasar dari pertimbangan yang sudah beriman, maka di situ Tuhan akan meluruskan jalan kita. Biarlah Tuhan yang berdaulat, memerintah sebagai Raja yang mengatur, mengontrol jalan kehidupan kita, maka Tuhan akan meluruskan jalan kita.

Orang yang percaya dan bersandar pada Tuhan akan memiliki sejahtera yang menjagai hatinya.  Ini merupakan “self confindence” yang Alkitabiah. “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu.” Percaya di sini mengandung arti, makna, dan akibat yang serius. Oleh karena itu, edisi bahasa Inggris tidak memakai kata believetetapi trust. “Trust in the Lord.” Trust tidak sama artinya dengan believe. Trust membutuhkan kepercayaan penuh, sampai pada penyerahan diri secara total tanpa khawatir dan takut. Dengan trust, kita dapat menyerahkan bagian terpenting, yang punya nilai dan harga tinggi, atau yang berharga tanpa ada rasa curiga. Itulah trust.

Agar bisa sampai pada taraf trust, seseorang harus mengalami beberapa proses terlebih dahulu. 

Pertama, ia harus mengenal dengan baik.Untuk mengenal dengan baik, dibutuhkan waktu yang tidak pendek. Pengenalan yang baik membutuhkan ujian-ujian kepercayaan. Ada barang bernilai, dari yang kecil sampai yang besar, diserahkan untuk dijaga dan ia bisa menjaganya dengan baik. Tidak hanya barang atau materi yang dipercayakan, tetapi juga waktu! Bagaimana ia menggunakan waktu kerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Apakah ia juga memakai waktu luangnya untuk hal-hal yang baik. Di sana kepercayaan teruji. 

Kedua, kesetiaan yang penuh kejujuran.Pengenalan yang baik membutuhkan relasi yang setia dalam keadaan apa pun. Dalam kondisi susah, hidup ada di bawah, tidak enak, mengalami kesulitan dan penderitaan, apakah masih tetap setia? 

Ketiga, teruji oleh waktu.Maksudnya orang setia itu dalam jangka panjang. Tidak ada orang yang setia, tetapi hanya selama satu jam. Misalnya, jika dikatakan suami-istri itu setia, kesetiaan mereka dijalani sampai tujuh puluh tahun hidup bersama secara harmonis. 

Mengapa kita harus percaya dengan segenap hati kepada TUHAN dan tidak boleh bersandar kepada dunia ini?

Pertama, karena dunia ini bergoncang dan berubah. Hanya ada hal-hal tertentu yang tidak berubah, yang harus kita pegang erat-erat. Alkitab mengatakan, firman Tuhan tidak bergoncang dari kekal sampai kekal. Segala teori bohong adanya, segala kalimat dusta akan lenyap. Hanya perkataan yang sejati yang keluar dari mulut Tuhan tidak akan goncang sampai selama-lamanya. Itulah sebabnya firman Tuhan berkata, manusia hidup bukan bersandar kepada roti saja, melainkan bersandar pada setiap kalimat yang keluar dari mulut Tuhan Allah.

Perkataan Tuhan tidak perlu diubah, tidak perlu dikoreksi. Perkataan Tuhan kekal untuk selama-lamanya.Kalau engkau tidak mengerti firman Tuhan, masalahnya bukan terletak pada Alkitab, tetapi pada dirimu sendiri, pada kerohanianmu, dan pada imanmu. Maka jika kita tidakmengerti firman Tuhan, janganlah mengeluh, atau mengejek, menolak, melarikan diri, atau bersungut-sungut. Sebaliknya berlututlah dengan rendah hati di hadapan Tuhan, minta pertolongan Roh Kudus untuk membuka mata kita sehingga kita bisa mengerti dan takluk kepada-Nya.

Kedua, karena sifat Allah yang setiawan itu tidak berubah. Bukan hanya perkataan-Nya tidak berubah, bahkan Dia yang berkata-kata juga tidak berubah. Inilah jaminan bahwa perkataan-Nya bisa dipegang. Jika Dia yang berkata-kata bisa berubah, tak ada guna kita memegang perkataan-Nya. Tetapi kalau kita percaya kepada perkataan Dia yang memang patut dipercaya, barulah perkataan yang kita pegang menjadi berarti.

Kitab Suci berkata, segala sesuatu yang dicipta berubah adanya, hanya Sang Pencipta yang tidak berubah. Mungkin engkau bertanya, begitu gampangkah iman Kristen? Justru iman Kristen yang begitu gampang melampaui filsafat yang dalam, yang merupakan hasil pemikiran manusia, yaitu otak yang sudah jatuh di dalam dosa.

Allah tidak berubah dan yang diciptakan oleh Allah setelah jatuh di dalam dosa menjadi berubah. Mereka meninggalkan Tuhan, menjauhkan diri dari kebenaran, makin lama makin rusak. Itu sebab orang yang bijaksana yang betul-betul mengerti bagaimana seharusnya bertindak, ia tidak berpegang kepada dunia yang semakin rusak, melainkan berpaling untuk berpegang kepada Allah yang tidak berubah.

Di dunia ini tidak ada yang tidak berubah. Yang tidak pernah berubah hanya satu, yaitu Tuhan. Firman-Nya tidak berubah. Maka mengapa kita memegang tangan Tuhan? Karena Dia telah berjanji akan memimpin orang-orang yang bersandar kepada-Nya. Alkitab memberikan janji, barangsiapa bersandar kepada Tuhan, dia akan dipelihara oleh Tuhan dan tidak akan goyah untuk selama-lamanya. 

Kepada siapa lagi engkau akan bersandar? Sekarang ini siapa yang bisa dipercaya? Tangan siapakah yang kau pegang? Iman adalah tangan saya yang kelihatan sedang memegang tangan Allah yang tidak kelihatan. Tuhan berkata, Aku tidak pernah meninggalkan engkau. Aku tidak pernah membuang engkau. Sekarang di saat semua berubah, tetaplah berkata, aku bukan memegang tangan presiden, bukan pegang tangan jendral, bukan pegang tangan pembesar,bukan pegang dollar atau yen, tapi memegang tangan Tuhan yang tidak kelihatan. Karena itu, percayalah dengan segenap hatimu kepada TUHAN. (rsnh)

Selamat mengakhiri 2018 dan Selamat menyongsong 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOTBAH MINGGU PENTAKOSTA I Minggu, 19 Mei 2024 “KUASA ROH KUDUS YANG MEMPERSEKUTUKAN” (Kisah 2:1-13)

  KOTBAH MINGGU PENTAKOSTA I  Minggu, 19 Mei 2024   “KUASA ROH KUDUS YANG MEMPERSEKUTUKAN” Kotbah: Kisah 2:1-13   Bacaan: Kejadian 41:37-42 ...